Membangun Jalan Perubahan: Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan © Walestra dan LivE Penulis: Rita Wati, Purwani, Kayum, Feni Oktaviana, Eva Susanti, Nurlela Wati, Julian Novianti, Marta Ningsih Hariyani, Donsri, Sujirah, Meliani, Rohima, Roisa, Mulyani, Rusmawati, Sugini, Wahyuni Saputri, Rika Nofrianti, Rike Vevri Dwiyani, dan Ella Deskomariatno Editor: Dedek Hendry Fotografer: Muhammad Ikhsan Desainer sampul & layouter: Nai Rinaket Https://nairinaket.com Perkumpulan Wahana Pelestarian dan Advokasi Hutan Sumatera (Walestra) Jl. Raja Yamin No. 43A RT. 25 Kelurahan Semangat, Kecamatan Telanai Pura, Kota Jambi, Jambi Email :
[email protected] Https://walestra.or.id Perkumpulan Lembaga Kajian, Advokasi dan Edukasi (LivE) Jl. Enggang No 86 - 87, Kelurahan Cempaka Permai, Kecamatan Gading Cempaka, Kota Bengkulu, Bengkulu Email :
[email protected] Https://livebengkulu.com Penerbit HATOPMA Perum Agricinal Desa Pasar Sebelat Kecamatan Putri Hijau Bengkulu Utara Https://penerbithatopma.com Cetakan pertama, 14 Maret 2023 Membangun Jalan Perubahan: Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan, 2023 276 hlm.; 16 cm x 23,5 cm Lora, 12.5/16 pt Dicetak di Utama Offset, Yogyakarta
Membangun Jalan Perubahan Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Penulis: Rita Wati, Purwani, Kayum, Feni Oktaviana, Eva Susanti, Nurlela Wati, Julian Novianti, Marta Ningsih Hariyani, Donsri, Sujirah, Meliani, Rohima, Roisa, Mulyani, Rusmawati, Sugini, Wahyuni Saputri, Rika Nofrianti, Rike Vevri Dwiyani, dan Ella Deskomariatno
Daftar Isi
Kata Sambutan (Walestra - LivE)
6
Rita Wati
Purwani
Kayum
Feni Oktaviana
Eva Susanti
30
50
60
70
78
Sujirah
Meliani
Rohima
Roisa
132
142
154
164
Rika Nofrianti
Rike Vevri Dwiyani
Ella Deskomariatno
216
224
232
Hutan, Pangan, Hak Perempuan dan Otobiografi: Sebuah Pengantar Editor (Dedek Hendry)
Kata Pengantar (Dr. Titiek Kartika Hendrastiti dan Prof. Siti Kusujiarti, Ph. D)
8
18
Nurlela Wati
Julian Novianti
Marta Ningsih Hariyani
Donsri
90
102
112
120
Mulyani
Rusmawati
Sugini
Wahyuni Saputri
174
188
196
204
Jalan Bersama yang Dibangun
240
Membangun Jalan Perubahan
6
Kata Sambutan Walestra - LivE
A
lhamdulillah, puji syukur kehadiran Allah SWT, Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala limpahan rahmat, karunia, dan petunjukNya, buku ini dapat dirampungkan dengan baik. Apresiasi setinggi-tingginya kami berikan kepada para penulis yang telah bersedia untuk membagikan cerita tentang latar belakang, pengetahuan, pengalaman dan perjuangan baik secara personal maupun bersama-sama untuk membangun jalan perubahan.
7
Kami juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Rights and Resources Initiative yang telah memberikan dukungan kepada Perkumpulan Walestra dan Perkumpulan LivE untuk memfasilitasi penulisan, penerbitan dan pencetakan buku ini. Begitu pula kepada berbagai pihak yang disebutkan oleh para penulis, terutama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, yang telah mendukung mereka untuk membangun jalan perubahan, kami juga memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya.
Jambi, Februari 2023
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Selain untuk para penulis dan perempuan desa penyangga hutan, besar harapan kami, buku ini juga bisa memberikan manfaat untuk organisasi masyarakat sipil, akademisi, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha sebagai referensi untuk mendorong dan mendukung perempuan desa penyangga hutan menjadi aktor utama pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan.
Membangun Jalan Perubahan
8
Hutan, Pangan, Hak Perempuan dan Otobiografi: Sebuah Pengantar Editor Dedek Hendry
T
aman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan taman nasional terluas kedua di Indonesia. Membentang di wilayah Provinsi Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat dan Bengkulu dengan luas mencapai 1,4 juta hektar, TNKS disebut sebagai salah satu cadangan hutan hujan tropis terbesar dan terpenting di Asia (MacKinnon and MacKinnon dalam Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation Ministry of Forestry, 2003). Pada tahun 2003, TNKS ditetapkan sebagai Warisan Alam Asean (ASEAN Heritage Parks), dan pada tahun 2004, TNKS bersama Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan ditetapkan sebagai Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) yang masuk daftar Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites)
Di Kabupaten Rejang Lebong, keterdesakan
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Pada tahun 2011, Komite Warisan Dunia UNESCO memasukkan TRHS dalam daftar bahaya karena tingginya ancaman terhadap keutuhannya. Salah satu ancaman terbesarnya adalah perambahan. Di TNKS, IUCN (2020) mengungkapkan, tutupan hutan yang hilang dari tahun 2011 hingga 2017 adalah 21.570 hektar. Sementara Purwanto (2015) mengungkapkan, luas hutan TNKS yang dirambah hingga tahun 2014 adalah 130.322 hektar. Khusus di Provinsi Bengkulu, luas hutan TNKS yang dirambah adalah 27.467 hektar, dengan sebaran sekitar 26.000 hektar di Kabupaten Rejang Lebong (dan Lebong), 1.378 hektar di Kabupaten Bengkulu Utara, dan 895 hektar di Kabupaten Mukomuko.
9
Membangun Jalan Perubahan
10
ekonomi dan keterbatasan lahan telah memaksa sebagian perempuan desa penyangga TNKS memungut beragam pangan liar di hutan TNKS dan menggarap hutan TNKS untuk berkebun pangan. Cerita tentang perempuan penggarap yang berlari terbirit-birit seorang diri, dalam keadaan hamil atau sambil menggendong anak, dan bersembunyi di semak-semak atau pepohonan di pinggir jurang untuk menghindar dari petugas kehutanan, termasuk cerita tentang petani ditangkap dan dipenjara, pondok kebun dibakar, dan tanaman ditebang dan dihancurkan merupakan cerita yang hidup bersama mereka. Kondisi yang dialami perempuan desa penyangga TNKS tersebut adalah ironi. Dalam Managing Natural World Heritage, UNESCO/ ICCROM/ICOMOS/IUCN (2012) mengingatkan agar pengelola dan pengambil keputusan harus melihat Warisan Dunia dapat memberikan manfaat positif untuk penghidupan dan berkontribusi dalam pengentasan kemiskinan dengan menjawab dimensi-dimensi kemiskinan: Kesempatan meliputi pendapatan, perumahan, pangan, alternatif penghidupan, pendidikan dan pengembangan keterampilan baru; Pemberdayaan meliputi mekanisme tata kelola, partisipasi masyarakat, manfaat bagi perempuan, anak dan pemuda, akses dan hak; dan Keamanan meliputi kesehatan, kohesi sosial, tradisi budaya dan pemeliharaan sumber daya alam. Di lain sisi, Ervin dkk (2015) mengungkapkan, model pengelolaan kawasan lindung juga telah mengalami pergeseran. Dalam model post-2010, kawasan lindung dipandang sebagai komponen
penting dari sistem pendukung kehidupan, dan kawasan lindung diharapkan memberikan lebih banyak – dalam hal kontribusi ekologi, sosial dan ekonomi – dari sebelumnya, salah satunya terkait ketahanan pangan. “Kawasan lindung dapat memberikan kontribusi besar bagi ketahanan pangan… Perencana harus mempertimbangkan beberapa langkah dasar dalam mengintegrasikan kawasan lindung ke perencanaan ketahanan pangan seperti… menjaga pengetahuan dan praktik pertanian di dalam dan sekitar kawasan lindung...”
Hutan, menurut Agarwal dkk (2015), memiliki peran langsung dan tidak langsung terkait pangan. Peran langsung hutan terkait pangan meliputi: Keanekaragaman, kualitas dan kuantitas makanan berupa penyedia pangan berupa buah, sayur, kacang, jamur, pakan ternak, pangan hewani (daging hewan
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
FAO (2014) juga mengemukakan, pengetahuan tradisional dan persepsi masyarakat lokal adalah penting untuk pengelolaan dan pelestarian kawasan lindung terkait ketahanan pangan. “Khususnya perempuan yang seringkali memiliki pengetahuan khusus tentang hutan, pohon, dan satwa liar dalam hal keanekaragaman spesies, penggunaan untuk berbagai keperluan, dan praktik konservasi dan pengelolaan berkelanjutan. Memanfaatkan pengetahuan tradisional secara lebih baik dan menggabungkannya dengan pengetahuan ilmiah berpotensi meningkatkan peran kawasan lindung dalam ketahanan pangan untuk masyarakat setempat.”
11
Membangun Jalan Perubahan
12
buruan, ikan dan serangga); dan jaring pengaman mata pencaharian berupa pangan untuk masa paceklik dan masa kelangkaan lainnya, komposisi nutrisi dan bahan bakar kayu untuk memasak. Sedangkan peran tidak langsung hutan terkait pangan meliputi: Produk pohon untuk penghasilan pendapatan berupa tanaman pepohonan, produk-produk kayu, hasil hutan bukan kayu dan hasil pohon lainnya; dan jasa eksositem berupa penyedia sumber daya genetik, penyerbukan, pengatur iklim mikro, penyedia habitat, penyedia air (kuantitas dan kualitas), pembentuk tanah, pengendali erosi, siklus nutrisi dan pengedali hama. Sedangkan High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition (2017) mengemukakan, hutan berkontribusi untuk pangan melalui empat saluran: 1. Penyedia pangan secara langsung meliputi keragaman dan kualitas makanan; penyedia pangan hewani; penyedia pakan ternak; perdagangan produk pangan dari hutan; dan penyangga kelangkaan pangan, 2. Penyedia bioenergi, terutama untuk memasak (kayu bakar), 3. Mata pencaharian dan ekonomi meliputi pendapatan; pekerjaan; dan peran gender, dan 4. Penyedia jasa ekosistem yang penting untuk produksi pertanian dalam jangka panjang meliputi pengatur air; pembentuk tanah, pelindung dan sirkulasi nutrisi; stabilitas agroekosistem; pelindung keanekaragaman hayati dan sumber daya hilir; penyerbukan; dan sinergi dan pertukaran.
Perjuangan Hak Perempuan
Perempuan di Desa Karang Jaya dan Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong juga memperjuangkan hal serupa dengan membentuk KPPL Sumber Jaya pada 18 Maret 2020 dan KPPL Sejahtera pada 5 November 2020, dan juga berhasil menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk memulihkan ekosistem hutan TNKS dengan menanam pohon kehutanan penghasil buah dan memanfaatkan buahnya pada areal
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Perjuangan perempuan desa penyangga TNKS untuk mendapatkan pengakuan formal terhadap hak mereka untuk mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS terkait pangan dipelopori oleh perempuan Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong yang membentuk Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama pada 9 Juli 2017. Setelah berproses cukup lama, KPPL Maju Bersama berhasil menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk membudidayakan dan memanfaatkan kecombrang dan pakis di hutan TNKS pada 5 Maret 2019. Perjuangan serupa juga dilakukan oleh Perempuan di Desa Tebat Tenong Luar, Kabupaten Rejang Lebong yang membentuk KPPL Karya Mandiri pada 25 Mei 2018. Setelah berproses, KPPL Karya Mandiri juga berhasil menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk membudidayakan dan memanfaatkan bambu dan pepulut (pulutan) di hutan TNKS pada 8 Agustus 2020.
13
14
seluas 37,22 hektar dan 40,52 hektar pada 7 Desember 2021. Saat ini, perempuan di Desa Mojorejo, Desa Tebat Tenong Luar dan Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong yang membentuk KPPL Makmur Jaya pada 20 Januari 2022, KPPL Pal Jaya pada 20 Januari 2022 dan KPPL Mulia Bersama pada 18 Februari 2022 sedang memperjuangkan hak mereka untuk mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS terkait pangan.
Membangun Jalan Perubahan
Otobiografi Buku ini merupakan kumpulan otobiografi 16 orang perempuan perwakilan dari KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya, KPPL Sejahtera dan empat orang perempuan perwakilan dari Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD) yang bersepakat untuk berkolaborasi membangun jalan perubahan bersama. Secara umum, buku ini terbagi dua bagian. Bagian pertama tentang latarbelakang, pengetahuan, pengalaman dan agensi mereka terkait pengelolaan hutan TNKS dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS untuk pangan, dan bagian kedua tentang jalan perubahan bersama yang mereka bangun. Menurut Joannou (1995), perempuan yang menulis otobiografi adalah perempuan yang merevisi dan mempertanyakan narasi yang sudah ada sebelumnya tentang dirinya, dan menolak dan merumuskan kembali apa yang sudah diketahui. “Bagi perempuan, otobiografi ada sebagai situs alternatif definisi diri dan
afirmasi, sebuah upaya untuk memecahkan keheningan patriarkal.” Cosslett dkk (2000) juga mengungkapkan, “Jika perempuan dikategorikan sebagai ‘objek’ oleh budaya patriarki, otobiografi perempuan memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan diri sebagai ‘subjek’, dengan kedirian mereka sendiri.”
15
Otobiografi, menurut Bose (2021), telah menjadi cara untuk bersaksi tentang penindasan dan sekaligus memberdayakan subjek. “Lebih dari sekadar representasi kehidupan seseorang,” Lebdai (2015) mengungkapkan, “tulisan otobiografi adalah pencarian yang kuat untuk identitas, untuk pengetahuan diri dan pengakuan diri, khususnya sangat bermakna pada masa kolonial dan pascakolonial.” Mengadaptasi pernyataan Fanon, Smith dan Watson (1992) juga mengemukakan, “Sebagai proses dan produk dekolonisasi, tulisan otobiografi memiliki potensi untuk ‘mengubah penonton yang hancur dengan ketidakesensialan mereka menjadi aktor istimewa’ untuk mendorong ‘penciptaan perempuan baru yang sesungguhnya’.” Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Terlepas dari kekurangan yang ditemui, kesediaan mereka untuk menghadirkan buku ini sangat pantas untuk diapresiasi setinggitingginya. Selain akan memberi manfaat bagi diri mereka sendiri, buku ini juga diharapkan akan memberikan manfaat bagi perempuan lain dan kalangan luas. “Otobiografi adalah bentuk kesaksian yang ‘berarti bagi yang lain’,” ungkap Bose (2021). Sementara itu, Smith dan Watson (1998) mengemukakan, status otobiografi telah berubah secara dramatis, baik di dalam maupun
16
di luar akademi. “Otobiografi perempuan sekarang menjadi situs istimewa untuk memikirkan isu-isu penulisan di persimpangan teori kritis feminis, pascakolonial, dan pascamodern.” Begitu pula dikemukakan oleh Valley dalam Huddart (2008), “Setiap otobiografi adalah fragmen dari sebuah teori.” Selamat membaca ! Daftar Pustaka Agarwal, Bina, Ramni Jamnadass, Daniela Kleinschmit, Stepha McMullin, Stephanie Mansourian, Henry Neufeldt, John A. Parrotta, Terry Sunderland and Christoph Wildburger, (2015), Introduction: Forests, Trees and Landscapes for Food Security and Nutrition, dalam Bhaskar Vira, Christoph Wildburger and Stephanie Mansourian (eds), Forests and Food: Addressing Hunger and Nutrition Across Sustainable Landscapes.
Membangun Jalan Perubahan
Bose, Aparna L., 2021, Writing (Them) Selves: Women’s Autobiographies around the World, dalam Aparna Lanjewar Bose (ed), 2021, Writing Gender, Writing Self: Memory, Memoir and Autobiography. Cosslett, Tess, Lury, Celia Lury and Penny Summerfield, 2000, Tess Cosslett, Celia Lury and Penny Summerfield (eds), 2000, Feminism and Autobiography: Texts, Theories, Methods. Directorate General of Forest Protection and Nature Conservation Ministry of Forestry, 2003, Submission for Nomination of Tropical Rainforest Heritage of Sumatra by the Government of the Republic of Indonesia to be included in the World Heritage List. Ervin, J., N. Sekhran, A. Dinu. S. Gidda, M. Vergeichik and J. Mee, 2010, Protected Areas for the 21st Century: Lessons from UNDP/ GEF’s Portfolio. United Nations Development Programme and
Convention on Biological Diversity.
17
FAO, 2014, Protected Areas, People and Food Security: An FAO contribution to the World Parks Congress, Sydney, 12–19 November 2014. HLPE, 2017, Sustainable Forestry for Food Security and Nutrition. A Report by the High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition of the Committee on World Food Security. Huddart, David, 2008, Postcolonial Theory and Autobiography. IUCN, 2020, Tropical Rainforest Heritage of Sumatra - 2020 Conservation Outlook Assessment. Joannou, Maroula, 1995, ‘She who would be politically free herself must strike the blow’: Suffragette autobiography and suffragette militancy, dalam Julia Swindells (ed), 1995, The Uses of Autobiography. Lebdai, Benaouda, 2015, Introduction, dalam Lebdai, Benaouda (Ed), 2015, Autobiography as a Writing Strategy in Postcolonial Literature, Purwanto, Edi. (2016). Strategi Anti - Perambahan di Tropical Rainforest Heritage of Sumatra: Menuju Paradigma Baru. Smith, Sidonie and Julia Watson, 1998, Introduction: Situating Subjectivity in Women’s Autobiographical Practices, dalam Sidonie Smith and Julia Watson (eds), 1998, Women, Autobiography, Theory: A Reader. UNESCO/ICCROM/ICOMOS/IUCN, 2012, Managing Natural World Heritage.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Watson, Julia and Sidonie Smith, 1992, De/Colonization and the Politics of Discourse in Women’s Autobiographical Practices, dalam Sidonie Smith and Julia Watson (eds), 1992, Decolonizing the Subject: The Politics of Gender in Women’s Autobiography.
Membangun Jalan Perubahan
18
Kata Pengantar Dr. Titiek K. Hendrastiti* dan Prof. Siti Kusujiarti, Ph. D** *Universitas Bengkulu, Indonesia **Warren Wilson College, Amerika Serikat
M
embaca bab demi bab tulisan dalam buku ini, kami terbayang wajah ibu-ibu aktivis Komunitas Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) dari beberapa kunjungan ke desa-desa yang diceritakan itu. Buku berjudul “Membangun Jalan Perubahan: Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan” ini adalah sebuah kumpulan otobiografi para penggerak pembaharuan tata Kelola hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Dalam Pengantar Editor telah disebutkan dan dibahas argumentasi dengan sangat kuat tentang fungsi metode otobiografi untuk mengungkap kisah hidup perempuan. Pilihan publikasi otobiografi sebagai salah satu instrumen perjuangan termasuk baru di Indonesia, belum banyak komunitas lokal yang mendokumentasikan gerakannya dalam bentuk otobiografi. Sehingga terbitnya buku ini menjadi pionir, agar lebih banyak lagi komunitas perempuan gerakan menuliskan sejarahnya sendiri, dan mengumandangkan visi dan misi perubahan hidupnya sendiri.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Selain metode field talks, Focus Groups Discussions (FGD) atau diskusi tematik, diorama, dan observasi partisipatif, otobiografi adalah ekspresi terdalam dari pengalaman dan inisiasi perempuan untuk mengubah kehidupannya, dan perjuangan mengubah lingkungan sekelilingnya. Selaras dengan ketertarikan kami meneliti KPPL sejak awal gerakan di tahun 2017, instrumen otobiografi termasuk misi dari pendekatan poskolonial terutama yang berkaitan dengan isu representasi (Mohanty, 2008). Dengan inisiatif anggota gerakan untuk menuliskan sendiri
19
Membangun Jalan Perubahan
20
pengalamannya, maka mereka telah meneriakkan kepada dunia tentang gagasan tuntutannya secara lugas dan manifestasi dari pemikirannya itu dalam bentuk tindakan yang nyata tanpa perantara. Refleksi kami sebagai peneliti yang mengikuti tahap demi tahap kemajuan gerakan KPPL, baik dalam pertemuan tatap muka maupun observasi secara elektronik, ada beberapa isu penting. Agar pembaca dapat memahami cara kami melakukan refleksi, dasar pendekatan dan lensa yang kami pilih selama ini dalam memandang gerakan KPPL adalah Postcolonial Feminist Political Ecology (PFPE) dan Postcolonial Feminist Participatory Action Research (PFPAR). Adopsi untuk mempelajari aktivisme KPPL, pihak-pihak pendukung gerakan, dan partisipasi komunitas sekitar hutan, termasuk kelompok perempuan lokal, adalah dalam rangka mempercepat perubahan tata kelola hutan TNKS. Refleksi itu merupakan wujud kesadaran agar kami terhindar dari: (a) merepresentasi pemikiran KPPL tersebut ke ranah publik lokal, nasional, regional, dan global; (b) membuat klaim terhadap pengetahuan kelompok perempuan dalam melakukan aktivisme dan gerakan advokasi untuk akses lahan hutan non-kayu. Sebaliknya, peneliti selalu berusaha untuk melihat dengan jernih bagaimana keunikan gerakan di era keterbukaan informasi dan teknologi, era media sosial sebagai alat dan estalase dari demokratisasi yang terjadi sampai di tingkat paling pelosok; dan (c) berpikir tentang apa sebenarnya aksi kolektif untuk perubahan itu, pergeseran konteks gerakan sosial klasik dan pentingnya pro demokrasi yang mengakselerasi
pencapaian tujuan gerakan melalui aktivitas KPPL (lihat juga Hendrastiti dan Kusujiarti, 2023).
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Setelah tulisan anggota KPPL selesai, kami membaca kembali manuskrip dan kami sangat gembira bahwa sekali lagi kami punya kesempatan untuk melakukan beberapa catatan penting dari gerakan perempuan lokal itu. Diantara pengalaman berharga yang berhasil disebutkan adalah, pertama, penulisan sejarah dan identitas individu. Dari uraian sejarah aksi kolektif, pembaca dapat belajar tentang alasan kelompok perempuan melakukan upaya perubahan, dan tahapan strategi yang mereka pilih. Sejarah individu adalah otoritas privat, di mana setiap penulis pada buku ini merefleksikan apa yang dialaminya, siapa dia, dan perubahan apa yang dialami dalam berbagai dimensi, ekonomi, sosial, budaya, dan geografi. Ada narasi pengalaman pendidikan, perkawinan pertama dan kedua, melahirkan anak, berpindah rumah, bertani dan berkebun, menjadi buruh, berpindah kerja, melepas kepemilikan rumah dan tanah, kematian suami, perceraian, dan begitu banyak pengalaman lain yang telah membentuk pengetahuan hidup masing-masing. Sejarah kolektif dalam KPPL mendokumentasikan dengan jelas tentang perjumpaan mereka dengan perempuan lain dari desa lain, pengalaman mengikuti workshop, pengalaman melakukan pemetaan lahan dan pohon hutan, mempelajari legalitas pemanfaatan lahan hutan untuk tanaman non-kayu, cara bernegosiasi, cara melobi, dan cara mendapat dukungan dari lembaga lain. Penulisan sejarah menjadi kekuatan baru bagi perempuan, sebab dalam sejarah mainstream, narasi hidup
21
22
perempuan marginal tidak tertulis.
Membangun Jalan Perubahan
Kedua, adalah cerita tentang latar belakang pengalaman berorganisasi. Keterlibatan dalam berbagai organisasi ternyata menjadi modal sosial melakukan aktivisme untuk perubahan. Rata-rata kegiatan organisasi sebelum bergabung di KPPL menyangkut aktivitas keagamaan (misalnya: Majelis Taklim), kepanitiaan dalam skup kecil – terutama seksi konsumsi, dan pendidikan. Hal ketiga yang penting dalam rangkaian tulisan ini adalah kesaksian mereka dalam konflik kehutanan antara warga dan otoritas negara di lahan TNKS. Konflik lahan telah menjauhkan perempuan dari akses dan hak mereka atas hutan. Di samping mitos klasik tentang hutan yang menakutkan, ternyata konflik fisik, intimidasi, penangkapan, sweeping, serta penganiayaan, pembakaran pondok akibat berkegiatan di kawasan TNKS merupakan pengalaman traumatik dan menakutkan bagi perempuan. Konflik antara warga dan otoritas TNKS berasal dari pembukaan lahan TNKS secara illegal. Menurut pengakuan para penulis, pembukaan itu bisa dilakukan oleh warga setempat atau pendatang dari luar desa. Biasanya mereka membuka lahan di dalam hutan TNKS untuk menanam kopi. Sebagian dari mereka menjual lahan illegal tersebut dengan harga murah apabila keuntungan sudah terpenuhi. Demikianlah narasi tradisi buka lahan dan jual beli lahan TNKS itu diceritakan sebagai bagian dari benang merah konflik dan trauma. Rata-rata perempuan hidup “terpisah” dari hutan. Karenanya, meski hidup di tepian hutan
konservasi TNKS, dalam tulisannya, aktivis perempuan KPPL baru “membongkar” sisi positif dari hutan pada saat mereka membentuk dan bergabung ke KPPL. Menurut pembelajaran kami, KPPL telah “menjinakkan” TNKS dari sebutan sebagai hutan larangan menjadi hutan warisan. Perspektif hutan warisan menurunkan image TNKS atau Bosch Weisen dari kawasan yang menakutkan dan terlarang menjadi area yang menjanjikan, harapan, dan tambatan warga terhadap kecukupan bahan pangan, sumber air, ketersediaan oksigen, bahan obat, serta rumah aman bagi burung, insekta, serta satwa liar lainnya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Inisiatif KPPL untuk memposisikan diri pada tata kelola hutan untuk tanaman non-kayu adalah pilihan yang strategis, dibanding mengintegrasikan diri pada program pemberian pemerintah. Berdasarkan studi panjang Hoskins (2016) di Afrika Barat antara tahun 1960an-1990an, proyekproyek kehutanan tidak selalu menguntungkan dan mengubah kehidupan laki-laki maupun perempuan. Proyek-proyek itupun tidak selalu mencerminkan kultur lokal dan realitas fisik setempat. Hoskins mendengar perempuan lokal mengeluh tentang proyek-proyek kehutanan yang justru memberi beban kerja yang besar, curahan waktu perempuan yang lebih panjang, mengalihkan kontrol produk tradisional dari perempuan ke tangan laki-laki, yang juga berarti perubahan atau re-alokasi pendapatan dari perempuan ke tangan laki-laki. Perempuan harus terlibat di setiap tahap proyek, mulai dari perencanaan, sehingga mereka akan mendapat keuntungan yang nyata dari hasil
23
24
kerjanya.
Membangun Jalan Perubahan
Perempuan lokal memiliki banyak pengetahuan tentang pohon, hasil hutan, dan dampak lingkungan dari pohon. Pohon dan hutan adalah masalah hidup dan mati bagi warga setempat, untuk bahan bakar, pangan, pakan ternak, naungan, iklim mikro, dan pendapatan. Mereka menyatakan bahwa proyek kehutanan telah membawa kerugian bagi mereka yaitu dengan mengklasifikasikan dan menanami lahan yang dekat dengan masyarakat, dan menjadikannya terlarang bagi masyarakat non-hutan. Akibat klaim dari penguasa, masyarakat setempat tiba-tiba menjadi pemburu liar di lahan yang telah mereka gunakan secara turun-temurun (Hoskins, 2016; Nightingale, 2017). Tulisan ini menggambarkan bagaimana kelompok perempuan bernegosiasi dan berstrategi agar mereka menjadi salah satu pihak yang diakui untuk mengelola TNKS. Bertambahnya pengetahuan, pemahaman, dan membangun relasi dengan hutan secara positif merupakan fenomena yang luar biasa. Pengungkapan dengan bahasa yang sederhana dan lugas, telah mencapai suatu impresi tentang pengalaman perempuan merebut hak dan ruang atas tata kelola hutan. Poin keempat ini, dalam bahasa umum dari studi perempuan dan hutan, disebut sebagai kesadaran feminis. Pengakuan atas kesadaran relasi hutan dan perempuan menuntun perempuan melihat hutan sebagai sumber dan gudang bahan pangan, penampungan air alami, gudang aneka tanaman obat, penahan bencana, serta temuan fungsi lainnya.
25
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Kelima, jawaban atas ruang dan hak atas hutan yang mereka cari ternyata ada pada legalitas dan status lahan. Dari semua tulisan yang dipublikasikan ini, jelas menceritakan bagaimana aktivis KPPL melakukan negosiasi, lobi, dan networking untuk mendapatkan nota kesepakatan dan kerjasama dalam rangka mengelola kawasan TNKS dengan tanaman non-kayu. Yang menarik, tahap demi tahap, mereka bukan hanya “bermain” untuk tanaman bahan pangan non-kayu; ketika ada ide untuk mensedekahkan bibit tanaman kayu seperti alpukat, durian, nangka, jengkol, dan kabau sebenarnya mereka sudah masuk pada tataran tata kelola pohon atau tree landscape governance. Kami memprediksi, lambat laun, identitas beberapa tanaman keras yang disedekahkan pada Hari Sedekah Bumi (seperti alpukat, durian, nangka, jengkol dan lainnya) akan menjadi identitas pohon perempuan. Meminjam deskripsi Colfer et al. (2016) disebutkan bahwa pengelolaan hutan lestari tidak akan mungkin tanpa kejelasan lebih lanjut tentang kepemilikan lahan dan pohon. Pertanyaan terdalam kami untuk strategi gerakan dari akses lahan non-kayu dan tanaman pangan menuju ke tanaman keras mengikuti (secara tidak sengaja) pola akses lahan dan pohon seperti kajian perempuan dan hutan dari berbagai belahan dunia (Colfer, 2017). Pelajaran yang dapat dipetik dari studi-studi terdahulu itu menjelaskan relasi antara kepemilikan pohon dan perempuan; konteks relasi berkaitan dengan proses penguasaan dan pemanfaatan – inilah yang menjadi inti dari perjuangan dan perubahan yang diakukan oleh komunitas perempuan lokal
Membangun Jalan Perubahan
26
Bagian akhir dari Kata Pengantar kami berdua ini berkenaan dengan pertanyaan kritis dan otokritik, termasuk di dalamnya memuat hadirnya disrupsi informasi. Dalam perspektif kritis, tren wajah gerakan sosial menampakkan wajah mirip tujuan popularitas dan selebritas. Apakah perubahan menuju penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), Hak Asasi Perempuan (HAP), dan Hak Asasi Anak (HAN) dari kelompok masyarakat paling marginal itu, bila mereka berpindah dari bukan siapa-siapa menjadi pahlawan atau pionir (populer dengan istilah from zero to hero), adalah salah satu bentuk bagi gerakan perempuan lokal? Pertanyaan kritis itu penting mengingat isu ketergantungan versus independensi, kapan dan bagaimana bentuknya. Barangkali diskusi tentang bargaining to patriarchy (Agarwal, 2017) perlu menjadi pertimbangan, sebab patriarki juga tidak selalu berwajah laki-laki, tetapi harus dibaca sebagai maskulinitas. Isu kritis lainnya tentang gerakan perempuan lokal adalah produksi skala makro atau dorongan agar melakukan produksi secara besar-besaran demi memenuhi permintaan global. Studi Elias dan Carney (2017) menjelaskan perbandingan menarik antara pengalaman produksi lokal dan masuknya dana secara besar-besaran. Misalnya, produksi Shea Butter di Burkina Faso, Afrika Barat, di mana produk Shea dijadikan jalan masuk advokasi akses hutan. Kami setuju dengan peringatan dari Elias dan Carney (2017) yang mana produksi massal dan cita-cita ekstensi produk hutan non-kayu untuk pasar yang luas justru bisa mematikan gerakan perempuan di tepian hutan. Sebab sesungguhnya,
proses produksi massal yang luas itu justru akan memudarkan reputasi dan martabat sosial keagenan perempuan. Pada kasus Shea Butter itu, untuk kebutuhan global, akhirnya produksi Shea Butter menerapkan teknologi pertanian bermesin, di mana perempuan tersingkir.
27
Singkatnya, buku yang telah tersaji di depan kita ini adalah produk dari perjuangan komunitas perempuan yang perlu dibaca dan dimaknai sebagai inisiatif perubahan. Setiap aktivisme komunitas perlu dilihat dari berbagai sisi; keberhasilan yang dicapai tidak selalu mudah untuk diulangi di tempat lain. Demikian pula dengan kendala yang menghadang di depan mereka, mungkin di tempat lain bisa diatasi dengan lebih mudah. Kami memprediksi akan ada seri lanjutan dari buku ini, dengan cerita perjuangan pelestarian hutan, pohon, dan inisiasi-inisiasi perluasan gerakan yang lebih menarik. Referensi:
Carol J. Pierce Colfer, Bimbika Sijapati Basnett and Marlène Elias (eds.) (2016). Gender and Forests: Climate Change, Tenure, Value Chains and Emerging Issues. London and New York: Routledge. https://www.cifor.org/knowledge/ publication/6077/ Colfer, Carol J.Pierce. 2017. On communication among “unequals”. In Carol J. Pierce Colfer, Marlène Elias, Susan Stevens Hummel, and Bimbika Sijapati Basnett (eds.) The Earthscan Reader on
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Agarwal, Bina. 2017. A feminist in the forest: Situated knowledges and mixing methods in natural resource management. In Carol J. Pierce Colfer, Marlène Elias, Susan Stevens Hummel, and Bimbika Sijapati Basnett (eds.) The Earthscan Reader on Gender and Forest. Routledge: Oxon, New York, Center for International Forestry Research. pp. 123-152. https://www. cifor.org/publications/pdf_files/Books/BColfer1702.pdf
28
Gender and Forest. Routledge: Oxon, New York, Center for International Forestry Research. pp 61-79. https://www.cifor. org/publications/pdf_files/Books/BColfer1702.pdf Elias, Marlène and Judith Carney. 2017. African shea butter: A feminized subsidy from nature. In Carol J. Pierce Colfer, Marlène Elias, Susan Stevens Hummel, and Bimbika Sijapati Basnett (eds.) The Earthscan Reader on Gender and Forest. Routledge: Oxon, New York, Center for International Forestry Research. pp. 179-202. https://www.cifor.org/publications/ pdf_files/Books/BColfer1702.pdf Hendrastiti, Titiek Kartika and Siti Kusujiarti. 2023. “They Dare to Speak: Uncovering Women’s Hidden Agency”. In Lina Knorr, Andrea Fleschenbreg, Sumrin Kalia, Claudia Derichs (eds.), Local Responses to Global Challenges in Southeast Asia: A Transregional Studies. World Scientific. https://worldscientific.com/ worldscibooks/10.1142/12839#t=aboutBook Hoskins, Marilyn W. 2016. Gender and The Roots Of Community Forestry, in Carol J. Pierce Colfer, Bimbika Sijapati Basnett and Marlène Elias (eds.) (2016). Gender and Forests: Climate Change, Tenure, Value Chains and Emerging Issues. London and New York: Routledge. pp. 17- 32. https://www.cifor.org/ knowledge/publication/6077/
Membangun Jalan Perubahan
Mohanty, Chandra T. 2008. “Under Western Eyes: Feminist Scholarships and Colonial Discourses”, in The Post Colonial Studies Reader, Second edition, edited by Bill Ashcroft, Gareth Griffiths, and Helen Tiffin, 242-245, London-New York: Routledge. Nightingale, Andrea. 2017. A feminist in the forest: Situated knowledges and mixing methods in natural resource management. In Carol J. Pierce Colfer, Marlène Elias, Susan Stevens Hummel, and Bimbika Sijapati Basnett (eds.) The Earthscan Reader on Gender and Forest. Routledge: Oxon, New York, Center for International Forestry Research. pp. 109-122. https://www.cifor.org/publications/pdf_files/Books/ BColfer1702.pdf
Membangun Jalan Membangun JalanPerubahan Perubahan Rita Wati
30
Rita Wati “ Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Saya mulai menyadari bahwa hubungan perempuan dan hutan adalah sangat erat. Baik terkait tubuh perempuan terutama organ tubuh yang terkait menstruasi, hamil, menyusui dan melahirkan, peran perempuan di ranah rumah tangga (domestik) terkait pangan, air dan kesehatan, di ranah produktif dan komunitas. Apabila hutan rusak, perempuanlah yang terkena dampak yang sangat besar.
1
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
32
N
ama saya, Rita Wati. Saya dilahirkan di Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong pada 5 Januari 1969. Saya adalah anak pertama dari enam bersaudara yang terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki. Ibu bernama Ratna, dan bapak bernama Sutisna. Ibu dan bapak bersuku Sunda. Ibu berasal dari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat dan bapak berasal dari Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ibu dan bapak adalah petani.
2
Saya sempat mengenyam pendidikan hingga ke tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Setelah tamat SMA pada tahun 1989, saya bekerja di Koperasi Unit Desa (KUD) Harapan Mulia di Desa Pal VIII. Awalnya, saya ditugaskan untuk membeli, mengatur dan menjual barang. Setelah beberapa bulan, saya ditugaskan menjadi kasir. Setahun saya menjadi kasir, koperasi melakukan rapat anggota luar biasa karena bendahara koperasi tidak aktif, dan saya dipercaya menjadi bendahara.
3
Saya menikah pada 1991. Suami bernama Suyoto. Dia berasal dari Pulau Jawa. Dia bekerja sebagai penambang emas tradisional. Setelah menikah, saya berhenti bekerja di koperasi, dan mulai mengurusi kebun. Saya dan saudara-saudara saya diwariskan dan mendapat bagian kebun dari orangtua. Di kebun, saya menanam padi darat, jagung, kacang tanah, kacang kedelai, cabai, cung, sawi, timun, lumai dan lainnya.
4
Setahun setelah menikah, atau tepatnya pada 2 Mei 1992, saya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Cecep Hidayah. Saat Cecep mulai bersekolah di Sekolah Dasar (SD), suami tidak lagi bekerja di tambang emas tradisional. Selain ikut mengurusi kebun, suami juga sesekali bekerja di perusahaan perkebunan kopi di Kabupaten Lebong.
5
Saya melahirkan anak kedua yang juga laki-laki, dan diberi nama Rio Rahmadi pada 18 Desember 2000. Kelahiran Rio mendorong saya untuk membuka usaha berupa warung di rumah yang menjual beragam kebutuhan rumah tangga atau sembilan bahan pokok. Ketika Rio mulai bersekolah di taman kanak-kanak (TK) pada tahun 2005, saya juga mulai berjualan makanan ringan ke sekolah-sekolah.
6
Pada tahun 2014, saya mulai berjualan sayuran di pasar kalangan atau pasar tradisional yang dibuka seminggu sekali di Desa Pal VIII dan desa sekitarnya dengan cara berpindah-pindah mengikuti hari pasar di masing-masing desa. Selanjutnya, saya berjualan di pasar di Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu. Di Kabupaten Lebong dan Bengkulu Utara, saya berjualan pada siang hari, sedangkan di Kota Bengkulu pada malam hari. Pergi ke
7
33
Rita Wati
Suami jarang di rumah karena mencari nafkah di lokasi tambang emas tradisional. Terkadang satu atau tiga bulan tidak pulang ke rumah, bahkan pernah sampai sembilan bulan. Lokasi suami bekerja berpindah-pindah. Selain di Kabupaten Lebong, suami juga pernah bekerja di pertambangan emas tradisional di Batam dan Jawa Barat.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
34
dan pulang dari pasar, saya menumpang mobil angkutan umum. 8
Saya berhenti berjualan sayuran di pasarpasar pada tahun 2016. Saya berhenti karena sakit. Sembuh dari sakit, saya kembali mengurusi kebun, dan mulai sering mencari pekerjaan sebagai upahan di kebun orang lain. Dua tahun setelah berhenti berjualan sayuran, suami mengalami sakit. Setelah dirawat di rumah selama hampir satu tahun, tepatnya pada 25 November 2019, suami meninggal dunia.
9
Di desa, saya termasuk orang yang kurang aktif berorganisasi. Saya hanya aktif di Kelompok Majelis Taklim Al-Istiqomah sejak tahun 2001. Dua tahun menjadi anggota, saya dipercaya menjadi sekretaris. Setelah 10 tahun menjadi sekretaris, saya mengundurkan diri. Lima tahun kemudian, saya kembali dipercaya menjadi sekretaris sampai saya mengundurkan diri lagi pada tahun 2018 karena saya dipercaya menjadi Bendahara KUD Harapan Mulia.
10
Bila ada warga yang menggelar hajatan pernikahan, saya biasanya dipercaya menjadi sekretaris panitia. Tugas sekretaris adalah mencatat nama-nama perempuan yang datang membawa baskom berisi beras, sayuran atau ayam yang diberikan kepada warga yang menggelar hajatan untuk dimasak menjadi menu makanan yang akan disajikan kepada tamu. Kegiatan memasak menu makanan dilakukan secara bergotong-royong oleh perempuan atau disebut dengan istilah rewangan.
11
Pencatatan nama-nama perempuan yang
35
memberikan sumbangan tersebut perlu dilakukan karena setelah acara selesai, warga yang menggelar hajatan akan membagikan nasi dan menu yang telah dimasak kepada mereka. Pembagiannya dilakukan dengan memasukan nasi dan menu makanan ke dalam rantang yang diantar secara bergiliran ke rumah-rumah pemberi sumbangan. 12
Bila ada warga yang meninggal dunia, saya juga ikut bergotong-royong bersama perempuan lainnya memasak kue dan menu makanan untuk keluarga yang mengalami musibah dan tamu yang menghadiri takziah yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut pada malam hari. Begitu pula saat lembaga adat di desa menggelar tradisi tahunan Sedekah Bumi, saya sering dipercaya menjadi bendahara dan ikut bergotong-royong bersama perempuan lainnya memasak kue dan menu makanan yang akan disajikan untuk tamu acara Sedekah Bumi.
13
Rita Wati
Selain sebagai sekretaris panitia, saya juga sering ditugaskan menjadi anggota tim penyaji kue dan menu makanan untuk tamu. Bila tidak diberi tugas menjadi sekretaris atau penyaji kue dan menu makanan untuk tamu, saya akan ikut rewangan bersama perempuan lainnya untuk memasak beragam jenis kue dan menu masakan.
S
aya baru mengetahui TNKS saat mengikuti kegiatan di Kantor TNKS (Kantor Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Balai Besar
14
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
36
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
TNKS, Bengkulu – Sumatera Selatan) di Kota Curup, Ibukota Kabupaten Rejang Lebong, pada 20 – 21 Mei 2017. Saya mengikuti kegiatan tersebut setelah saya menghadiri pertemuan yang membahas tentang hutan di rumah Pak Iis (Iis Sugiarto, Sekretaris Desa Pal VIII) pada 14 Mei 2017. Dalam kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup, saya baru mengetahui bahwa kehutanan atau hutan larangan yang saya kenal sejak kecil adalah TNKS. 15
Orangtua sempat mengelola kebun kakak ibu di hutan larangan untuk menanam padi darat, labu, timun, cabai dan lainnya selama hampir tiga tahun sejak tahun 1970. Saat masih bayi, saya tinggal bersama dengan orangtua di pondok di kebun. Saya pernah nyaris dibawa pergi oleh beruk saat sedang tidur di pondok, sedangkan orangtua sibuk bekerja. Dua tahun kemudian, orangtua meninggalkan kebun di hutan larangan karena kakak ibu ingin kembali mengelolanya. Selanjutnya, orangtua mengelola kebun warga di desa.
16
Pengetahuan yang saya miliki tentang hutan larangan sangat menakutkan. Selain tidak boleh digarap, pepohonan di hutan larangan juga tidak boleh ditebang. Bahkan, memungut ranting pepohonan yang sudah jatuh di tanah untuk kayu bakar saja tidak boleh. Bila ketahuan atau kepergok menggarap, menebang pohon atau memungut kayu bakar di hutan larangan akan ditangkap oleh
37
petugas kehutanan. Dulu, kami juga menyebut petugas kehutanan sebagai polsus (polisi khusus), bukan polhut (polisi hutan). 17
Sekitar tahun 2006, kakak ipar dan paman saya sempat ditangkap oleh petugas kehutanan. Mereka ditangkap karena membawa kayu dari hutan larangan. Mereka dibawa ke kantor polisi dan diverbal (diperiksa). Setelah diverbal, mereka diperbolehkan pulang karena mereka bukan penebang kayu, melainkan bekerja sebagai pengangkut kayu. Lantas, petugas kehutanan menangkap penebang kayu.
18
Rita Wati
Sekitar tahun 1993, warga Desa Pal VIII pernah dicekam ketakutan oleh tindakan petugas kehutanan yang mendatangi hampir semua rumah warga untuk mencari tahu apakah di sekitar rumah terdapat kayu. Jika menemukan ada kayu, petugas akan menanyakan asalnya. Bila berasal dari hutan larangan, kayu dan pemilik rumah akan dibawa oleh petugas. Akibatnya, nyaris semua bapak-bapak bersembunyi atau pergi dari rumah untuk sementara waktu. Hanya ibu-ibu yang tidak bersembunyi dan berani untuk menemui petugas kehutanan.
S
aat mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup pada akhir Mei 2017, saya hadir bersama Ibu Prisnawati yang merupakan Kepala Desa Pal VIII, Ibu Liswanti dan Ibu Purwani.
19
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
38
Selain kami, hadir juga perwakilan perempuan dari Desa Babakan Baru, Karang Jaya dan Sumber Bening. Kami saling berbagi cerita tentang perubahan kondisi hutan TNKS dan dampaknya terhadap perempuan. Saya mulai menyadari bahwa hubungan perempuan dan hutan adalah sangat erat. Baik terkait tubuh perempuan terutama organ tubuh yang terkait menstruasi, hamil, menyusui dan melahirkan, peran perempuan di ranah rumah tangga (domestik) terkait pangan, air dan kesehatan, di ranah produktif dan komunitas. Apabila hutan rusak, perempuanlah yang terkena dampak yang sangat besar.
21
Misalnya terkait pangan, hutan merupakan penyedia pangan seperti sayur dan buah, dan sumber pendapatan untuk membeli pangan. Kerusakan hutan akan berdampak negatif terhadap ketersediaan pangan dan sumber pendapatan bagi perempuan dari hutan, dan juga akan berdampak negatif terhadap kebun di luar hutan yang juga sumber pangan dan pendapatan bagi perempuan. Kerusakan hutan bisa mengurangi ketersediaan air, menurunkan kesuburan tanah, meningkatkan suhu, meningkatkan hama dan penyakit tanaman, dan mengurangi jumlah hewan penyerbuk untuk tanaman di kebun.
22
Hubungan perempuan dan pangan sangatlah erat. Selain menjadi sumber pangan untuk anak saat hamil dan menyusui, perempuan juga berperan besar sebagai penghasil dan penyedia
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
20
39
23
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan memiliki hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup. Hak-hak tersebut antara lain: hak untuk hidup aman, tenteram dan damai; hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin; hak atas informasi; hak untuk berkomunikasi; hak akses partisipasi; hak akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; hak untuk mengajukan usul dan atau keberatan terhadap rencana usaha dan atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup; hak untuk mendapatkan pendidikan; hak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup; hak untuk menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan; hak untuk memanfatkan hutan; dan hak untuk memanfaatkan hasil hutan. Tidak peduli perbedaan
Rita Wati
pangan untuk keluarga dan masyarakat. Begitu pula terkait air, kerusakan hutan bisa berdampak negatif perempuan baik bagi tubuh perempuan, maupun untuk melakukan pekerjaan di rumah dan kebun, dan kegiatan sosial. Bukan hanya untuk diminum, air sangat penting bagi perempuan saat menstruasi, hamil dan menyusui, dan untuk memasak, mencuci dan sebagainya, dan juga kegiatan sosial seperti rewangan. Di lain sisi, kerusakan hutan juga bisa mengakibatkan bencana longsor dan banjir yang akan berdampak sangat buruk terhadap perempuan. Saya pun mulai menyadari arti penting kelestarian hutan bagi kehidupan, penghidupan dan pengetahuan perempuan.
40
latar belakang yang dimiliki seperti suku, agama, tingkat pendidikan, status pernikahan dan lainnya, semua perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati hak-hak tersebut. Dari kegiatan tersebut, saya bersama Ibu Prisnawati, Ibu Liswanti dan Ibu Purwani berinisiatif membentuk kelompok dengan mengajak perempuan lainnya. Pada 9 Juli 2017, kami mengundang perempuan lainnya agar menghadiri pertemuan di Balai Desa Pal VIII. Dalam pertemuan yang disaksikan oleh Imam Desa, Pak Asikin, kami yang hadir, yakni saya, Ibu Liswanti, Ibu Purwani, Ibu Prisnawati , Ibu Heni, Ibu Elizar, Ibu Kayum, Ibu Yuli Pranita, Ibu Hera, Ibu Linda dan Ibu Septiana bersepakat membentuk Kelompok Perempuan Peduli Lingkungan (KPPL) Maju Bersama. Saya dipercaya menjadi Ketua KPPL Maju Bersama, Ibu Liswanti sebagai Sekretaris KPPL Maju Bersama, dan Ibu Purwani sebagai Bendahara KPPL Maju Bersama. Selanjutnya, kami mengajak perempuan lainnya, sehingga anggota bertambah menjadi 20 orang.
25
Pada 12 Agutus 2017, KPPL Maju Bersama mengadakan peresmian kelompok dengan mengundang Wakil Bupati Rejang Lebong, pihak Balai Besar TNKS yang dihadiri oleh Pak Sutoto (Kepala Resort Rejang Lebong Balai Besar TNKS) dan Pak Yudi (Yudi Lesmana), dan para pejabat dari instansi pemerintahan di tingkat kabupaten dan provinsi, akademisi dari Universitas Bengkulu seperti Pak Yansen (Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu), dan kepala desa tetangga. Dalam dialog, saya dan Ibu Prisnawati menyampaikan keinginan KPPL Maju
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
24
41
Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS, dan meminta dukungan dari para pihak. Para pihak tersebut merespon positif dan bersepakat untuk mendukung. 26
Pada 31 Oktober 2017, saya dan perwakilan perempuan desa sekitar TNKS beraudiensi dengan Plt. Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah. Setelah makan siang bersama Pak Rohidin di salah satu rumah makan di Kota Bengkulu, saya juga menyampaikan keinginan KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS, dan meminta dukungan. Setelah mendengarkan apa yang disampaikan, Pak Rohidin menyatakan dukungannya.
27
Beberapa minggu kemudian, saya dan perwakilan perempuan desa sekitar TNKS
28
Rita Wati
Setelah peresmian, KPPL Maju Bersama mulai sering berkegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup. Saat berkegiatan bersama dengan Pak Zai (Muhammad Zainuddin, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Balai Besar TNKS) pada 15 September 2017, saya kembali menyampaikan keinginan KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS, dan meminta diinformasikan cara dan dikuatkan kapasitas KPPL Maju Bersama agar bisa terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS. Keinginan kami direspon positif oleh Pak Zai dengan menawarkan kerjasama antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
42
diundang untuk bertemu dengan Pak Arief (Arief Toengkagie, Kepala Balai Besar TNKS) di Kantor TNKS di Kota Curup pada 21 November 2017. Dalam pertemuan yang juga dihadiri Pak Iwin (Iwin Kasiwan, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Balai Besar TNKS), Pak Zai dan jajarannya, saya kembali menyampaikan keinginan KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS, dan meminta dukungan. Pak Arief juga menyampaikan apresiasi dan dukungannya, bahkan menilai kami bisa menjadi pemicu di Indonesia. 29
Setelah itu, kami membuat peraturan atau anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ ART) kelompok. Setelah KPPL Maju Bersama memiliki AD/ART, saya dan pengurus beraudiensi dengan Kepala Desa Pal VIII dan menyampaikan permohonan untuk membuat legalitas kelompok. Kemudian, saya dan pengurus menyusun proposal kerjasama yang saya serahkan dengan Pak Arief pada 9 Januari 2018 di Kota Curup. Saat menerima proposal, Pak Arief mengatakan Balai Besar TNKS akan memprosesnya, sembari menunggu Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan peraturan tentang kerjasama kemitraan konservasi. Selain itu, Pak Arief meminta KPPL Maju Bersama untuk menyusun rancangan rencana kegiatan yang akan dilakukan.
30
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada 13 Januari 2018, saya dan semua pengurus dan anggota KPPL Maju Bersama mengadakan pertemuan untuk membahas jenis tumbuhan di
43
hutan TNKS yang akan dimanfaatkan. Diawali dengan mencatat jenis-jenis tumbuhan di hutan TNKS yang potensial untuk dimanfaatkan, hasilnya tercatat sebanyak 25 jenis. Dari 25 jenis tersebut, kami akhirnya memilih 10 jenis tumbuhan yang masuk daftar prioritas dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan, cara pemanenan, lokasi, perkembangbiakan dan hubungan dengan pengelolaan hutan atau konservasi.
Selanjutnya, pada 14 Maret 2018, kami dilatih oleh Pak Zul (Zulpadli) dari Balai Besar TNKS mengenai pemetaan partisipatif. Setelah itu, pada 20 April 2018, kami ditemani oleh Pak Sutoto dari Balai Besar TNKS, Intan Yones Astika dari Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan
32
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
31
Rita Wati
Dari 10 jenis tumbuhan tersebut, selanjutnya kami kembali mempertimbangkan aspek pemanfaatan dan pemanenan mencakup bagian yang dimanfaatkan, manfaatnya, proses pemanenan, periode pemanenan dan potensi ekologi dan dampak lingkungan hidup dari pemanenan, dan pengelolaan meliputi ancaman terhadap tumbuhan dan sistem pengelolaan, dan akhirnya kami bersepakat memilih kecombrang dan pakis sebagai prioritas utama. Biasanya, kecombrang dan pakis dimanfaatkan oleh perempuan untuk diolah menjadi menu masakan untuk keluarga di rumah atau untuk disajikan kepada tamu hajatan. Namun, terkait rencana memanfaatkan potensi kecombrang dan pakis di hutan TNKS, kami berencana akan memanfaatkannya untuk merintis usaha ekonomi produktif dengan mengolahnya menjadi minuman dan makanan kemasan.
44
Dunia (KPPSWD) melakukan survei di kawasan TNKS sekaligus mengambil titik-titik koordinat lokasi yang ditemukan banyak pohon kecombrang dan pakis. Lalu, upaya selanjutnya yang kami lakukan bersama Balai Besar TNKS adalah menyusun rancangan perjanjian kerjasama (PKS), rencana pelaksanaan program (RPP) dan rencana kerja tahunan (RKT) pada 17 Juli 2018 di Kantor TNKS di Kota Curup. Beberapa hari kemudian, pada 27 Juli 2018, Pak Tamen (Tamen Sitorus, Kepala Balai Besar TNKS) yang menggantikan pak Arief yang pensiun, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Rejang Lebong. Mendapatkan informasi tersebut, saya dan anggota KPPL Maju Bersama berinisiatif untuk menemui Pak Tamen. Dalam pertemuan dengan Pak Tamen yang didampingi oleh Pak Iwin, Pak Zai dan jajarannya, saya kembali menyampaikan keinginan KPPL Maju Bersama untuk terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan kecombrang dan pakis di hutan TNKS. Saya juga menyampaikan apa saja yang sudah kami lakukan untuk bekerjasama. Pak Tamen merespon positif dan berjanji akan segera menyampaikan surat permohonan persetujuan kerjasama antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS ke Pak Wiranto (Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
34
Pada September 2018, KPPL Maju Bersama berkegiatan dengan para dosen dari Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Bengkulu, yakni Ibu Yessy (Yessy Rosalina), Ibu Devi (Devi Silsia) dan Ibu Tuti (Tuti Tutuarima) yang tertarik dengan
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
33
45
rencana KPPL Maju Bersama merintis usaha ekonomi produktif dengan mengolah kecombrang menjadi minuman dan makanan. Dalam kegiatan tersebut, saya menyampaikan keinginan untuk bekerjasama dengan Jurusan Teknologi Pertanian terkait pengolahan kecombrang, dan keinginan tersebut direspon poisitif oleh Ibu Yessy, Ibu Devi dan Ibu Tuti dengan menyarankan agar KPPL Maju Bersama mengirimkan surat permohonan.
Pada 19 Desember 2018, saya dan seluruh pengurus dan anggota bersama Pak Sutoto, Ibu Emi (Emi Hayati Danis), Pak Yudi, Pak Zulpadli, Pak Intsia dan Pak Edi (Edi Sriyanto) dari Balai Besar TNKS mengidentifikasi dan menginventaris potensi kecombrang dan pakis di hutan TNKS. Lalu, pada 20 Desember 2018, kami diajak untuk memfinalkan rancangan PKS, RPP dan RKT di Kantor TNKS di Kota Curup. Tak lama setelah itu, kami mendapat kabar bahwa surat permohonan untuk mendapatkan persetujuan kemitraan konservasi
36
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
35
Rita Wati
Beberapa waktu kemudian, saya mendapat kabar dari Pak Zai bahwa surat permohonan persetujuan kerjasama belum dikirimkan kepada Pak Wiratno karena areal yang diusulkan berstatus zona pemanfaatan. Berdasarkan peraturan tentang kemitraan konservasi (Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.6/KSDAE/SET/Kum.1/2018 Tentang Petunjuk Teknis Kemitraan Konservasi Pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam), zona yang cocok untuk kerjasama adalah zona tradisional. Sehingga, pihak Balai Besar TNKS perlu merevisi zona terlebih dahulu.
46
sudah dikirim oleh Pak Tamen kepada Pak Wiratno. Pada 5 Maret 2019, saya dan Pak Tamen menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS di Kota Bengkulu. Dengan menandatangani perjanjian kerjasama, KPPL Maju Bersama menjadi kelompok perempuan desa pertama di Indonesia yang mendapatkan legalitas hak untuk mengelola kawasan hutan dan memanfaatkan hasil hutan. Pada tanggal yang sama, KPPL Maju Bersama juga menandatangani perjanjian kerjasama dengan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu tentang pendampingan pengembangan produk olahan berbahan baku kecombrang dari TNKS untuk menjadi produk unggulan daerah.
38
Secara bertahap, KPPL Maju Bersama membudidayakan kecombrang di areal kerjasama seluas 10 hektar. Hingga akhir tahun 2020, tercatat sudah 2.500 batang kecombrang yang ditanam di areal seluas 2,5 hektar. Budidaya kecombrang dilakukan tanpa menebang pepohonan atau ditanam di bawah tegakan pepohonan. Selain itu, KPPL Maju Bersama juga merintis usaha ekonomi produktif dengan mengolah kecombrang menjadi minuman dan makanan, dan pakis menjadi makanan.
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
37
ggg
39
S
aya dan teman-teman KPPL Maju Bersama tidak hanya berkegiatan terkait budidaya dan pemanfaatan
47
kecombrang dan pakis di hutan TNKS. Kami juga mengajak perempuan lainnya baik penggarap hutan TNKS maupun bukan penggarap untuk mengembangkan pola kebun campur di kebun kopi untuk menjaga ketahanan pangan, ketahanan air dan ketahanan iklim. 40
Pembagian bibit pepohonan tersebut dilakukan saat lembaga adat bersama masyarakat desa menggelar tradisi tahunan sedekah bumi yang dilakukan setiap bulan Muharram. Kami menamakan kegiatan pembagian bibit pepohonan tersebut dengan istilah Sedekah Pohon untuk Bumi. Kami sengaja melakukannya karena kami menilai pelaksanaan tradisi Sedekah Bumi perlu dilengkapi dengan tindakan menanam pepohon untuk memperbaiki dan melestarikan bumi yang merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan pengetahuan manusia, termasuk perempuan. Sehingga, tradisi Sedekah Bumi dilakukan bukan hanya dengan menghaturkan rasa bersyukur dan berdoa, makan bersama dan membagikan makanan kepada masyarakat.
41
Rita Wati
Untuk mengajak perempuan lainnya mengembangkan kebun campur, kami melakukan pembibitan bibit alpukat, nangka, durian, jengkol, kabau dan lainnya secara swadaya untuk diberikan kepada perempuan secara gratis agar ditanam di kebun. Pemilihan jenis pepohongan tersebut, kami lakukan bersama dengan perempuan desa lainnya yang bukan anggota KPPL Maju Bersama pada 5 Juni 2018.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rita Wati
48
42
Untuk bisa melakukan kegiatan Sedekah Bumi, awalnya saya menemui para tetua adat. Setelah saya memberitahukan tujuan memberikan bibit pepohonan untuk mengajak perempuan mengembangkan pola kebun campur di kebun kopi, para tetua adat menyetujui rencana kami memberikan bibit pepohonan secara simbolis dalam prosesi Sedekah Bumi. Kami mulai melakukan kegiatan Sedekah Pohon untuk Bumi sejak tahun 2018. Hingga tahun 2022, kami sudah membibitkan dan membagikan sebanyak 1.000 bibit alpukat, nangka, jengkol, kabau dan durian. Saat memberikan bibit pepohonan secara simbolis pada prosesi Sedekah Bumi dan pembagiannya setelah tradisi Sedekah Bumi dilakukan, saya juga selalu menyampaikan arti penting TNKS dan tujuan mengembangkan pola kebun campur.
Membangun Jalan Perubahan Purwani
50 42
Purwani “
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Selain menyadari arti penting kelestarian hutan, saya juga mulai menyadari bahwa perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan antara lain hak untuk terlibat mengelola kawasan hutan; hak untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu; hak untuk mendapatkan peningkatan kapasitas; hak atas informasi; hak untuk berkomunikasi; dan hak-hak lainnya.
43
Membangun Jalan Perubahan
Purwani
52
S
aya adalah seorang perempuan yang lahir pada 14 Januari 1972 di Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong, dan diberi nama Purwani. Saya adalah anak bungsu dari empat bersaudara, yang terdiri dari tiga orang perempuan dan satu orang laki-laki. Ibu bernama Sariem, dan bapak bernama Martodimejo. Ibu dan bapak bersuku Jawa, dan berasal dari Kota Purworejo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
44
Ibu dan bapak adalah petani. Mereka menanam padi darat dan sayuran di kebun. Sejak bayi, saya sering diajak oleh orangtua ke kebun. Bahkan, saya juga sering diajak oleh orangtua menginap di pondok di kebun. Ketika sudah mulai besar, saya sering ikut menanam padi dan sayuran.
45
Saat saya duduk di bangku kelas 4 SD, ibu merintis usaha di rumah dengan membuka warung yang menjual berbagai barang kebutuhan rumah tangga. Seminggu sekali, ibu juga menjual beragam makanan seperti lotek, lontong dan lainnya. Selain itu, ibu juga membuat beragam makanan ringan untuk dijual dengan cara dititipkan di warung lain.
46
Sejak ada warung dan usaha menjual beragam makanan, saya jarang ke kebun. Selain menjaga warung dan melayani pembeli, saya juga sering membantu ibu untuk menyiapkan bahan-bahan yang akan diolah untuk membuat berbagai makanan, dan mengantar beragam makanan ringan ke warung-warung.
47
Dari SD hingga SMP (Sekolah Menengah Pertama), saya bersekolah di Desa Pal VIII. Saat SMA, saya melanjutkannya di Kota Curup. Karena lokasi sekolah dari desa berjarak cukup jauh, saya dititipkan oleh orangtua untuk menetap di rumah paman yang tinggal di asrama TNI (Tentara Nasional Indonesia) Angkatan Darat di Kota Curup. Setelah lulus SMA, saya mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Namun, saya tidak lulus, dan saya pulang ke desa. Sambil membantu ibu menjalankan usahanya, saya mengikuti kursus-kursus.
48
Saya sempat merantau ke Kota Jambi, Jambi dan bekerja di perusahaan perkebunan karet. Namun, hanya sebulan. Saya kembali ke Desa Pal VIII, dan mendapat pekerjaan di KUD Harapan Mulia. Belum lama bekerja di KUD Harapan Mulia, saat keluarga yang tinggal di Kota Purworejo berkunjung ke desa, saya memutuskan untuk ikut dengannya guna mencari pekerjaan di Kota Purworejo, yang merupakan tempat kelahiran kedua orangtua.
49
Di Kota Purworejo, saya bekerja di toko. Hanya delapan bulan. Kemudian, saya ke Jakarta, dan bekerja di perusahaan konveksi. Beberapa bulan kemudian, saya pindah ke Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dan bekerja di pabrik kertas selama empat bulan. Berhenti bekerja di pabrik kertas, saya ke Kota Solo, Jawa Tengah mengikuti keluarga
50
53
Purwani
Setahun Ibu menjalankan usaha warung dan makanan, orangtua membeli sawah. Dengan adanya sawah, lahan yang dulunya dimanfaatkan untuk bertanam padi darat dan sayuran, mulai dimanfaatkan untuk bertanam kopi dan sayuran.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
54
yang datang dari Kota Solo, yang bekerja di Singapura sebagai tenaga kerja Indonesia, untuk melamar menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Namun, saya tidak lulus seleksi. Hasil pemeriksaan kesehatan melalui rontgen, saya diketahui mempunyai penyakit pembengkakan pada jantung. Lalu, saya kembali pindah ke Jakarta. Tidak lama menganggur, saya mendapatkan pekerjaan di salah satu plaza. Bekerja di plaza, saya bertemu dengan seorang laki-laki bernama Junaidi yang merupakan rekan kerja, yang kemudian menikah dengan saya. Kami menikah pada tahun 2002, dan menetap di Jakarta. Pada tahun 2003, saya melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Aldi Purnaidi.
52
Tahun 2010, saya bersama anak pulang ke Desa Pal VIII. Saya pulang karena ingin merawat ibu. Delapan bulan saya merawat ibu, ibu meninggal dunia. Saya pun melanjutkan usaha warung yang ditinggalkan oleh ibu. Namun, warung mulai sepi pembeli, dan akhirnya ditutup. Lalu, saya bekerja di perusahaan perkebunan teh. Hanya tiga bulan. Kemudian, saya bekerja sebagai tenaga pengajar di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Amanah di Desa Pal VIII. Dua tahun mengajar, atau tepatnya pada tahun 2014, saya dipercaya menjadi Kepala PAUD Amanah. Saya tidak lagi menjadi Kepala PAUD Amanah pada tahun 2018 karena status PAUD akan diubah menjadi PAUD Negeri.
53
Pada tahun 2013, kebun kopi orangtua yang dikelola oleh keluarga dengan pola bagi hasil, dikembalikan ke saya. Untuk membantu
Membangun Jalan Perubahan
Purwani
51
55
mengurusi kebun tersebut, suami berhenti bekerja di Jakarta, dan pindah ke Desa Pal VIII. Hingga sekarang, kebun tersebut diurus oleh saya dan suami. Selain kopi, di kebun juga terdapat alpukat, nangka dan durian. 54
Bila ada warga yang menggelar hajatan pernikahan, saya sering ditugaskan menjadi sekretaris panitia. Jika tidak ditugaskan menjadi sekretaris, saya ikut rewangan bersama kaum perempuan lainnya memasak beragam jenis kue dan menu makanan yang akan dihidangkan untuk tamu. Begitu pula bila ada warga yang mengalami musibah, saya juga ikut bersama perempuan lainnya bergotong-royong memasak kue dan menu makanan untuk keluarga yang mengalami musibah dan tamu yang menghadiri takziah. Pada bulan ramadhan, saya sering dipilih menjadi bendahara panitia ramadhan di masjid.
55
Purwani
Di samping mengajar di PAUD dan berkebun, saya adalah anggota Majelis Taklim Al-Istiqomah sejak tahun 2011. Selain itu, saya menjadi Kader Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Saya juga pernah menjadi Sekretaris Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Pal VIII pada tahun 2017 – 2018.
L
ahir dan dibesarkan di Desa Pal VIII, bahkan saya memiliki kebun yang berbatasan dengan kehutanan atau hutan larangan, namun saya baru
56
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Purwani
56
mengetahui hutan larangan tersebut merupakan TNKS saat mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup pada 20 – 21 Mei 2017. Pengetahuan saya tentang hutan larangan sangat menakutkan. Jangankan untuk digarap dan ditebangi pepohonannya, masuk ke hutan larangan saja dilarang. Kalau ada yang nekat masuk, apalagi menggarapnya, akan ditangkap. 57
Kakak saya, sekitar tahun 2005, pernah ditangkap oleh petugas kehutanan atau lebih dikenal dengan sebutan polsus. Dia ditangkap karena dianggap menebang pohon di hutan larangan. Padahal, dia hanya menggesek (menggergaji) pohon yang roboh, bukan menebang pohon. Kendati demikian, dia tetap dikenakan hukuman penjara selama enam bulan.
58
Saya mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup pada 20 – 21 Mei 2017 setelah saya mengikuti pertemuan di rumah Pak Iis (Iis Sugianto) yang membahas tentang hutan pada 14 Mei 2017. Saat mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup, saya baru menyadari bahwa hutan TNKS sangat penting bagi kehidupan, penghidupan dan pengetahuan perempuan baik terkait tubuh perempuan dan peran perempuan di rumah tangga, di kebun dan kegiatan sosial keagamaan dan budaya.
59
Kerusakan hutan bisa menimbulkan dampak negatif terhadap perempuan. Misal terkait air,
57
bila musim kemarau dan hutan rusak, perempuan bisa mengalami kesulitan untuk mendapatkan air. Padahal, air bukan hanya penting bagi kehidupan (untuk diminum), tapi juga sangat penting bagi perempuan yang sedang menstruasi, hamil dan menyusui. Air juga penting untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah seperti memasak, mencuci dan sebagainya. Selain itu, air juga penting bagi pertanian, dan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti rewangan.
Beberapa minggu setelah terbentuk, KPPL Maju Bersama mengadakan peresmian dengan mengundang banyak pihak antara lain Wakil Bupati Rejang Lebong, Pak Iqbal Bastari, pihak dari Balai Besar TNKS dan lainnya pada 12 Agustus 2017. Selain peresmian, KPPL Maju Bersama mengadakan kegiatan belajar dan praktik membuat pupuk organik. Peresmian dilaksanakan
61
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
60
Purwani
Selain menyadari arti penting kelestarian hutan, saya juga mulai menyadari bahwa perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan antara lain hak untuk terlibat mengelola kawasan hutan; hak untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu; hak untuk mendapatkan peningkatan kapasitas; hak atas informasi; hak untuk berkomunikasi; dan hak-hak lainnya. Setelah menyadari perempuan memilik hak-hak tersebut, saya dan Ibu Rita Wati, Ibu Prisnawati dan Ibu Liswanti bersepakat untuk membentuk kelompok guna memperjuangkan hak-hak. Lalu, pada 9 Juli 2017, saya dan perempuan lainnya berkumpul di Balai Desa Pal VIII untuk musyawarah membentuk KPPL Maju Bersama, dan saya dipercaya menjadi Bendahara KPPL Maju Bersama.
58
di Balai Desa Pal VIII, sedangkan belajar dan praktik membuat pupuk organik dilakukan di rumah Ibu Prisnawati. Saya tidak mengikuti kegiatan peresmian, saya hanya mengikuti kegiatan belajar dan praktik membuat pupuk organik. Setelah itu, saya dan anggota KPPL Maju Bersama mulai memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan. Saat kami berkegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup lagi, kami menyampaikan aspirasi kami melalui Ibu Rita Wati. Ada tiga hal yang disampaikan oleh Ibu Rita Wati kepada Pak Zai. Pertama, niat kami untuk terlibat mengelola TNKS dan memanfaatkan potensi hasil hutan di hutan TNKS, kedua, meminta diinformasikan caranya, dan ketiga, meminta agar dikuatkan kapasitas supaya kami bisa terlibat mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi hasil hutan di TNKS. Alhamdulillah, pak Zai merespon positif aspirasi kami dengan menawarkan untuk bekerjasama.
63
Saya pun mulai sering berkegiatan bersama KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS. Saya dan pengurus serta anggota, misalnya membuat peraturan kelompok, membuat proposal kerjasama, memilih jenis hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS yang akan dimanfaatkan, melakukan pemetaan, menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT, menemui Pak Arief dan Pak Tamen, membuat pembibitan, belajar mengolah kecombrang dan pakis, dan lainnya. Setelah berproses, pada 5 Maret 2019, akhirnya KPPL Maju Bersama menandatangani perjanjian
Membangun Jalan Perubahan
Purwani
62
kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa kecombrang dan pakis. Luas areal kerjasama antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS adalah 10 hektar.
59
Purwani Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Kayum
60
Setelah sering berkegiatan tersebut, saya mulai menyadari arti penting kelestarian hutan untuk perempuan, dan perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup seperti hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan seperti yang diperjuangkan oleh KPPL Maju Bersama terkait hutan TNKS.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Kayum “
Membangun Jalan Perubahan
Kayum
62
64
N
ama saya, Kayum. Saya dilahirkan di Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong pada 5 September 1964. Saya anak keempat dari enam bersaudara, terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki, dari pasangan Rohani dan Ahmad Ripai. Ibu bersuku Rejang, dan bapak bersuku Sunda.
65
Ibu dan bapak adalah petani. Sebelum saya bersekolah di SD, orangtua memanfaatkan kebun untuk bertanam padi darat, kacang kedelai, cabai, cung, daun bawang, perenggi, jagung dan lainnya. Orangtua sering mengajak saya ke kebun. Di kebun, biasanya saya bermain, tidur dan membantu orangtua. Selain ikut memanen sayuran, saya juga sering ikut memotong padi secara bergotongroyong menggunakan ani-ani.
66
Saat bersekolah di SD, orangtua mengganti tanaman di kebun dengan kopi. Orangtua memutuskan untuk mengganti dengan kopi karena program pemerintah, saat itu disebut Bimas (Bimbingan Massal). Kopi yang dibagikan dikenal pula dengan sebutan kopi Bimas. Sepulang dari sekolah, saya masih sering ke kebun untuk membantu orangtua. Terkadang, saya juga membantu untuk mencari kayu bakar.
67
Bila tidak sedang ke kebun, saya biasanya membantu mengerjakan pekerjaan di rumah seperti memasak, membersihkan rumah, membersihkan peralatan makan dan minum serta peralatan memasak. Setelah ibu pulang dari kebun, biasanya saya bermain bersama teman-teman.
68
Setahun setelah saya menamatkan SMP, ibu mulai membuat usaha dengan membuka warung di rumah yang menjual berbagai keperluan rumah tangga. Sejak ibu membuka usaha warung, saya pun mulai agar jarang membantu orangtua di kebun karena diminta untuk membantu menjaga warung. Selain itu, saya juga mulai ikut kursus menjahit.
69
Pada tahun 1987, saya menikah dengan Edi Sunardi, warga Kota Palembang yang bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta. Saya mengenalnya di Kota Palembang, Sumatera Selatan karena setelah tidak lagi bersekolah, saya sering ke Kota Palembang ke rumah bibi. Buah dari pernikahan, saya melahirkan anak perempuan yang diberi nama Nora Estikasari pada tahun 1988. Namun, tidak lama setelah Nora lahir, saya dan suami berpisah (bercerai).
70
Dua tahun setelah berpisah, saya menikah dengan Suroso. Dia pendatang dari Jawa yang bertugas sebagai guru di SMP Negeri 14 di Desa Pal VIII. Buah dari pernikahan dengan suami, saya melahirkan tiga orang anak laki-laki. Yakni, Panji Prakoso yang lahir pada tahun 1991, Dimas Nurcahyo yang lahir pada tahun 1993, dan terakhir bernama Widi Handoko yang lahir pada tahun
71
63
Kayum
Saya bersekolah di SD di Desa Pal VIII, dan SMP di Kota Curup. Sewaktu sekolah di Kota Curup, saya tinggal di rumah bibi. Setelah menamatkan SMP, saya tidak melanjutkan ke jenjang SMA, dan kembali ke Desa Pal VIII. Sama seperti sebelumnya, saya sering membantu pekerjaan orangtua di rumah dan kebun.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
64
2000. Namun, pada tahun 2015, Widi meninggal dunia. Sekitar satu tahun setelah kelahiran Dimas, saya mulai menjalankan usaha berjualan di kantin di sekolah tempat suami bekerja. Saya berjualan beragam makanan seperti soto, mie, lontong, lotek dan lainnya. Saya berhenti berjualan di sekolah pada tahun 2000, setelah Widi lahir, dan kami pindah rumah. Setelah pindah, saya mulai menjalankan usaha membuat beragam macam makanan seperti kue tat, tusuk gigi, keripik ubi sambal dan es mambo yang dititipkan di warungwarung sekitar desa, dan memanfaatkan lahan di sekitar rumah untuk berkebun cabai, tomat, sawi, kacang panjang, kol, buncis, terong dan lainnya. Selain untuk kebutuhan sendiri, hasil panen juga dijual.
73
Pada tahun 2010, suami dipindahtugaskan ke SMP Negeri 33 di Desa Sumberejo Transad, Kabupaten Rejang Lebong dan ditunjuk sebagai kepala sekolah. Sejak suami menjadi kepala sekolah, saya tidak lagi menjalankan usaha membuat dan menjual makanan karena mulai sibuk berkegiatan sebagai Ketua Dharma Wanita di SMP Negeri 33, dan dilibatkan sebagai pengurus TP PKK Kecamatan Bermani Ulu Raya. Selanjutnya, pada tahun 2018 suami kembali dipindahtugaskan ke SMP Negeri 14 dan ditunjuk sebagai kepala sekolah, dan saya juga menjadi Ketua Dharma Wanita di SMP Negeri 14. Pada tahun 2021, suami saya meninggal.
74
Saat ini, saya sudah memiliki enam orang cucu. Tiga orang cucu laki-laki yang dilahirkan
Membangun Jalan Perubahan
Kayum
72
65
oleh Nora, satu orang cucu laki-laki dan satu orang cucu perempuan yang dilahirkan oleh istri Panji, dan satu orang cucu laki-laki yang dilahirkan oleh istri Dimas. ggg
W
75
Pernah suatu waktu, mungkin sekitar tahun 1993, warga Desa Pal VIII dikecam ketakutan oleh ulah petugas kehutanan, yang dikenal dengan sebutan polsus. Selama beberapa hari, mereka mendatangi satu per satu rumah warga untuk mengecek apakah ada kayu yang disimpan di sekitar rumah warga. Bila ada warga yang menyimpan kayu, maka warga tersebut akan
76
Kayum
alau saya lahir dan besar di Desa Pal VIII, namun saya baru mengetahui TNKS setelah saya ikut membentuk KPPL Maju Bersama. Sebelumnya, saya hanya mengenal kehutanan atau hutan larangan, yaitu hutan yang dilarang untuk dimasuki, dilarang untuk menebang pohon dan dilarang untuk digarap menjadi kebun. Cerita yang saya dengar cukup menakutkan. Mengetahui ada petugas kehutanan masuk ke desa untuk berpatroli ke hutan larangan saja, warga merasa ketakutan dan berupaya menghindar agar tidak bertemu dengan petugas.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
66
dimintai keterangan. Bila kayu yang disimpan tidak memiliki tanda dari depot kayu, maka kayu akan dianggap diambil dari hutan larangan. Sehingga, kayu akan diambil oleh petugas kehutanan, dan warga yang menyimpan atau memilikinya akan ditindak. Ulah petugas kehutanan tersebut membuat hampir semua bapak-bapak atau kaum laki-laki ketakutan, kendati tidak semua warga menyimpan dan memiliki kayu. Sehingga, ketika mendapatkan informasi bahwa petugas kehutanan baru tiba di desa, bapak-bapak langsung meninggalkan rumah, dan pergi entah kemana. Hanya ibu-ibu dan anakanak yang tidak meninggalkan rumah dan tidak merasa ketakutan untuk bertemu dengan petugas kehutanan.
78
Selain itu, saya juga pernah mendengar beberapa orang warga Desa Pal VIII yang menggarap hutan larangan dan membawa kayu dari hutan larangan yang ditangkap dan dipenjara, termasuk mendengar cerita tentang pondok kebun di hutan larangan dibakar, dan tanaman kopi yang ditanam oleh penggarap hutan larangan ditebang oleh petugas kehutanan.
Membangun Jalan Perubahan
Kayum
77
ggg
79
O
rang yang pertama kali mengajak saya untuk membentuk KPPL Maju Bersama adalah Ibu Rita Wati. Lalu, saya bersama perempuan lainnya menghadiri pertemuan di Balai
67
80
Saya muai sering berkegiatan dengan pihak Balai Besar TNKS pada tahun 2018 seperti membuat peraturan kelompok, memilih jenis hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS yang akan dimanfaatkan, melakukan pemetaan, menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT, membuat pembibitan, belajar mengolah kecombrang dan pakis, dan lainnya. Setelah sering berkegiatan tersebut, saya mulai menyadari arti penting
81
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Tidak lama setelah terbentuk, KPPL Maju Bersama mengadakan peresmian kelompok dengan mengundang banyak pihak antara lain Wakil Bupati Rejang Lebong, Pak Iqbal Bastari, pihak dari Balai Besar TNKS dan lainnya pada 12 Agustus 2017. Selain peresmian, pada saat bersamaan KPPL Maju Bersama juga belajar dan praktik membuat pupuk organik. Setelah mengikuti kegiatan peresmian, saya juga ikut belajar dan praktik membuat pupuk organik yang menggunakan sekam padi, sekam kopi dan sisa potongan sayur. Selain untuk membuat kebun sayur organik, sebagian pupuk organik yang dihasilkan akan digunakan untuk pembibitan.
Kayum
Desa Pal VIII untuk bermusyawarah membentuk kelompok pada 9 Juli 2017. Saat itu, kami bersepakat membentuk kelompok yang diberi nama KPPL Maju Bersama, dan saya dipercaya menjadi Anggota Pengawas KPPL Maju Bersama. Namun, setelah ada pergantian pengurus pada tahun 2020, saya dipercaya menjadi Ketua Pengawas KPPL Maju Bersama.
Membangun Jalan Perubahan
Kayum
68
82
kelestarian hutan untuk perempuan, dan perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup seperti hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan seperti yang diperjuangkan oleh KPPL Maju Bersama terkait hutan TNKS.
83
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, akhirnya KPPL Maju Bersama berhasil menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa kecombrang dan pakis pada 5 Maret 2019. Adapun luas areal kerjasama antara KPPL Maju Bersama dan Balai Besar TNKS adalah 10 hektar.
Membangun Jalan Perubahan Feni Oktaviana
70
Setelah sering berkegiatan, saya mulai memahami arti penting menjaga kelestarian hutan. Saya juga mulai menyadari bahwa hubungan perempuan dan hutan sangat erat. Bila hutan rusak, perempuan menjadi penerima dampak terbesar atau korban terburuk.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Feni Oktaviana “
Membangun Jalan Perubahan
Feni Oktaviana
72
84
N
ama saya, Feni Oktaviana. Saya bersuku campuran Jawa dan Rejang. Ibu bersuku Jawa, dan bapak bersuku Rejang. Ibu dan Bapak menikah pada tahun 1997. Ibu bernama Sulastri, dan bapak bernama Gusmanto. Ibu dan bapak adalah petani. Saya lahir pada tahun 1998, tepatnya pada 12 Oktober di Desa Pal VIII, Kabupaten Rejang Lebong.
85
Saya anak pertama dari tiga bersaudara yang terdiri dari dua orang perempuan dan satu orang laki-laki. Adik saya yang pertama adalah perempuan bernama Ade Rahma Yosi, yang saat ini bersekolah di SMP Negeri 1 Bermani Ulu Raya. Sedangkan adik saya yang kedua adalah laki-laki dan bernama Ahmad Abizar yang kini bersekolah di SD Negeri 51 Bermani Ulu Raya.
86
Pekerjaan saya adalah tenaga pengajar di TK Satu Atap di Desa Pal VIII sejak tahun 2019. TK Satu Atap ini merupakan tempat saya dulu bersekolah. Saya belum menikah.
87
Saat belum bersekolah di SD, saya sering diajak orangtua ke kebun. Selain kopi, orangtua juga menanam beragam sayuran seperti tomat, cabai dan lainnya. Sewaktu masih kecil, ada hal yang membuat saya senang ketika musim panen. Saya boleh ikut memanen, hasilnya boleh saya jual, dan uangnya untuk saya.
88
Mulai bersekolah di SD, saya mulai jarang ke kebun. Sepulang dari sekolah, saya sering bermain
73
bersama dengan teman-teman. Kami bermain petak umpet, kelereng, loncat karet, rumahrumahan, masak-masakan dan banyak lagi. Rasanya senang sekali kalau bermain. Lebih-lebih kalau libur sekolah, saya dan teman-teman bisa bermain seharian penuh. Pulang dari bermain, biasanya saya menyapu dan menyuci piring. Setelah mandi sore, saya pergi belajar mengaji.
Tahun pertama bersekolah di Kota Curup, saya mengekos. Saat mengekos, saya jarang memasak dan makan. Akibatnya, saya mudah jatuh sakit. Naik ke kelas 2, saya kembali tinggal di rumah. Ke sekolah, saya menumpang mobil angkutan umum. Saya harus menunggu angkutan umum sejak pukul 06.00. Pulang sekolah, saya juga harus menunggu mobil angkutan umum. Terkadang, saya tidak mendapatkan mobil angkutan umum, sehingga terpaksa menumpang mobil pengangkut barang atau sayur.
90
Saya menamatkan pendidikan tingkat SMA pada tahun 2017. Lalu, saya merantau ke Kota Jambi, Jambi. Di Kota Jambi, saya bekerja membantu usaha dagang keluarga berjualan. Pada tahun 2019, saya pulang ke desa kelahiran, dan beberapa bulan kemudian, saya mulai bekerja sebagai tenaga pengajar.
91
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
89
Feni Oktaviana
Saat bersekolah di SD, saya termasuk sebagai anak yang sangat pendiam. Rambut saya selalu dikepang dua. Kalau tidak dikepang, saya tidak mau pergi ke sekolah. Saya bersekolah di SD selama enam tahun, kemudian di SMP selama tiga tahun, dan bersekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kota Curup selama tiga tahun.
92
Sebagai pengajar, saya aktif mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Pusat Kerja Guru (PKG) Berlian. PKG Berlian beranggotakan para pengajar TK dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) se Kecamatan Bermani Ulu Raya, Kabupaten Rejang Lebong. Setiap bulan, PKG Berlian selalu melakukan pertemuan.
93
Saya juga aktif di Karang Taruna Andespa, Remaja Islam Masjid (Risma) Al-Nashor dan komunitas kaum muda yang bersukarela mengumpulkan sumbangan dari warga, bisa berupa beras atau uang, yang diberikan ke masjid. Kami menyebut kegiatan pengumpulan sumbangan itu dengan istilah Jimpitan. Setiap hari Jumat, saya dan teman-teman akan mendatangi rumah warga untuk Jimpitan.
94
Bila ada hajatan pernikahan di desa, saya sering diminta untuk menjadi penyambut tamu dan pembawa acara.
Feni Oktaviana
74
ggg
Membangun Jalan Perubahan
95
S
aya baru mengetahui TNKS setelah menjadi anggota KPPL Maju Bersama. Ternyata apa yang disebut sebagai kehutanan atau hutan larangan adalah TNKS. Saya juga baru mengetahui bahwa tempat yang dikenal dengan nama hutan Madapi (Mahoni, Damar dan Pinus) yang sering saya datangi, termasuk hutan TNKS. Dulu, setiap ke Madapi, saya sering
75
sekali memanen pakis untuk dimasak menjadi menu makan.
Saya mulai bergabung dengan KPPL Maju Bersama pada tahun 2019. Berawal dari seringnya saya berkegiatan di rumah Ibu Rita Wati, karena kandang peternakan ayam yang dikelola karang taruna berada di halaman belakang rumah Ibu Rita Wati. Saya ditawari oleh Ibu Rita Wati untuk bergabung. Saya pun menerima tawaran tersebut. Beberapa waktu kemudian, KPPL Maju Bersama melakukan rapat untuk membahas penerimaan anggota baru dan pergantian kepengurusan. Dalam rapat pada 18 Juli 2020, saya diterima menjadi anggota KPPL Maju Bersama dan juga diberi kepercayaan menggantikan Ibu Liswanti untuk menjadi Sekretaris KPPL Maju Bersama, sedangkan Ibu Rita Wati kembali dipercaya menjadi Ketua KPPL Maju Bersama, dan Ibu Purwani kembali dipercaya menjadi Bendahara KPPL Maju Bersama.
97
Saya sempat bingung mengetahui bahwa KPPL Maju Bersama boleh mengelola hutan TNKS seluas 10 hektar, dan memanfaatkan kecombrang dan pakis di areal 10 hektar tersebut untuk
98
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
96
Feni Oktaviana
Sejak kecil, saya sering mendengar cerita dari keluarga dan tetangga bahwa mereka menggarap hutan larangan menjadi kebun kopi. Bila ada petugas kehutanan yang sedang berpatroli, mereka akan lari terpontang-panting meninggalkan kebun untuk mencari tempat bersembunyi. Selain di semak-semak, mereka juga bersembunyi di dalam siring, bahkan di dalam sumur. Tanaman mereka juga sering dirusak oleh petugas kehutanan. Di pikiran saya, petugas kehutanan itu sangat jahat.
Membangun Jalan Perubahan
Feni Oktaviana
76
diolah untuk membuat beragam makanan dan minuman. Selain memanfaatkan kecombrang dan pakis, KPPL Maju Bersama juga melakukan patroli, menata atau membudidaya kecombrang, dan membibitkan berbagai jenis pohon seperti alpukat, nangka, durian, jengkol dan lainnya. Bibitbibit yang dihasilkan dibagikan kepada perempuan agar ditanam di kebun mereka. Pembagian bibit dilakukan pada ritual tahunan di desa yang dikenal dengan istilah Sedekah Bumi. KPPL Maju Bersama menyebut kegiatan membagikan bibit pohon kepada perempuan pada kegiatan Sedekah Bumi itu dengan istilah Sedekah Pohon untuk Bumi. 99
Setelah sering berkegiatan, saya mulai memahami arti penting menjaga kelestarian hutan. Saya juga mulai menyadari bahwa hubungan perempuan dan hutan sangat erat. Bila hutan rusak, perempuan menjadi penerima dampak terbesar atau korban terburuk. Contohnya air. Bila hutan rusak, ketersediaan air akan terganggu, bahkan bisa mengakibatkan kekeringan. Saat menstruasi misalnya, perempuan membutuhkan air bersih yang tidak sedikit. Di rumah tangga, perempuan juga sangat membutuhkan ketersediaan air bersih sejak bangun tidur hingga menjelang tidur. Terkait pertanian, kerusakan hutan bisa mengakibatkan lahan kebun menjadi gersang dan menurunkan kesuburan tanah, termasuk bisa mengakibatkan berkurangnya hewan penyerbuk untuk pertanian.
100
Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan bisa mengelola hutan dan memanfaatkan hutan hasil hutan, tanpa merusak hutan. Seperti KPPL Maju Bersama yang memanfaatkan potensi kecombrang dan pakis di hutan TNKS. Tanpa
77
menebangi pepohonan, KPPL Maju Bersama memperbanyak jumlah pohon kecombrang. Hingga tahun 2020, sudah 2.500 pohon kecombrang ditanam di areal seluar 2,5 hektar. 101
Saya dan anggota KPPL Maju Bersama sangat bersemangat memperjuangan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup. Kami sering membagikan informasi dan pengetahuan yang kami miliki tentang arti penting menjaga kelestarian hutan dan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan. Misalnya pada acara hajatan, terutama pada saat perempuan rewangan, dan acara Sedekah Pohon untuk Bumi.
102
Feni Oktaviana
Dulu, saya tidak menyadari bahwa perempuan mempunyai hak atas informasi, hak untuk berkomunikasi dan hak-hak lainnya terkait hutan dan lingkungan hidup. Setelah sering mengikuti kegiatan bersama KPPL Maju Bersama, saya menjadi sadar bahwa perempuan harus memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup. Apalagi hak-hak tersebut tertuang dalam UUD 1945, UndangUndang (UU) No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU No 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan peraturan lainnya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Eva Susanti
78
Saya juga mulai menyadari bahwa hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup haruslah diperjuangkan. Dalam pikiran saya, diperjuangkan saja belum tentu hak-hak tersebut dapat dinikmati, apalagi kalau perempuan hanya berdiam diri atau tidak memperjuangkannya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Eva Susanti “
Membangun Jalan Perubahan
S
103
aya dilahirkan pada 8 Desember 1975 di Desa Tebat Tenong Luar, Kabupaten Rejang Lebong, dan diberi nama Eva Susanti. Pada tahun 1995, saya menikah dengan Iskandar yang berasal dari Pagar Alam, Sumatera Selatan. Buah dari pernikahan, kami dikarunia dua orang anak laki-laki. Anak pertama lahir pada 17 September 1996 yang diberi nama Septian Prananda, dan anak kedua yang diberi nama Nico Dwi Rahman lahir pada 22 November 2003. Pada 5 Mei 2015, suami meninggal dunia.
104
Saya adalah anak kedua dari empat bersaudara, yang terdiri dari dua orang perempuan dan dua orang laki-laki. Ibu bernama Murniwati, dan bapak bernama Mahyudin. Ibu adalah petani, dan bapak adalah penambang emas tradisional. Ibu dan bapak bersuku Rejang.
105
Saya bersekolah di SD Negeri 80 di Desa Tebat Tenong Luar. Setelah tamat SD pada tahun 1986, saya melanjutkan sekolah di SMP Negeri di Desa Pal VIII dan tamat SMP pada tahun 1989. Kemudian, saya melanjutkan sekolah di SMA Taman Siswa di Kota Curup. Di Kota Curup, saya mengekos. Saya menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1992.
106
Saya tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena faktor biaya. Menurut orangtua, anak perempuan tidak perlu berpendidikan tinggi karena pada akhirnya perempuan akan bekerja di dapur, sumur dan kasur.
Eva Susanti
80
81
Mungkin orangtua memiliki pemikiran seperti itu akibat sulitnya mendapatkan informasi. Kami tidak memiliki radio dan televisi, sehingga orangtua tidak memiliki wawasan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. 107
Awal menikah, kami tinggal di Kota Curup. Setahun kemudian, kami pindah ke Desa Tebat Tenong Luar. Suami jarang di rumah karena bekerja di luar desa. Di rumah, saya membuka usaha berupa warung yang menjual berbagai barang kebutuhan sehari-hari. Hasil dari usaha warung, kami membeli kebun kopi dan sawah di desa. Setelah memiliki kebun dan sawah, biasanya dua minggu sekali saya mengecek kondisi kebun dan sawah.
108
Saat hamil anak pertama, saya sering mengikuti kegiatan di Posyandu. Setelah dua tahun aktif mengikuti kegiatan di Posyandu, saya mengajukan diri untuk bergabung menjadi Kader Posyandu. Sebagai Kader Posyandu, saya sering diutus oleh Puskesmas untuk mengikuti perlombaan, dan beberapa diantaranya saya berhasil memenangkannya.
109
Saya juga aktif menjadi Kader KB (Keluarga Berencana) sejak tahun 1996. Sebagai Kader
110
Eva Susanti
Seperti umumnya perempuan di desa, bila sudah berumur lebih dari 20 tahun akan dianggap perawan tua dan sulit mendapat jodoh. Sehingga, pada saat saya berusia 20 tahun, saya menikah dengan Iskandar. Selain bekerja sebagai guru honorer di salah satu SMA di Pagar Alam, dia juga merupakan pekerja lepas di perusahaan yang membuat jalan raya dan jembatan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Eva Susanti
82
KB, saya juga sering diutus untuk mengikuti perlombaan, dan pernah memenangkannya. Berbekal pengalaman sebagai Kader Posyandu dan Kader KB, saya dipercaya menjadi pengurus Tim Penggerak PKK Kecamatan Bermani Ulu Raya sejak 2011. 111
Saya juga dipercaya untuk terlibat membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan ditunjuk menjadi Ketua BUMDes Aneka Usaha Persada sejak tahun 2017. Adapun usaha yang dijalankan oleh BUMDEs adalah usaha simpan pinjam dan peternakan ayam.
112
Di luar dari kegiatan sebagai Kader Posyandu dan Kader KB, saya juga sering ikut bergotongroyong bersama perempuan lainnya di rumah warga yang sedang hajatan seperti sedekah dan pernikahan, dan di rumah warga yang sedang mengalami musibah kematian. ggg
Membangun Jalan Perubahan
113
S
aya mulai mengetahui TNKS saat saya mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup pada Maret 2018. Dalam kegiatan tersebut, saya bersama perwakilan perempuan desa lainnya saling berbagi cerita. Saya baru mengetahui bahwa Bukit Kelam atau hutan Bes Besen atau rimbo larangan yang saya kenal sejak kecil merupakan hutan TNKS.
114
Setiap hari ibu bekerja di kebun, dan hampir setiap hari pula saya diajak oleh ibu ke kebun. Pergi ke dan pulang dari kebun, kami selalu bersama dengan saudara perempuan ibu yang juga menggarap hutan Bes Besen untuk berkebun kopi. Saat itu, suami saudara perempuan Ibu sedang menjabat sebagai Kepala Desa Tebat Tenong Luar, sehingga jarang ke kebun.
115
Dari desa, lokasi kebun kami terbilang cukup jauh. Jalannya adalah jalan setapak yang mendaki dan menurun. Biasanya, kami berangkat dari rumah sekitar pukul 06.00, dan tiba di kebun berkisar pukul 09.00 -10.00. Kami pulang dari kebun sekitar pukul 14.00 atau 15.00. Kami pulang lebih cepat agar tiba di desa tidak pada malam hari.
116
Di kebun, ketika saya mulai besar, biasanya saya membantu Ibu untuk membersihkan rumput di sekitar pohon kopi. Bila musim panen tiba, saya juga ikut memanen buah kopi. Saya juga sering membantu ibu mencari sayuran dan kayu bakar di sekitar kebun atau sepanjang jalan ke dan dari kebun. Setelah mulai bersekolah di SD, saya mulai jarang pergi ke kebun. Saya hanya ke kebun pada hari Minggu atau libur sekolah.
117
Berkebun kopi di hutan Bes Besen sangat
118
83
Eva Susanti
Saya mengenal istilah hutan Bes Besen karena orangtua adalah penggarapnya. Orangtua mulai menggarapnya menjadi kebun kopi pada tahun 1973. Setelah ditanami kopi, bapak mulai jarang ke kebun. Sebagai pekerja di tambang emas tradisional, bapak lebih banyak berada di luar desa. Sehingga, ibu yang berperan besar dalam merawat kebun.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Eva Susanti
84
menakutkan. Selain cerita tentang penggarap yang ditangkap, saya juga pernah mendengar cerita tentang pondok kebun dibakar dan pohon kopi ditebang oleh petugas kehutanan. Dalam perjalanan ke atau dari kebun, biasanya kami lebih banyak diam. Kalau banyak berbicara, dikhawatirkan suara akan terdengar oleh petugas kehutanan yang kebetulan sedang berpatroli, sehingga bisa ditangkap. 119
Di kebun, kami tidak menghidupkan api agar tidak menimbulkan asap yang dikhawatirkan akan menjadi petunjuk bagi petugas kehutanan yang berpatroli. Selain itu, kami tidak meletakan bekal makanan yang dibawa dari rumah di pondok kebun, melainkan digantung di pepohonan. Menurut ibu, bila ada petugas kehutanan berpatroli kebetulan melihat pondok, petugas kehutanan akan memeriksa pondok. Bila menemukan ada makanan atau sisa makanan, maka petugas kehutanan akan membakar pondok.
120
Ibu berkebun kopi di hutan Bes Besen sampai tahun 1987. Ketika uang yang dikumpulkan dari hasil berkebun kopi dirasa cukup untuk membeli lahan di desa, ibu membeli lahan di desa untuk berkebun. Berbeda dengan kebun di hutan Bes Besen yang hanya ditanami kopi, kebun di desa tidak hanya ditanami kopi, tetapi juga ditanami kacang panjang, cabai, tomat, kentang, buncis dan lainnya. Sebagian dari lahan juga digunakan untuk kolam ikan dan kandang itik.
85
ggg
M
121
Hutan TNKS juga menyediakan pangan seperti sayur dan buah, rempah, obat-obatan, kayu bakar dan bahan baku kerajinan yang dimanfaatkan oleh perempuan. Baik untuk kesehatan perempuan, kebutuhan dan pekerjaan di rumah tangga, serta sumber pendapatan. Air dan beragam manfaat tumbuhan tersebut juga diperlukan perempuan untuk kegiatan sosial, budaya dan keagamaan.
122
Saya juga baru menyadari bahwa kerusakan hutan TNKS berdampak buruk bagi perempuan. Bila terjadi kekeringan akibat kerusakan hutan, perempuan akan kesulitan untuk mendapatkan air.
123
Eva Susanti
engikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup pada Maret 2018 juga membuat saya mulai menyadari arti penting hutan TNKS bagi kehidupan, penghidupan dan pengetahuan perempuan. Selain penghasil oksigen dan penjaga kestabilan cuaca atau iklim, hutan TNKS merupakan sumber air. Bagi perempuan di desa, air sangatlah penting. Selain untuk dirinya sendiri, air juga digunakan oleh perempuan untuk melakukan pekerjaan di rumah tangga seperti masak, mencuci dan lainnya. Air juga penting bagi sawah dan kebun yang menjadi tempat bagi perempuan bekerja untuk memperoleh pendapatan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Eva Susanti
86
Ketidakstabilan cuaca juga akan mengakibatkan perempuan mengalami hambatan untuk bekerja di kebun dan sawah, untuk menjemur kopi atau padi, dan untuk mencari upahan dan menjual hasil kebun dan sawah. Ketidakstabilan cuaca juga dapat memunculkan hama dan penyakit baru untuk tanaman yang akan menambah beban perempuan untuk bekerja di kebun dan sawah, dan bisa menurunkan hasil panen yang mengakibatkan pendapatan menurun. 124
Saya juga mendapatkan pengetahuan baru, yang selama ini tidak saya ketahui, bahwa perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup, dan pemerintah wajib untuk memenuhinya. Hak-hak tersebut meliputi hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat; hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup; hak atas informasi; hak untuk berkomunikasi; hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan; hak untuk mendapatkan keadilan dalam pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat: hak untuk mengajukan usul atau keberatan terhadap rencana usaha dan kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup; hak untuk melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; hak untuk menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan; dan hak untuk memanfaatkan hutan dan hasil hutan.
125
Dalam kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup tersebut, saya juga mendengar cerita yang disampaikan oleh Ibu Rita Wati bahwa dia dan perempuan lainnya di Desa Pal VIII
87
telah membentuk KPPL Maju Bersama. Mereka membentuk KPPL Maju Bersama untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup, terutama hak untuk mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan potensi di hutan TNKS. Dia juga mendorong dan mengajak agar perempuan desa lainnya untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
Ibu Nurlela Wati dan Ibu Julian Novianti merupakan dua orang perempuan yang pertama kali saya ajak untuk membentuk kelompok. Tak disangka, Ibu Nurlela dan Ibu Julanti menerima ajakan saya, dan kami juga bersepakat untuk mengajak perempuan lainnya. Pada 25 Mei 2018, saya bersama 14 orang perempuan lainnya, yakni Ibu Nurlela, Ibu Julian, Ibu Zahara, Ibu Reti Elya Nita, Ibu Misha Atika, Ibu Meri Afrianti, Ibu Feza Ervina, Ibu Marta Ningsih Haryani, Ibu Emiliana Tati Harmiana, Ibu Tukini, Ibu Lismaweni, Ibu Runasti dan Ibu Ema Lian Siska mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan, kami bersepakat membentuk kelompok yang diberi nama KPPL
127
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
126
Eva Susanti
Saya juga mulai menyadari bahwa hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup haruslah diperjuangkan. Dalam pikiran saya, diperjuangkan saja belum tentu hak-hak tersebut dapat dinikmati, apalagi kalau perempuan hanya berdiam diri atau tidak memperjuangkannya. Lantas, saya berencana untuk mengajak perempuan di Desa Tebat Tenong Luar untuk membentuk kelompok guna memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
88
Karya Mandiri. Dalam pertemuan itu, saya dipercaya menjadi Ketua KPPL Karya Mandiri. Setelah terbentuk, kami mulai sering belajar bersama. Seperti belajar tentang fungsi hutan TNKS yang meliputi penghasil air, pencegah banjir dan longsor, penjaga kestabilan cuaca dan iklim, penghasil oksigen, penyerap karbon, rumah bagi tumbuhan dan hewan, penyedia potensi wisata, penyedia hasil hutan bukan kayu seperti buah, bunga, daun dan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk pangan, rempah, obat-obatan dan lainnya, serta hutan TNKS juga merupakan sumber pengetahuan. Selain belajar tentang fungsi hutan TNKS, kami juga belajar tentang hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
129
Kami juga mulai sering berkegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup. Saat berkegiatan di Kantor TNKS, saya memberanikan diri untuk menyampaikan keinginan kelompok untuk bekerjasama memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS kepada Pak Zai. Tanggapan pak Zai sangat positif, dan menyarankan agar kami menyurvei potensi hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS yang bisa dimanfaatkan. Pak Zai juga mengatakan akan meminta bantuan petugas dari Balai Besar TNKS untuk menemani kami untuk melakukan survei.
130
Setelah dua kali melakukan survei di hutan TNKS, kami bersepakat memilih untuk memanfaatkan pepulut (pulutan) dan bambu. Kami memilih pepulut karena daunnya digunakan untuk membuat kue cucur yang merupakan makanan khas Desa Tebat Tenong Luar, dan bambu karena
Membangun Jalan Perubahan
Eva Susanti
128
89
rebungnya digunakan untuk membuat berbagai makanan khas suku Rejang, salah satunya lemea. 131
Eva Susanti
KPPL Karya Mandiri mengajukan permohonan untuk bekerjasama dengan Balai Besar TNKS pada 31 Desember 2019. Pada 23 Juni 2020, KPPL Karya Mandiri dan Balai Besar TNKS menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT di Kantor TNKS di Kota Curup. Lalu, pada 8 Agutus 2020 dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan dan membudidayakan bambu dan pepulut di areal seluas 10 hektar di kawasan TNKS.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Nurlela Wati
90
Menyadari perempuan memiliki hak terkait hutan dan lingkungan hidup, terutama hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, kami mulai memperjuangkannya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Nurlela Wati “
Membangun Jalan Perubahan
Nurlela Wati
92
132
N
ama saya Nurlela Wati. Saya lahir di Desa Tebat Tenong Luar, Kabupaten Rejang Lebong pada 10 Februari 1962. Saya adalah anak keenam dari sembilan bersaudara, yang terdiri dari tiga orang perempuan dan enam orang laki-laki. Ibu bernama Sumbia, dan bapak bernama Abdul Kadir. Ibu dan bapak bersuku Serawai, berasal dari Talo, Kabupaten Seluma, dan keduanya adalah petani dan buruh tani.
133
Pada tahun 1972, saya mulai bersekolah di SD di Desa Pal VIII. Rumah sekolah dibangun dari uang sumbangan orangtua murid. Kondisi rumah sekolah masih sangat sederhana. Beratapkan seng, berdindingkan papan, dan berlantaikan tanah. Satu ruangan digunakan untuk dua kelas.
134
Jarak dari rumah ke sekolah sekitar tiga kilometer. Pergi ke sekolah, saya berjalan kaki. Terkadang tanpa alas kaki. Pakaian sekolah belum seragam. Di kiri dan kanan jalan masih banyak pepohonan. Jalan masih berlubang dan digenangi air. Belum banyak mobil yang melintasinya. Kalau ada mobil hendak melintas, saya lari ke pinggir jalan untuk menghidari percikan air ke baju karena baju masih akan digunakan untuk keesokan harinya.
135
Di rumah, saya membantu orangtua untuk memasak, mencuci piring, mencari kayu bakar, dan mengangkut air dari sumur bersama. Di kebun, saya ikut membersihkan rumput, memanen dan
93
membawa hasil panen. Selain padi darat, orangtua juga menanam jewawut, timun, cabai rawit dan lainnya.
Pada tahun 1980, saya menikah dengan Syam Sadar. Dia bersuku Rejang, dan juga merupakan petani. Setelah menikah, kami tinggal bersama ibu karena masih mau membantu ibu. Selain mengerjakan pekerjaan di rumah, saya dan suami mengelola kebun. Pada 20 Oktober 2010, suami meninggal dunia.
137
Saya dikarunia tiga orang anak laki-laki. Anak pertama lahir pada 22 Desember 1982 dan diberi nama Beni Siswanto, anak kedua lahir pada 2 Februari 1986 dan diberi nama Yodi Firda, dan anak ketiga lahir pada 15 Desember 1996 dan diberi nama Delfian.
138
Sekitar tahun 1985, kami mengubah pola pengelolaan lahan kebun. Sebagiannya dimanfaatkan untuk menjadi sawah. Di kebun, kami juga tidak lagi menanam padi darat, kami mulai menanam kopi. Sebagian lahan kebun juga dimanfaatkan untuk menanam sawi, cabai, kol, tomat, terung, kacang tanah, kacang merah, jagung dan lainnya, termasuk aren, alpukat, jengkol dan durian.
139
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
136
Nurlela Wati
Saya menamatkan pendidikan tingkat SD pada tahun 1977. Pada tahun itu pula bapak meninggal dunia. Saya tidak melanjutkan ke SMP karena membantu ibu di rumah dan kebun, dan bekerja sebagai upahan di kebun dan sawah orang lain untuk menambah uang yang diberikan oleh kakakkakak kepada ibu untuk membiayai kebutuhan sehari-hari dan sekolah adik-adik.
140
Dulu, saya dan beberapa orang perempuan yang juga mengelola kebun sering saling bergotong-royong untuk melakukan pekerjaan di kebun. Kegiatan bergotong royong yang dilakukan secara bergiliran ini disebut dengan istilah ganti hari.
141
Di sawah, saya dan perempuan di desa juga selalu memanen padi secara bersama-sama. Kami memanen padi masih menggunakan alat tradisional, yakni ani-ani. Begitu pula untuk melepaskan buah padi dari tangkainya, kami masih menggunakan cara tradisional. Seluruh perempuan yang ikut memanen akan mendapatkan bagian dari hasil panen.
142
Kegiatan bergotong-royong juga kami lakukan untuk memasak lauk dan kue yang akan dihidangkan untuk tamu acara pernikahan atau disebut juga nolong jemo bimbang. Biasanya, saya ditunjuk menjadi semacam koordinator perempuan untuk memasak lauk atau kue atau disebut sebagai panggung sayur dan kue. Bila ada musibah, saya juga membantu untuk memasak lauk untuk takziah pada malam pertama, dan memasak kue cucur untuk takziah pada malam kedua dan ketiga.
143
Pada tahun 2007, saya diajak pemerintah desa untuk membentuk Kelompok Majelis Taklim AlHidayah, dan dipercaya menjadi ketuanya. Kegiatan rutin kelompok pengajian adalah pengajian di masjid di desa setiap hari Jumat, dan pengajian akbar atau pengajian bersama kelompok pengajian dari desa lain setiap satu bulan sekali. Saya menjadi Ketua Kelompok Majelis Taklim Al-Hidayah hingga tahun 2016.
Membangun Jalan Perubahan
Nurlela Wati
94
Sejak tahun 1986, saya menjadi Kader Posyandu. Sebulan sekali, setiap hari Jumat pada minggu kedua setiap bulan, Kader Posyandu berkegiatan. Selama menjadi Kader Posyandu, saya pernah menerima penghargaan dari Menteri Kesehatan Prof. Dr. Sujudi pada 31 Oktober 1997, Bupati Rejang Lebong Suherman pada 12 November 2011, dan Bupati Rejang Lebong Achmad Hijazi pada 12 November 2019.
144
S
145
Saya berkebun di Bukit Kelam pada tahun 1979. Saat itu, saya dan suami diajak oleh ibu untuk membukanya untuk berkebun kopi. Saat itu, sudah banyak warga Desa Tebat Tenong Luar, termasuk warga dari Kabupaten Bengkulu Selatan (Seginim, Kedurang dan Manna) dan Kota Bengkulu berkebun kopi di Bukit Kelam. Menurut
146
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
aya baru mengenal TNKS dan baru mengetahui bahwa Bukit Kelam atau Bos Wesen atau hutan larangan, yang pernah menjadi tempat saya berkebun, merupakan TNKS setelah membentuk KPPL Karya Mandiri. Saat diajak oleh Ibu Eva untuk membentuk kelompok untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS pada April 2018, saya sama sekali tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan TNKS dan hasil hutan bukan kayu.
Nurlela Wati
ggg
95
96
ibu, banyak orang berkebun kopi di Bukit Kelam karena tanahnya subur, dan hasil panen kopinya berlimpah. Selain ditanami kopi, lahan kebun juga ditanami dengan padi darat, jewawut, cabai rawit, timun dan lainnya. Selain untuk kebutuhan sendiri, hasil panen dijual di pasar di Kota Curup. Biasanya seminggu sekali kami turun dari kebun untuk menjual hasil panen, sekaligus membeli kebutuhan sehari-hari. Selama berkebun di Bukit Kelam, saya dan suami tinggal di pondok di kebun. Pada tahun 1981, kopi kami di kebun di Bukit Kelam mulai dipanen.
148
Pada tahun 1984, terjadilah patroli besarbesaran oleh petugas kehutanan. Pondok kebun dibakar, pohon kopi ditebang, dan tidak sedikit penggarap ditangkap. Melihat petugas menebang pohon kopi yang sedang berbuah banyak, perasaan saya menjadi tidak menentu. Sedih bercampur takut. Paman dan sepupu saya juga ditangkap. Paman dan sepupu akhirnya dilepaskan dengan syarat harus meninggalkan kebun di Bukit Kelam. Saya, suami dan ibu ikut meninggalkan kebun di Bukit Kelam, dan kembali mengelola kebun di desa.
149
Tidak lama setelah pengusiran, sebagian pengarap terutama pendatang dari Bengkulu Selatan dan Kota Bengkulu kembali berkebun di Bukit Kelam. Kendati mereka menggarapnya dengan cara kucing-kucingan, namun kebun kopi mereka memberikan hasil yang memuaskan. Kabar ini pun membuat warga Desa Tebat Tenong Luar tertarik untuk membeli (ganti rugi) kebun kopi yang dijual oleh mereka. Apalagi, sistem
Membangun Jalan Perubahan
Nurlela Wati
147
97
pembayarannya bisa dicicil dari hasil panen kebun. Dicicil dua kali misalnya, berarti dibayarkan dari hasil panen yang diperoleh dari dua kali musim panen. 150
Sekitar tahun 2006, dua orang warga Desa Tebat Tenong Luar ditangkap oleh petugas kehutanan. Mereka ditangkap saat bekerja di kebun di Bukit Kelam. Setelah mengetahui bahwa mereka merupakan pekerjaan upahan, petugas melepaskan mereka. Lalu, sekitar satu tahun kemudian, satu orang warga Desa Tebat Tenong Luar kembali ditangkap oleh petugas kehutanan, dan akhirnya juga dilepaskan dengan syarat meninggalkan kebun.
151
S
aya diajak oleh Ibu Eva untuk membentuk kelompok pada April 2018 saat saya dan Eva sedang berkegiatan sebagai Kader Posyandu. Eva mengajak membentuk kelompok untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS. Dalam penjelasannya, Eva mengatakan TNKS adalah Taman
152
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
Nurlela Wati
Biasanya kebun akan dijual bila sudah lebih dari tujuh tahun dikelola. Selain telah mempunyai kebun yang baru, langkah menjual kebun juga dilatarbelakangi karena sudah menurunnya kesuburan tanah. Humus tanah sudah mulai habis, sehingga perlu dipupuk agar panen kopi tidak menurun. Akibatnya, biaya perawatan akan meningkat karena harus membeli pupuk.
98
Nasional Kerinci Seblat, dan hasil hutan bukan kayu seperti daun-daunan, bunga, rempah, jamur, obat-obatan dan lainnya. Penasaran, saya menerima ajakan Ibu Eva. Saya dan Ibu Eva pun mengajak perempuan lainnya. Ada yang mau, dan ada yang tidak mau dengan alasan sibuk. Lalu, pada 25 Mei 2018, saya dan Eva mengajak perempuan yang mau membentuk kelompok untuk bermusyawarah. Hasil musyawarah, disepakati membentuk KPPL Karya Mandiri dengan anggota berjumlah 15 orang, dan saya dipercaya menjadi Ketua Pengawas KPPL Karya Mandiri. Diberi nama KPPL Karya Mandiri dengan harapan kelompok kami terus berkarya dan bisa mandiri.
154
Setelah kelompok dibentuk, kami mulai sering melakukan kegiatan. Saya pun mulai mengetahui fungsi hutan TNKS seperti menyediakan air, menyediakan energi air, menjaga kestabilan tata air seperti bila musim penghujan tidak banjir karena air hujan diserap oleh hutan TNKS dan musim kemarau tidak kekeringan karena ada persediaan air di hutan TNKS, melindungi tanah dari erosi dan longsor, menjaga kestabilan iklim seperti suhu, curah hujan dan angin, memproduksi oksigen, menyerap karbon, mempertahankan keseimbangan alam, rumah bagi tumbuhan dan hewan, menyediakan potensi pariwisata, dan menyediakan hasil hutan bukan kayu seperti sayuran, buahbuahan, rempah, obat-obatan dan bahan kerajinan. Saya juga mulai menyadari bahwa kelestarian hutan TNKS sangat penting bagi perempuan. Bila hutan TNKS mengalami kerusakan, perempuan
Membangun Jalan Perubahan
Nurlela Wati
153
99
akan menjadi korban terburuk. 155
Menyadari perempuan memiliki hak terkait hutan dan lingkungan hidup, terutama hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, kami mulai memperjuangkannya. Kami pun mulai berkomunikasi dengan pihak Balai Besar TNKS, terutama Pak Zai. Respon dari pihak Balai Besar TNKS sangat positif, dan mendorong kami untuk melihat potensi hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS yang bisa dimanfaatkan. Lalu, pada April 2019, kami melakukan survei yang didampingi oleh Pak Sutoto dari Balai Besar TNKS. Sepulang dari survei, kami melakukan audiensi dengan Kepala Desa Tebat Tenong Luar, Parizal untuk menginformasikan rencana KPPL Karya Mandiri bekerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk
156
Nurlela Wati
Saya juga baru menyadari bahwa perempuan memiliki hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup. Seperti hak untuk mendapatkan pendidikan; hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak untuk mengetahui informasi dan berkomunikasi; hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan; hak untuk mendapatkan keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak untuk mengajukan usul atau keberatan terhadap rencana usaha dan kegiatan yang diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup; hak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; hak untuk mengadukan akibat dugaan pencemaran lingkungan hidup; hak untuk menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan; dan hak untuk memanfaatkan hutan dan hasil hutan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
100
memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS. Kami kembali mengadakan survei pada Mei 2019, yang didampingi oleh ibu Emi, Pak Edi, Pak Sutoto dan Pak Rosyd dari Balai Besar TNKS. Survei dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut potensi bambu dan pepulut. Kami memilih bambu dan pepulut sebagai HHBK yang akan dimanfaatkan. Rebung bambu akan dimanfaatkan untuk melestarikan lemea dan membuat produk makanan lainnya, dan pepulut untuk melestarikan kue cucur yang berbahan baku daun pepulut (Pangan khas Suku Serawai). Dengan menggunakan daun pepulut, kue cucur bisa tahan lama, memiliki rasa lebih gurih dan lebih renyah.
158
Pada 31 Desember 2019, KPPL Karya Mandiri mengajukan proposal kerjasama kepada Balai Besar TNKS di Kantor TNKS di Kota Curup. Pengajuan proposal didampingi oleh Kepala Desa Tebat Tenong Luar dan diterima oleh Ibu Emi. Setelah itu, kami bersama pihak Balai Besar TNKS menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT. Delapan bulan kemudian, tepatnya pada 8 Agustus 2020, KPPL Karya Mandiri resmi bekerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan pepulut dan bambu di areal seluas 10 hektar.
Membangun Jalan Perubahan
Nurlela Wati
157
Membangun Jalan Perubahan Julian Novianti
102
Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan merupakan pihak yang paling merasakan dampak dari kerusakan hutan, dan banyak hak-hak perempuan terkait hutan yang masih terabaikan. Misalnya hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan, bambu, daundaunan dan lainya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Julian Novianti “
159
Membangun Jalan Perubahan
Julian Novianti
104
P
ada 15 November 1982, seorang perempuan bernama Jusmala Dewi yang bersuku Serawai, yang didampingi suaminya yang bernama Juanidi Manaf yang bersuku Rejang, merasakan sakit yang luar biasa. Setelah menahan rasa sakit selama beberapa waktu, akhirnya lahirlah saya, seorang anak perempuan pada pukul 05.00, yang diberi nama Julian Novianti. Saya merupakan anak kedua dari empat bersaudara yang semuanya adalah perempuan.
160
Saya dan saudara dibesarkan di Desa Tebat Tenong Luar. Sewaktu masih kecil, saya melewati hari-hari dengan mengikuti orangtua ke kebun dan sawah. Saat masuk usia untuk bersekolah, saya bersekolah di SD Negeri di Tebat Tenong Luar. Selama enam tahun mengenyam pendidikan di SD, saya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri di Desa Pal VIII. Tidak terasa waktu pun berlalu, dan akhirnya saya menamatkan pendidikan di SMP dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 yang berada di Kota Curup.
161
Tamat SMA pada tahun 2001, saya tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena keterbatasan biaya. Saya pun merantau ke Jakarta dan bekerja di pabrik garmen. Saat bekerja di pabrik garmen, saya mengenal seorang laki-laki bernama Muhammad Nasir yang berasal dari Provinsi Aceh. Lalu, kami bersepakat untuk
105
menikah pada tahun 2004, dan kami masih tinggal di Jakarta. 162
Lima tahun setelah kelahiran Resya, saya mulai mengandung anak kedua. Saya pun memutuskan untuk sementara tidak lagi beraktivitas di kebun. Beberapa waktu kemudian, saya ditawari untuk bekerja sebagai tenaga pengajar di PAUD Pelita Negeri di Desa Tebat Tenong Luar. Tawaran tersebut saya terima. Lalu, pada 22 September 2013, lahirlah anak kedua yang diberi nama Nazwa Asyifa Aurora. Hingga saat ini, saya masih bekerja sebagai tenaga pengajar di PAUD Pelita Negeri, kendati status saya bukan guru tetap.
163
Selain di PAUD, saya aktif sebagai Kader Posyandu sejak tahun 2003. Menjadi Kader Posyandu, ada suka dan dukanya. Sukanya, bertemu dengan anak-anak dan ibu-ibu. Dukanya, terkadang tidak mendapatkan insentif yang dibayarkan sebesar Rp 25.000 per bulan. Namun, namanya amanah dari pemerintah desa, maka tugas sebagai Kader Posyandu tetap dilaksanakan
164
Julian Novianti
Saat akan melahirkan, saya pulang ke Desa Tebat Tenong Luar. Saya melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Resya Mutia Ananta di Desa Tebat Tenong Luar, pada 30 November 2007. Setelah saya melahirkan, suami kembali ke Jakarta. Namun, beberapa waktu kemudian, suami memutuskan untuk berhenti bekerja di Jakarta, dan pulang ke Desa Tebat Tenong Luar. Kami memutuskan untuk mencoba peruntungan dengan membeli sawah, dan menyewa lahan sepupu untuk berkebun kopi dan sayuran.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
106
dengan sepenuh hati.
Julian Novianti
165
Sebagai petani, saya juga menjadi anggota dan Bendahara Kelompok Wanita Tani Prima Tani sejak tahun 2010. Selain itu, saya juga dipercaya menjadi Bendahara BUMDes Aneka Usaha Persada yang bergerak di bidang simpan pinjam dan ternak ayam petelur sejak tahun 2017. Di luar dari kegiatan kelompok atau BUMDes, saya juga sering ikut memasak secara bergotong-royong dengan perempuan lainnya di rumah warga yang sedang hajatan seperti sedekah dan pernikahan, dan di rumah warga yang sedang mengalami musibah kematian. ggg
Membangun Jalan Perubahan
166
S
ekitar pertengahan tahun 2011, saya dimintai pendapat oleh suami untuk membeli (mengganti rugi) kebun kopi di rimbo atau hutan larangan. Kirakira percakapan kami saat itu seperti di bawah ini. Suami: Bu, bagaimana kalau kita membeli kebun kopi di rimbo? Saya: Mengapa harus membeli kebun di rimbo, Pak? Lokasinya jauh dan juga disebut hutan larangan, Pak. Suami: Memang betul hutan larangan, tapi harganya lebih murah dibandingkan di sekitar desa.
107
Saya: Saya tidak setuju, Pak Suami: Kenapa Bu? Saya: Kalau lokasi kebunnya jauh, Ibu tidak mungkin setiap hari bisa ke kebun. Suami: Yang akan sering pergi ke kebun kan Bapak?
Julian Novianti
Saya: Itu kan hutan terlarang, bagaimana kalau ada petugas kehutanan berpatroli? Suami: Kalau ada petugas kehutanan mau patroli, orang lain pasti akan memberikan informasi. Jadi kalau petugas kehutanan mau patroli, kita tidak usah ke kebun. Orang lain saja bisa, Bu.., kenapa kita tidak? Saya: Terserah Bapak saja lah. Suami: Kalau Ibu setuju, ada orang yang mau jual, Bapak mau lihat kondisi kebunnya terlebih dahulu.
Lokasi kebun kopi yang dibeli cukup jauh. Bila tidak musim panas, bisa ditempuh dengan jalan kaki selama 45 menit. Namun, bila musim hujan, waktu tempuhnya bisa mencapai dua jam. Selain
167
168
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Lalu, suami saya melihat kebun kopi yang akan dijual tersebut. Orang yang menjual merupakan pendatang dari Kedurang. Biasanya, para pendatang yang berkebun kopi di rimbo akan menjual kebun dengan harga yang relatif murah. Mereka menjual kebun kopi karena mengganggap sudah berhasil. Merasa cocok, suami membeli kebun kopi tersebut dengan harga Rp 12.000.000. Sejak tahun 2011, kami berkebun di rimbo.
108
licin, jalan yang dilewati mendaki dan menurun. Hasil panen kebun kopi yang diperoleh pertahunnya hanya berkisar satu ton kopi. Sebenarnya, hasil panen kopi tersebut tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Beruntung, kebun yang kami beli juga terdapat 15 batang pohon alpukat, 20 batang pohon pinang, lima batang pohon durian. Bila tidak sedang musim panen kopi, kami bisa menjual hasil panen buah alpukat dan pinang. Sekali panen, buah alpukat yang bisa diperoleh mencapai 70 kilogram. Terkadang ada pedagang pengumpul yang membeli buah alpukat dengan sistem borongan dengan harga Rp 150.000 – Rp. 200.000 per pohon. Sedangkan buah pinang, harga jual per karungnya berkisar Rp 40.000.
170
Berkebun kopi di rimbo, seperti main kucingkucingan. Bila mendapatkan informasi ada petugas kehutanan berpatroli, sama halnya dengan penggarap hutan larangan yang lainnya, tidak akan pergi ke kebun.
Julian Novianti
169
Membangun Jalan Perubahan
ggg
171
S
aya baru mengetahui bahwa rimbo atau hutan larangan merupakan hutan TNKS setelah saya ikut membentuk KPPL Karya Mandiri. Saya ikut membentuk KPPL Karya Mandiri karena diajak oleh Ibu Eva yang terinspirasi dari KPPL Maju Bersama, Desa Pal VIII. Dalam pikirian
109
saya sewaktu diajak membentuk kelompok, pembentukan kelompok agar bisa mendapatkan bantuan. Saya pun setuju, dan bersepakat untuk mencari perempuan lain untuk diajak membentuk kelompok. 172
Pada 25 Juli Mei 2018, terbentuklah KPPL Karya Mandiri. Dibentuk oleh 15 orang perempuan, pembentukannya disaksikan oleh Kepala Desa Tebat Tenong Luar, Parizal. Dalam rapat pembentukan, kami juga menyepakati susunan pengurus, dan saya dipercaya menjadi Bendahara KPPL Karya Mandiri.
173
Setelah beberapa kali KPPL Karya Mandiri berkegiatan, saya mulai menyadari bahwa hutan TNKS adalah sumber penghidupan dan kehidupan bagi banyak orang, terutama perempuan. Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan merupakan pihak yang paling merasakan dampak dari kerusakan hutan, dan banyak hak-hak perempuan terkait hutan yang masih terabaikan. Misalnya hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu seperti buah-buahan, bambu, daun-daunan dan lainya.
174
Julian Novianti
Kebetulan, beberapa hari setelah itu, Ibu Marta Ningsih, Ibu Lismaweni, Ibu Tukini dan Ibu Runasti membantu memanen kopi di kebun saya. Sambil minum kopi setelah makan siang saat beristirahat, saya menyampaikan rencana untuk membentuk kelompok, dan mengajak mereka bergabung untuk membentuk kelompok. Mereka pun tertarik untuk bergabung.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Julian Novianti
110
175
Setelah mengetahui banyak potensi hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS, kami memutuskan untuk bekerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan bambu dan pepulut. Kerjasama disetujui oleh Kepala Balai Besar TNKS yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama pada 8 Agustus 2020 untuk membudidayakan dan memanfaatkan bambu dan pepulut di area seluas 10 hektar. Sekarang kami sudah melakukan penanaman di area 10 hektar. Bambu yang kami tanam sudah sebanyak 750 batang.
Membangun Jalan Perubahan Marta Ningsih Hariyani
112
Marta Ningsih Hariyani “
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Setelah sering berkegiatan bersama KPPL Karya Mandiri, saya mulai menyadari manfaat hutan TNKS seperti menyediakan pangan, air, obat-obatan, bahan baku kerajinan, menjaga iklim dan lainnya. Kalau hutan TNKS mengalami kerusakan, bisa menimbulkan bencana seperti tanah longsor, banjir atau kekeringan, dan bisa menimbulkan hambatan untuk bertani. Dampak kerusakan hutan TNKS bisa mengganggu, bahkan menyulitkan perempuan.
Membangun Jalan Perubahan
Marta Ningsih Hariyani
114
176
N
ama saya, Marta Ningsih Hariyani. Saya lahir pada 18 Mei 1977 di Desa Tebat Tenong Luar, Kabupaten Rejang Lebong. Saya anak pertama dari lima bersaudara, yang terdiri dari dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Ibu bernama Siti Maryam, dan bapak bernama Zainuri. Ibu dan bapak bersuku Serawai, dan berasal dari Talo, Kabupaten Seluma. Ibu dan bapak adalah petani.
177
Saat masih kecil, saya tinggal bersama orangtua di rumah kakek/nenek yang sangat sederhana. Atap rumah memang sudah menggunakan seng, tapi lantai dan dinding rumah dari papan. Di rumah, saya sering membantu memasak dan mencuci pakaian. Di kebun, saya sering membantu orangtua untuk membersihkan rerumputan, dan memanen kopi dan lainnya pada saat musim panen.
178
Saya mengenyam pendidikan tingkat SD dan SMP di Desa Tebat Tenong, sedangkan pendidikan tingkat SMA di Kota Curup. Saya nyaris tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA karena orangtua tidak mempunyai uang. Namun, ada orang yang ingin membantu menyekolahkan saya, dan saya diminta untuk membantu mengerjakan pekerjaan di rumahnya di Kota Curup. Karena saya sangat ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA, saya terima tawaran tersebut.
179
Pada tahun 2004, saya merantau ke Provinsi
115
180
Saat musim panen padi, saya sering ikut bersama atau bergotong-royong dengan perempuan lainnya untuk memanen padi di sawah orang lain. Jumlah perempuan yang ikut panen bisa mencapai 40 orang. Begitu pula bila padi di sawah saya akan dipanen, saya akan mengajak perempuan lainnya untuk bergotongroyong. Kami memanen padi masih menggunakan ani-ani. Usai padi dipanen, pemilik sawah akan membagikan sebagian hasil panen kepada pemanen.
181
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Setelah lima tahun tinggal di Kabupaten Kerinci, saya dan suami pindah ke Desa Tebat Tenong Luar. Kami mengelola kebun dan sawah milik orangtua. Selain ditanami kopi, sebagian lahan kebun ditanami sayuran. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, hasil panenan dijual. Beberapa tahun kemudian, sawah dan kebun diwariskan kepada saya. Hingga saat ini, saya dan suami masih mengelolanya. Selain mengelola sawah dan kebun sendiri, saya juga sering bekerja sebagai upahan di kebun orang lain.
Marta Ningsih Hariyani
Jambi, dan bekerja di perusahaan triplek. Di tempat kerja, saya bertemu dengan seorang laki-laki bernama Suprantas yang berasal dari Kabupaten Kerinci, Jambi. Setelah saling mengenal, pada tahun 2006, kami memutuskan berhenti bekerja di perusahaan triplek, dan menikah di Kabupaten Kerinci. Setelah menikah, kami tinggal di Kabupaten Kerinci dan mengelola kebun kulit manis milik orang lain dengan pola bagi hasil. Tak jarang, saya juga bekerja sebagai upahan di kebun orang lain.
Marta Ningsih Hariyani
116
182
Selain melakukan pekerjaan di rumah tangga dan di kebun, saya ikut kelompok pengajian atau Majelis Taklim Al-Hidayah. Setiap hari Jumat, kelompok mengadakan pengajian, dan sebulan sekali melakukan pengajian akbar bersama kelompok majelis taklim dari desa lain. Pada tahun 2013, saya dan perempuan petani lainnya membentuk Kelompok Wanita Tani Flamboyan, dan saya dipercaya menjadi ketua.
183
Secara sosial, kegiatan yang sering saya ikuti adalah bergotong-royong bersama perempuan lainnya untuk memasak di rumah warga desa atau keluarga yang punya hajatan atau musibah. Di hajatan, terkadang saya juga ditugaskan menjaga meja yang menyajikan menu makanan untuk tamu, untuk menjaga agar menu makanan yang disajikan tidak habis. ggg
Membangun Jalan Perubahan
184
S
aya mulai mengenal TNKS sejak berkegiatan bersama di KPPL Karya Mandiri. Awalnya, saya diajak oleh Ibu Julian untuk membentuk kelompok. Walau saat diajak untuk membentuk kelompok, saya belum mengetahui tujuannya, namun saya menerima ajakan tersebut. Lalu, pada 25 Mei 2018, saya bersama perempuan desa lainnya dengan jumlah 15 orang bermusyawarah membentuk kelompok yang diberi nama KPPL Karya Mandiri.
Dari rumah, lokasi kebun di Bukit Kelam sangat jauh. Jalannya adalah jalan setapak yang mendaki dan menurun. Berangkat pada pagi hari, sampai di kebun pada sore hari. Saat berkebun di Bukit Kelam, orangtua menginap di pondok di kebun. Seminggu sekali orangtua turun dari kebun untuk menjual hasil panen ke Kota Curup, dan membeli kebutuhan di pondok kebun. Saya bersama dua orang adik saya sering ikut menginap di kebun.
186
Belum sempat kopi yang ditanam oleh orangtua dipanen, pada tahun 1984, terjadi pengusiran besar-besaran terhadap orang-orang yang membuka kebun kopi di Bukit Kelam. Pohon kopi ditebangi, pondok di kebun dibakar, dan beberapa orang ditangkap oleh petugas kehutanan. Setelah pengusiran, orangtua mengolah lahan kebun orang lain di desa dengan pola bagi hasil, dan beberapa tahun kemudian orangtua membeli lahan kebun di desa yang dijadikan kebun kopi dan sayuran dan sawah.
187
Setelah sering berkegiatan bersama KPPL Karya Mandiri, saya mulai menyadari manfaat hutan TNKS seperti menyediakan pangan, air, obat-obatan, bahan baku kerajinan, menjaga
188
117
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
185
Marta Ningsih Hariyani
Sebelumnya, saya tidak mengetahui bahwa Bukit Kelam atau hutan larangan yang saya kenal merupakan bagian dari TNKS. Saat saya masih kecil, sekitar tahun 1982, orangtua membuka hutan di Bukit Kelam untuk berkebun kopi. Selain ditanami kopi, orangtua juga memanfaatkan sebagian lahan kebun untuk menanam padi darat, jewawut, cabai rawit, timun dan lainnya.
118
iklim dan lainnya. Kalau hutan TNKS mengalami kerusakan, bisa menimbulkan bencana seperti tanah longsor, banjir atau kekeringan, dan bisa menimbulkan hambatan untuk bertani. Dampak kerusakan hutan TNKS bisa mengganggu, bahkan menyulitkan perempuan. Saya juga mulai menyadari bahwa perempuan memiliki hak-hak terkait hutan dan lingkungan hidup. Saya dan anggota KPPL Karya Mandiri pun bersepakat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup, terutama hak untuk mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS. Saat berkegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup, Ibu Eva menyampaikan keinginan KPPL Karya Mandiri untuk bekerjasama memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS kepada Pak Zai. Keinginan KPPL Karya Mandiri tersebut direspon positif oleh Pak Zai.
190
Tidak lama setelah berkegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup, kami melakukan survei potensi tumbuhan yang bisa dimanfaatkan di hutan TNKS di dekat desa. Saat melakukan survei pertama, kami didampingi oleh Pak Sutoto dari Balai Besar TNKS. Banyak sekali tumbuhan yang bisa dimanfaatkan untuk pangan, obat-obatan dan kerajinan. Dari hasil survei, kami berencana untuk memanfaatkan pepulut dan bambu. Daun pepulut dimanfaatkan untuk membuat kue cucur, dan rebung bambu untuk membuat beragam menu makanan, salah satunya lemea.
191
Beberapa waktu kemudian, kami kembali melakukan survei untuk melihat lebih lanjut
Membangun Jalan Perubahan
Marta Ningsih Hariyani
189
119
Marta Ningsih Hariyani
potensi pepulut dan bambu. Survei kedua, kami didampingi oleh Pak Sutoto, Pak Rosyid, Pak Edi dan Ibu Emi. Setelah itu, kami mengajukan proposal kerjasama kepada Balai Besar TNKS, dan bersama-sama pihak Balai Besar TNKS membuat rancangan PKS, RPP dan RKT di Kantor TNKS di Kota Curup. Pada 8 Agustus 2020, KPPL Karya Mandiri resmi bekerja sama dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan bambu dan pepulut dengan menandatangani perjanjian kerjasama.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Donsri
120
Donsri “
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Bila pada saat awal pembentukan kelompok, banyak orang yang beranggapan bahwa rencana untuk bekerjasama akan menjebak diri sendiri karena petugas kehutanan dapat dengan mudah menangkap, namun setelah KPPL Sumber Jaya berkegiatan bersama dengan pihak Balai Besar TNKS, mulai banyak yang ingin bergabung menjadi anggota.
Membangun Jalan Perubahan
Donsri
122
192
N
ama saya, Donsri. Saya dilahirkan di Desa Tegal Pacar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada 6 Juni 1975. Saya anak kedua dari lima bersaudara, terdiri dari dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Ibu bernama Nasiyem, dan bapak bernama Suparmadi. Ibu dan bapak bersuku Jawa, dan bekerja sebagai petani dan perajin gula aren.
193
Kami pindah ke Desa Air Meles Bawah, Kabupaten Rejang Lebong saat saya berumur delapan tahun. Orangtua memutuskan pindah karena menerima ajakan dari Pak De (saudara orangtua). Di Desa Air Meles Bawah, kami tinggal di kebun kopi milik warga desa setempat yang dikelola oleh orangtua. Selain mengelola kebun kopi, orangtua juga membuat gula aren. Setelah mulai besar, saya pun mulai sering membantu orangtua dalam mengelola kebun, mencari kayu bakar untuk membuat gula aren dan membuat gula aren, disamping membantu pekerjaan di rumah.
194
Saya hanya menamatkan pendidikan tingkat SD. Saya tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP karena kondisi perekonomian. Setelah tidak bersekolah, saya juga mulai bekerja sebagai asisten rumah tangga untuk membantu perekonomian orangtua.
195
Saya menikah dengan Muhammad Yusuf, warga Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 1998. Selain bertani, suami juga
123
perajin keranjang sayur. Saya pun pindah ke rumah mertua di Desa Sumber Bening, dan tiga bulan kemudian saya dan suami pindah dan menetap di Desa Karang Jaya, Kabupaten Rejang Lebong. 196
Anak saya berjumlah empat orang. Anak pertama bernama Muhammad Abdul Gopari yang lahir pada tahun 1999, anak kedua bernama Muhammad Bilal yang lahir pada tahun 2006, anak ketiga bernama Bilal Abdul Hakim yang lahir pada tahun 2011, dan anak keempat bernama Aura Dina Azarah yang lahir pada tahun 2013. Dari empat orang anak, hanya satu orang perempuan, yaitu anak bungsu (terakhir).
197
Saya termasuk perempuan yang tidak aktif mengikuti organisasi tingkat desa. Namun, saya selalu mengikuti rewangan bersama perempuan lainnya untuk memasak di rumah warga yang mengadakan hajatan seperti pernikahan atau sedekahan. Tak jarang saya juga ditunjuk sebagai panggung kue, atau orang yang diberi tanggung jawab untuk membuat kue yang akan disajikan kepada tamu yang mendatangi rumah warga yang mengadakan hajatan.
198
Donsri
Sebelum memiliki kebun di rimbo, saya ikut membuat keranjang sayur dari bambu yang dijual kepada pedagang pengumpul sayur di Desa Sumber Bening dan sekitar. Setelah kebutuhan keluarga semakin membesar, saya juga mulai bekerja sebagai upahan di kebun orang lain untuk merumput, memanen kopi dan sayuran, dan upahan membuat beragam jenis kue di rumah orang lain yang akan mengadakan hajatan dan merayakan lebaran.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
124
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Donsri
199
S
aya mulai mengenal TNKS setelah mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup sekitar tahun 2019. Sebelumnya, saya hanya mengenal sebutan rimbo atau hutan larangan, hutan yang dilarang untuk digarap menjadi kebun. Kendati demikian, banyak orang yang tetap nekat berkebun di rimbo, termasuk saya. Terpaksa, karena tidak ada pilihan lain, walaupun harus kucingkucingan dengan petugas kehutanan.
200
Beberapa bulan setelah tinggal di Desa Sumber Bening, atau saat saya hamil anak pertama, saya mulai menggarap kebun di rimbo. Bukan dengan membuka baru, saya dan suami melanjutkan kebun yang digarap oleh tetangga di desa dengan cara memberi ganti rugi sebesar Rp 300.000. Bila sebelumnya hanya ditanami dengan kopi, setelah kami menjadi penggarapnya, kami mulai menanam beragam sayuran seperti kol, sawit, duan bawang, cabai dan lainnya.
201
Jarak kebun dari rumah cukup jauh. Melewati jalan setapak dengan berjalan kaki, perjalanan dari rumah ke kebun membutuhkan waktu sekitar 1 – 1,5 jam. Biasanya, saya dan suami, dan terkadang membawa anak, pergi ke kebun pada pagi hari. Tiba di kebun, suami akan langsung pergi mencari bambu di rimbo. Biasanya suami sudah tiba lagi di kebun menjelang makan siang. Setelah makan siang, suami mulai mengerjakan pekerjaan di
125
kebun, dan sekitar pukul 16.00, kami pulang ke desa. 202
Saya pernah mengalami peristiwa yang sangat mengkhawatirkan sekitar tahun 2010. Saat itu, saya yang sedang hamil besar anak ketiga, merumput di kebun bersama adik saya, Sabariah. Tidak disangka, tiba-tiba ada petugas kehutanan yang datang, dan memergoki saya dan Sabariah. Kami pun ditanyatanya. Kami mengaku bahwa kami hanya pekerja upahan. Lalu, petugas kehutanan menyuruh kami untuk segera meninggalkan kebun, dengan alasan bakal datang menyusul petugas kehutanan lainnya yang tidak akan memberikan toleransi.
203
Dalam keadaan takut, saya yang sedang hamil besar harus berlari meninggalkan kebun sambil menggedong beronang yang berisi peralatan bekerja di kebun. Sedangkan Sabariah, berlari sambil menggendong anak kedua saya. Kami berlari cukup jauh, dan baru berhenti karena nyaris masuk ke jurang. Kami pun langsung bersembunyi di pepohonan bambu di pinggir jurang. Setelah berdiam diri selama beberapa waktu, akhirnya kami memberanikan diri keluar
204
Donsri
Berlarian meninggalkan kebun untuk bersembunyi ke semak-semak ketika mendapatkan informasi bahwa ada petugas kehutanan berpatroli, sudah menjadi bagian dari kehidupan saya dan penggarap rimbo lainnya. Namun, yang paling dikhawatirkan adalah patroli gabungan. Bila mendapatkan informasi ada patroli gabungan, harus segera meninggalkan kebun dan pulang ke desa. Jika kepergok, besar kemungkinan akan ditangkap dan dibawa untuk diberi hukuman.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
126
dari persembunyian dan pulang ke rumah.
Donsri
205
Cerita yang hampir sama juga terjadi beberapa tahun kemudian. Saat itu, suami yang datang dari mencari bambu menginformasikan bahwa ada petugas kehutanan yang sedang berpatroli. Suami menyuruh agar saya segera berkemas, dan pulang ke rumah. Suami pulang lebih dahulu karena dia membawa bambu. Baru selesai berkemas, tak disangka petugas kehutanan sudah memergoki saya. Saya hanya bisa pasrah. Petugas kehutanan menanyakan keberadaan suami, dan saya jawab tidak memiliki suami alias janda, dan hanya bekerja sebagai upahan untuk memberi makan anak yang masih kecil-kecil. Mungkin merasa kasihan, petugas kehutanan menyuruh saya untuk meninggalkan kebun dan memperingatkan agar tidak lagi mencari upahan di rimbo. ggg
Membangun Jalan Perubahan
206
S
aat mengikuti kegiatan di Kantor TNKS di Kota Curup sekitar tahun 2019, saya bertemu dengan Ibu Rita Wati dan perempuan lainnya. Mendengar cerita Ibu Rita tentang kelompoknya (KPPL Maju Bersama) sudah bekerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk memanfaatkan hutan TNKS, saya mulai terpikir untuk membentuk kelompok perempuan untuk bekerjasama dengan Balai Besar TNKS. Namun, rencana
127
tersebut tertunda karena saya jatuh sakit, yang perlu pengobatan dan perawatan yang cukup lama. 207
Sewaktu mengurus surat pengesahan kelompok dari Kepala Desa Karang Jaya, kami sempat mengalami kendala. Anggota KPPL Sumber Jaya yang tidak hanya warga Desa Karang Jaya, tetapi juga warga Desa Sumber Bening, membuat kepala desa merasa keberatan untuk menerbitkan surat pengesahan kelompok. Dia khawatir bila saja nantinya desa mengalokasikan dana untuk mendukung kegiatan KPPL Sumber Jaya, banyak warga Desa Karang Jaya akan memprotes. Namun, setelah kami terus mendatangi kantor desa dan rumahnya, kepala desa bersedia untuk menerbitkannya.
208
Setelah beberapa kali berkegiatan, kami berinisiatif menemui pihak Balai Besar TNKS di
209
Donsri
Pada awal tahun 2020, saya mulai mengajak ibu-ibu yang kebun garapannya dekat dengan kebun saya dan tetangga di dekat rumah untuk membentuk kelompok. Namun, upaya membentuk kelompok tidaklah mudah. Seiring waktu berjalan, jumlah ibu-ibu yang bersedia untuk membentuk kelompok menjadi 15 orang. Termasuk saya, 15 orang tersebut meliputi Ibu Rusmawati, Ibu Mursilah, Wahyuni Saputri, Ibu Jumratul Aini, Ibu Sabariah, Ibu Yanti, Ibu Alisa Tamsil, Ibu Rusmini, Ibu Suhartii, Ibu Sujirah, Ibu Suherni, Ibu Mulyani, Ibu Sri Hayani dan Ibu Rosmeni. Lalu, pada 18 Maret 2020, kami bersepakat membentuk kelompok dengan nama KPPL Sumber Jaya, dan saya dipercaya menjadi Ketua KPPL Sumber Jaya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Donsri
128
Kantor TNKS di Kota Curup. Kami bertemu dengan Pak Zai (Muhammad Zainuddin, Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Balai Besar TNKS). Setelah mendengar rencana kami untuk bekerjasama, Pak Zai sangat mendukung. Lalu, beberapa bulan kemudian, kami sering berkegiatan bersama Pak Zai. Tidak lama setelah berkegiatan dengan Pak Zai, kami berkegiatan dengan Pak Tansri dan Pak Zul untuk belajar pemetaan partisipatif dan belajar memetakan lahan kebun. 210
Bila pada saat awal pembentukan kelompok, banyak orang yang beranggapan bahwa rencana untuk bekerjasama akan menjebak diri sendiri karena petugas kehutanan dapat dengan mudah menangkap, namun setelah KPPL Sumber Jaya berkegiatan bersama dengan pihak Balai Besar TNKS, mulai banyak yang ingin bergabung menjadi anggota. Jumlah anggota pun menjadi 54 orang. Namun, masih tetap banyak yang ingin bergabung. Sehingga, kami bersepakat untuk meleburkan KPPL Sumber Jaya menjadi dua kelompok dengan membentuk kelompok baru, yang kemudian terbentuklah KPPL Sejahtera.
211
Setelah itu, kami mengajukan proposal kerjasama ke Balai Besar TNKS yang diterima oleh Pak Zai. Setelah proposal diterima, kami bersama Pak Zai menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT di Kantor TNKS di Kota Curup. Beberapa hari setelah proposal kami diterima, kami disarankan oleh Balai Besar TNKS untuk melakukan pengelompokan ulang anggota KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera berdasarkan lokasi kebun. Lalu, kami mengadakan pertemuan untuk melakukan pengelompokan ulang anggota di Balai Desa
129
Sumber Bening pada akhir November. Setelah itu, kami memperbaiki surat pengesahan kelompok dari kepala desa dan proposal kerjasama. 212
Beberapa bulan kemudian, kami diundang oleh Balai Besar TNKS untuk membahas rencana tindak lanjut dari proposal yang diajukan. Dalam pertemuan, disepakati tim Balai Besar TNKS dan tim KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera akan melakukan pemetaan (identifikasi dan inventarisasi) terhadap seluruh kebun anggota. Kami juga diminta untuk menginformasikan kepada seluruh anggota agar hadir di kebun saat tim tiba di kebunnya. Selama dua hari, kami memetakan seluruh kebun anggota. Setelah pemetaan, kami diminta untuk melengkapi persyaratan dengan menandatangani surat pernyataan di atas materai. Sebagai ketua, saya juga harus menandatangani fakta integritas di atas materai.
213
Sembari menunggu persetujuan terhadap proposal kerjasama yang diajukan, kami sempat diundang oleh Pak Hadi (Hadinata Karyadi, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Balai Besar TNKS) dan Pak Tansri (Kepala Resort Rejang
214
Donsri
KPPL Sumber Jaya bersama KPPL Sejahtera juga membuat pembibitan nangka dan alpukat yang akan ditanam untuk memulihkan kondisi hutan (kebun) yang telah digarap bila perjanjian kerjasama sudah ditandatangani. Selain bisa memberikan manfaat secara ekonomi, penanaman pohon nangka dan alpukat juga akan memberikan manfaat untuk lingkungan hidup. Selain nangka dan alpukat, kami juga berencana menanam pohon jengkol, kabau, petai, pala dan lainnya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Donsri
130
Lebong Balai Besar TNKS) untuk memfinalkan rancangan PKS, RPP dan RKT pada November 2021 di Balai Desa Karang Jaya. Akhirnya perjanjian kerjasama kemitraan konservasi antara KPPL Sumber Jaya dan Balai Besar TNKS ditandatangani pada 7 Desember 2021 oleh saya dan Pak Pratono (Pratono Puroso, Plt. Kepala Balai Besar TNKS). Pada saat bersamaan, perjanjian kerjasama kemitraan konservasi antara KPPL Sumber Jaya dan Balai Besar TNKS juga ditandatangani.
Membangun Jalan Perubahan Sujirah
132
Awalnya, untuk bisa membuat kelompok sangat sulit karena banyak ibu-ibu yang belum mengetahui manfaat dari kelompok yang akan dibuat.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Sujirah “
215
Membangun Jalan Perubahan
Sujirah
134
N
ama saya Sujirah. Saya lahir pada 13 November 1974. Dari tujuh bersaudara, yang terdiri dari tiga orang perempuan dan empat orang lakilaki, saya terlahir sebagai anak bungsu. Saya lahir di Desa Kali Duren, Kabupaten Kulon Progo, desa yang mayoritas penduduknya adalah petani sayuran, termasuk orangtua saya. Ibu bernama Sarinah, dan bapak bernama Tirto Pawiro. Ibu bersuku Jawa, dan bapak bersuku Jawa.
216
Saat saya berumur 1,5 tahun, ibu meninggal dunia. Sejak saat itu, saya dirawat oleh bapak dan dua orang kakak perempuan yang belum menikah. Sedangkan empat orang kakak laki-laki yang sudah menikah mengikuti program transmigrasi ke Provinsi Bengkulu, Lampung dan Sumatera Selatan.
217
Usia tujuh tahun, saya masuk sekolah dasar yang terdapat di desa. Setelah mengenyam pendidikan dasar selama enam tahun, saya melanjutkan pendidikan ke SMP. Sayangnya, di desa tempat saya tinggal tidak ada SMP Negeri. Saya harus melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri di ibukota kecamatan, yang berjarak cukup jauh dari rumah. Sehingga, saya harus mengekos. Setelah menamatkan pendidikan di SMP pada tahun 1990, saya dijemput kakak yang tinggal di Lampung untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMA di Lampung. Selama tiga tahun, saya tinggal di Lampung.
218
Satu tahun setelah menikah, tepatnya pada 20 Maret 1996, lahirlah anak pertama, seorang laki-laki yang diberi nama Dimas Bagus Pranta. Empat tahun kemudian, tepatnya pada 10 Agustus 2000, lahir anak kedua, seorang perempuan yang diberi nama Dita Ayu Pratiwi. Pada tahun 2010, Dimas menikah, dan kini sudah punya seorang anak. Sedangkan Dita masih lajang. Dia mengalami disabilitas, tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara. Dia hanya berada di rumah, membantu saya memasak dan membersihkan rumah.
219
Saya juga sering bekerja sebagai upahan di kebun orang lain seperti merumput, menebas, menanam sayuran dan memanen kopi atau sayuran untuk menambah pendapatan rumah tangga. Dulunya, saya dan beberapa orang perempuan yang juga menggarap kebun di rimbo sering bergotong-royong untuk merumput, menebas, menanam sayuran dan memanen kopi atau sayuran. Namun, belakangan ini kegiatan gotong
220
135
Sujirah
Setelah menyelesaikan pendidikan tingkat SMA, saya pindah ke Kabupaten Rejang Lebong untuk mencari pekerjaan. Saya tinggal di rumah kakak. Sempat menganggur selama enam bulan, akhirnya saya mendapatkan pekerjaan sebagai kasir di sebuah rumah makan. Di tempat kerja, saya berkenalan dengan seorang laki-laki bernama Suherwan, yang kemudian menikah dengan saya pada tahun 1995. Suami bersuku Jawa, lahir pada tahun 1969, dan tamatan SMP. Setelah menikah, saya berhenti bekerja sebagai kasir di rumah makan, dan kami mengontrak rumah di Desa Sumber Bening, lalu beberapa tahun kemudian, kami memiliki rumah di Desa Sumber Bening.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
136
royong yang dikenal dengan istilah ganti hari tersebut, tidak lagi kami lakukan. Sejak tahun 2010, saya aktif berkegiatan di Majelis Taklim Baitullah. Selain pernah menjadi sekretaris, saya juga pernah menjadi bendahara. Kegiatan pengajian yang diselenggarakan majelis taklim setiap hari Kamis. Pada minggu pertama dan keempat dilakukan di Masjid Baitullah, sedangkan pada minggu kedua dilakukan bersama majelis taklim lainnya di Desa Sumber Bening, dan minggu ketiga dilakukan bersama majelis taklim lainnya di Kecamatan Selupu Rejang.
222
Untuk kegiatan sosial, saya rajin ikut bergotong-royong dengan perempuan lain untuk memasak di rumah warga yang melakukan hajatan seperti pernikahan dan sedekah, dan musibah. Khusus pada acara resepsi pernikahan, saya juga sering diminta untuk menjadi anggota tim penerima tamu.
Sujirah
221
ggg
Membangun Jalan Perubahan
223
S
aya baru mengenal TNKS dan baru mengetahui bahwa rimbo atau hutan larangan yang menjadi tempat suami mencari bambu untuk membuat keranjang sayur dan tempat kami berkebun merupakan TNKS setelah saya terlibat membentuk KPPL Sumber Jaya. Suami mulai mencari bambu di rimbo setelah anak pertama kami lahir, setelah
137
kebutuhan rumah tangga dirasakan mulai meningkat, sedangkan gaji yang diterima suami dari bekerja di rumah makan mulai tidak cukup untuk membiayai kebutuhan rumah tangga. 224
Lahan tersebut kami kelola dengan menanam cabai, kol dan beragam sayuran lainnya. Dua tahun kemudian, kami memberikan uang sebesar Rp 3.000.000 kepada teman yang meminjamkan lahan untuk mengganti biaya yang dikeluarkan saat dia membuka rimbo menjadi lahan kebun. Istilahnya, ganti rugi. Setelah digantirugi, lahan tersebut mulai kami tanami juga dengan kopi.
225
Sejak suami mulai mencari bambu, saya sudah mengetahui kalau rimbo tidak boleh dimasuki, apalagi sampai digarap menjadi kebun. Petugas kehutanan juga sering melakukan patroli. Bila ada informasi dari mulut ke mulut mengatakan bahwa ada petugas kehutanan berpatroli, saya dan penggarap lainnya akan berlari kocar-kacir
226
Sujirah
Sebelum berkebun di rimbo, awalnya kami menumpang berkebun di lahan orang di desa. Namun, karena pemilik lahan ingin mengelola lahannya, kami terpaksa menyewa lahan lain di desa. Setelah empat tahun menyewa lahan, tepatnya tahun 2010, suami saya ditawari oleh temannya untuk mengelola kebunnya yang berada di rimbo. Mengetahui banyak tetangga dan teman berhasil memenuhi kebutuhan rumah tangga, bahkan bisa membeli tanah dan membangun rumah dari hasil menggarap lahan di rimbo, kami meneriwa tawaran tersebut.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
138
untuk bersembunyi, dan akan pulang ke rumah di desa melalui jalan yang tidak dilewati oleh petugas kehutanan.
Sujirah
227
Bila sebelum pergi ke kebun mendapat informasi akan ada petugas kehutanan berpatroli, saya dan penggarap lainnya tidak akan berani pergi ke kebun. Ada kalanya beberapa orang penggarap kepergok oleh petugas kehutanan dan dimintai alat-alat pertaniannya seperti parang, cangkul dan lainnya serta diberi pengarahan agar tidak lagi mengolah lahan. Namun, berhubung tidak punya lahan untuk bertani di desa, kami terpaksa tetap menggarap lahan tersebut. ggg
Membangun Jalan Perubahan
228
S
aya terlibat membentuk KPPL Sumber Jaya karena diajak oleh Ibu Donsri pada awal tahun 2020. Awalnya, untuk bisa membuat kelompok sangat sulit karena banyak ibu-ibu yang belum mengetahui manfaat dari kelompok yang akan dibuat. Setelah beberapa kali pertemuan, pada 18 Maret 2020, terbentuklah KPPL Sumber Jaya dengan anggota berjumlah 15 orang perempuan Desa Karang Jaya dan Desa Sumber Bening, dan saya dipercaya menjadi Ketua Pengawas KPPL Sumber Jaya.
229
Setelah terbentuk dua kelompok, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mengajukan permohonan kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem kepada Balai Besar TNKS. Tujuan kami bekerjasama antara lain untuk mendapatkan hak akses, memperbaiki ekosistem, memanfaatkan hasil hutan bukan kayu, mendapatkan rasa aman, memanfaatkan kebijakan pemerintah (Peraturan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor P.06/2018), dan meningkatkan kesejahteraan.
230
Untuk bisa menjalin kerjasama atau kemitraan ada syarat, hak dan kewajiban calon kelompok kemitraan. Syaratnya antara lain mempunya kartu tanda penduduk, mempunyai ketergantungan mata pencaharian pada lahan garapan di TNKS, dan mematuhi kewajiban. Adapun kewajiban
231
139
Sujirah
Setelah sering berkegiatan dengan Balai Besar TNKS, dan tersebarnya informasi dari mulut ke mulut, mulai banyak perempuan di Desa Karang Jaya dan Sumber Bening yang juga berkebun di rimbo ingin bergabung menjadi anggota kelompok, dan anggota pun menjadi 54 orang. Lalu, KPPL Sumber Jaya melebur menjadi dua kelompok dengan keanggotakan berdasarkan asal desa. KPPL Sumber Jaya untuk perempuan Desa Karang Jaya, dan kelompok yang baru untuk perempuan Desa Sumber Bening. Untuk membentuk kelompok yang baru, anggota KPPL Sumber Jaya yang berdomisili di Desa Sumber Bening dengan legowo mengundurkan diri. Lalu, terbentuklah kelompok baru yang diberi nama KPPL Sejahtera pada 5 November 2020.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Sujirah
140
calon anggota kelompok kemitraan antara lain menaati kesepakatan dalam perjanjian kerjasama, melakukan penanaman pepohonan, tidak menebang kayu, menjaga areal kerjasama dari kebakaran, penyerobotan lahan atau gangguan lain dari luar, dan setelah satu tahun bermitra wajib menanam tanaman endemik. Sedangkan hak dari calon anggota kemitraan antara lain mendapatkan akses pengelolaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan yang dilindungi oleh hukum dan mendapatkan fasilitas penguatan kelompok. 232
Setelah berproses, pada 7 Desember 2021, perjanjian kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem antara KPPL Sumber Jaya dengan Balai Besar TNKS ditandatangani, bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem antara KPPL Sejahtera dengan Balai Besar TNKS.
Membangun Jalan Perubahan Meliani
142
Awalnya, saya masih agak ragu dengan rencana bekerjasama dengan pihak kehutanan. Namun, setelah belajar mengenai hak-hak perempuan terkait hutan yang ternyata perempuan juga berhak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan, keraguan perlahan menghilang.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Meliani “
234
Sejak berumur satu tahun, saya sudah tinggal bersama nenek di Kota Curup, sedangkan orangtua tinggal di kebun di Desa Taba Santing, Kabupaten Kepahiang. Saya mulai bersekolah di SD Negeri 82 di Kota Curup. Setelah menamatkan SD, saya melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP Negeri di Kabupaten Kepahiang, dan tinggal bersama orangtua di Kabupaten Kepahiang. Setahun tinggal bersama orangtua, saya pindah dan tinggal bersama kerabat ibu di Jakarta karena orangtua saya berpisah (bercerai). Di Jakarta, saya melanjutkan pendidikan di SMP PGRI 03 di Bekasi Barat.
235
Setelah lima tahun di Jakarta, akhirnya saya pindah dan tinggal lagi bersama nenek di Kota Curup. Saya melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Swasta di Kota Curup. Belum lama di Kota Curup, saya menikah dengan laki-laki bernama Yandra Gunawan yang berasal dari Desa Air Putih Baru, Kabupaten Rejang Lebong, yang saya kenal pertama kali pada saat tetangga mengadakan hajatan. Kami menikah pada tahun 14 April 1999,
Membangun Jalan Perubahan
233
Meliani
N
144
ama saya Meliani. Saya anak pertama dari lima bersaudara, dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Ibu bernama Khairani berasal dari Kabupaten Rejang Lebong, sedangkan bapak bernama Khairil Anwar berasal dari Kabupaten Kepahiang. Ibu dan bapak bersuku Rejang. Saya lahir di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong pada 23 Maret 1980.
145
saat saya berusia 19 tahun atau ketika saya duduk di bangku kelas 3 SMA. Saat ini, anak saya sudah tiga orang, dan semuanya berjenis kelamin lakilaki. Anak pertama bernama Yolin Raja Pratama yang lahir pada 16 April 2000, anak kedua bernama Ferdi Fiananda yang lahir pada 16 Oktober 2005, dan anak ketiga bernama Raden Ferdi Saputra yang lahir pada 5 November 2007. 236
Meliani
Selain melakukan pekerjaan rumah dan di kebun, saya juga aktif di organisasi di tingkat desa seperti Majelis Taklim Al-Huda. Saya mulai aktif di Majelis Taklim Al-Huda sejak tahun 2015, dan dipercaya menjadi ketuanya sejak tahun 2018. Saya juga menggagas pembentukan Kelompok Arisan Kentang dan dipercaya menjadi ketuanya pada tahun 2021 dan dipercaya menjadi ketua. Bila ada warga yang melakukan hajatan, saya juga ikut bergotong-royong bersama perempuan lain untuk memasak menu makanan untuk tamu, dan selalu dipercaya menjadi ketua tim yang mengatur ketersediaan menu makanan untuk tamu yang disajikan di meja.
Saya baru mengetahui TNKS dan baru mengetahui kalau rimbo atau hutan larangan yang saya dan suami buka untuk berkebun setelah menjadi anggota KPPL Sumber Jaya sekitar bulan Juli 2020. Saya dan suami mulai membuka rimbo untuk berkebun cabai dan sayuran pada
237
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
146
tahun 2001, setelah sempat mengelola kebun orang lain di Desa Batu Ampar, Kabupaten Kepahiang selama hampir dua tahun. Saat membuka rimbo untuk berkebun, saya dan suami sudah mengetahui bahwa hal tersebut dilarang dan bisa diproses hukum. Namun, terpaksa kami melakukannya karena tidak ada lahan lain yang bisa digarap. Saat membukanya, saya dan suami langsung tinggal di rimbo karena tidak ada rumah. Saat membuka rimbo, kami belum langsung membangun pondok, melainkan membuat serudung atau tempat tinggal darurat yang dibuat dari batang pohon dan bambu, beratapkan dedaunan dan berlantaikan batang pohon dan duan pisang. Setelah lebih dari satu bulan, saya, suami dan anak pertama saya tinggal di serudung, suami mulai membangun pondok.
239
Sembari merawat tanaman sayuran dan cabai, saya dan suami membuat tutup keranjang sayur dari bambu yang dibeli dari orang yang mencari bambu di rimbo. Dalam sehari, saya dan suami bisa membuat tutup keranjang sayur hingga 1.000 buah. Saya dan suami membuatnya pada malam hari hingga dini hari. Tutup keranjang sayur dijual dengan harga Rp. 100 per buah. Setiap hari, selepas tengah hari, suami akan mengantarkan tutup keranjang ke desa untuk dijual kepada pembuat keranjang sayur.
240
Pada tahun 2005, saat saya hamil anak kedua, kami menyewa rumah di Desa Talang Rejo, Kabupaten Rejang Lebong. Sejak tinggal di Desa Talang Rejo, suami pergi ke kebun pada
Membangun Jalan Perubahan
Meliani
238
147
pagi hari dan pulang ke rumah pada sore hari sembari membawa bambu untuk dibuat menjadi tutup keranjang. Namun, pada tahun 2008, saya bersama suami dan tiga orang anak terpaksa harus tinggal lagi di pondok kebun karena tidak mampu membayar biaya sewa rumah. Dua tahun kemudian, kami membeli tanah dan membangun rumah di Desa Sumber Bening, dan tidak lagi tinggal di pondok kebun. 241
Walau selalu menghindar, namun nahas tetap saja dialami. Saya pernah tidak sempat lagi untuk melarikan diri dari petugas kehutanan. Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2008. Saat itu, saya lagi di kebun Ibu Rohima yang berada di sebelah kebun saya, untuk memberitahukan informasi bahwa ada petugas kehutanan yang berpatroli secara besarbesaran, dan mengajaknya untuk bersembunyi. Namun, tiba-tiba saja sekitar enam orang petugas kehutanan bersenjata api berlaras panjang
242
Meliani
Berkebun di rimbo, saya dan keluarga sering kucing-kucingan dengan petugas kehutanan. Kalau ada yang mengabarkan bahwa petugas kehutanan berpatroli, khususnya patroli gabungan, saya dan keluarga akan langsung lari terbirit-birit, tak tahu arah, yang penting bisa menghindar agar tidak ditangkap oleh petugas kehutanan. Terkadang tidak sadar sudah berlari cukup jauh, dan berada di pinggir jurang atau sudah masuk ke hutan belantara. Walau berisiko bertemu hewan liar seperti ular, harimau, babi hutan atau hewan lainnya, bagi kami yang terpenting jangan sampai bertemu dengan petugas kehutanan. Bagi kami, lebih baik bertemu hewan buas daripada bertemu dengan petugas kehutanan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
148
sudah berada di kebun Ibu Rohima. Melihat ada petugas kehutanan, suami Ibu Rohima langsung melarikan diri. Kendati petugas kehutanan sempat melepaskan tembakan peringatan, namun suami Ibu Rohima tetap melarikan diri. Karena takut ditembak, dan ditambah lagi saya sedang menggendong anak ketiga yang berumur sekitar enam bulan dan memegang tangan anak kedua yang berumur sekitar 2,5 tahun, saya tidak berani untuk melarikan diri. Begitu pula Ibu Rohima, tidak berani untuk melarikan diri. Lalu, kami diajak petugas kehutanan mengikuti mereka, dan saat melewati pondok kebun saya, mereka mengajak berhenti. Di pondok kebun, petugas kehutanan menanyakan keberaaan suami saya. Saat itu, saya menjawab bahwa suami sedang bekerja di desa. Kemudian, mereka mengatakan akan membawa kami untuk dijebloskan ke penjara. Mereka mengatakan bahwa kalau di penjara, saya dan Ibu Rohima tidak akan merasa capek untuk melakukan pekerjaan seperti memasak atau lainnya, dan di penjara, kami hanya akan makan dan tidur.
244
Saat itu, saya mengatakan silakan saja kalau mereka ingin membawa kami untuk dipenjara. Saya mengakui bahwa saya berbuat salah karena telah membuka hutan untuk berkebun, namun hal tersebut terpaksa dilakukan karena untuk bertahan hidup. Tidak ada pilihan lain karena tidak mempunyai lahan garapan di sekitar desa. Setelah itu, kami disodori dengan selembar kertas yang berisi janji tidak akan menggarap kebun lagi untuk ditandatangani. Setelah kami tandatangani, petugas kehutanan memotret kami, dan meminta
Membangun Jalan Perubahan
Meliani
243
149
kami untuk meninggalkan kebun, dan tidak lagi menggarap kebun. Kami pun meninggalkan kebun. Namun, tak lama kemudian, saya kembali ke kebun karena tidak mungkin meninggalkan kebun karena saya tidak punya tempat tinggal di desa. 245
Setiap tahun, selalu saja ada petugas kehutanan berpatroli. Bahkan, setiap tahun, setidaknya tiga kali petugas kehutanan berpatroli. Setiap ada kabar petugas kehutanan berpatroli, biasanya suami akan melarikan diri untuk bersembunyi terlebih dahulu. Nyaris tidak pernah melarikan diri secara bersama-sama. Menurut suami, petugas kehutanan tidak mungkin akan menangkap perempuan, apalagi bila perempuan bersama dengan anak yang masih kecil.
246
Meliani
Satu tahun kemudian, petugas kehutanan kembali melakukan patroli secara besar-besaran. Mendapatkan informasi petugas kehutanan berpatroli, saya sambil menggendong dan menggandeng anak berlari ke kebun bapak (Khairil) untuk mengajak untuk bersembunyi. Namun, saat tiba di kebun bapak, mereka sudah tidak ada di kebun atau sudah bersembunyi. Lalu, saya pun membawa anak untuk bersembunyi di semak belukar. Beruntung kedua anak saya tidak menangis, sehingga keberadaan kami tidak diketahui oleh petugas kehutanan. Setelah merasa aman, saya pun mengajak kedua anak saya keluar dari persembunyian dan kembali ke pondok kebun.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
150
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Meliani
247
248
S
aya bergabung menjadi anggota KPPL Sumber Jaya karena diajak oleh Ibu Donsri. Saya diberitahu bahwa KPPL Sumber Jaya ingin menjalin kerjasama dengan pihak kehutanan (Balai Besar TNKS) terkait kebun di rimbo. Awalnya, saya masih agak ragu dengan rencana bekerjasama dengan pihak kehutanan. Namun, setelah belajar mengenai hak-hak perempuan terkait hutan yang ternyata perempuan juga berhak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan, keraguan perlahan menghilang. Keraguan pun menjadi hilang setelah berkegiatan dengan Pak Zai. Selain mendapatkan informasi mengenai aturan tentang kerjasama dan tahapan untuk bekerjasama, kami juga mendapatkan informasi bahwa maksimal anggota kelompok berjumlah 50 orang.
Setelah itu, kami pun mulai mengajak perempuan lainnya yang juga menggarap kebun di rimbo untuk bergabung menjadi anggota KPPL Sumber Jaya. Namun, tidak mudah. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa rencana bekerjasama dengan Balai Besar TNKS adalah menjebak diri sendiri. Pihak Balai Besar TNKS akan dengan
151
mudah untuk menangkap. Selain secara tidak langsung mengakui sebagai penggarap rimbo, untuk bekerjasama harus menyerahkan fotocopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, sehingga pihak Balai Besar TNKS bisa mengetahui alamat rumah. 249
Namun, setelah kami menyampaikan proposal kerjasama ke Balai Besar TNKS, kami disarankan untuk melakukan pengelompokan ulang anggota berdasarkan lokasi kebun. Saya pun harus keluar dari KPPL Sejahtera dan kembali bergabung menjadi anggota KPPL Sumber Jaya, dan dipercayakan menjadi Bendahara KPPL Sumber Jaya untuk menggantikan Ibu Rusmawati yang harus keluar dari KPPL Sumber Jaya dan bergabung ke KPPL Sejahtera.
250
Beberapa bulan kemudian, saya ikut menghadiri pertemuan antara Balai Besar TNKS, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera. Dalam pertemuan kami menyepakati untuk memetakan
251
Meliani
Namun, setelah kami belajar memetakan kebun anggota KPPL Sumber Jaya bersama dengan pihak Balai Besar TNKS, semakin banyak yang ingin bergabung menjadi anggota. Untuk memberikan kesempatan menjadi anggota, kami pun merencanakan peleburan KPPL Sumber Jaya menjadi dua kelompok. Dalam pertemuan yang dilakukan pada 3 November 2020 di rumah Ibu Donsri, saya bersama sembilan anggota KPPL Sumber Jaya lainnya ditugaskan untuk membentuk kelompok baru. Lalu, pada 5 November 2020, terbentuklah KPPL Sejahtera, dan saya dipercaya menjadi Ketua KPPL Sejahtera.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
152
Meliani
kebun seluruh anggota, dan pihak Balai Besar TNKS meminta agar semua anggota beserta suaminya berada di kebun saat tim mendatangi kebunnya. Selama dua hari, 2 – 3 Februari 2021, kami memetakan kebun. Tak lama setelah pemetaan, saya mewakili KPPL Sumber Jaya dan sekaligus membantu KPPL Sejahtera mengurus surat keterangan domisili untuk anggota yang bukan warga desa yang lokasi kebunnya berada, ke kantor Kecamatan Selupu Rejang. Surat keterangan domisili merupakan salah satu syarat anggota kelompok yang ingin bekerjasama dengan Balai Besar TNKS.
Membangun Jalan Perubahan
252
Sembari menunggu kabar tentang jadwal penandatanganan perjanjian kerjasama, saya bersama Ibu Donsri, Ibu Sujirah, Ibu Rohima mulai mencoba untuk membuat produk dari nangka yang mungkin cocok untuk dijadikan usaha nantinya. Setelah beberapa kali mencoba, kami semakin serius untuk belajar membuat dodol nangka, sirup nangka, stik nangka dan abon nangka. Beberapa bulan kemudian, kami berkegiatan dengan Pak Hadi dan Pak Tansri untuk memfinalkan rancangan PKS, RPP dan RKT. Lalu, pada 7 Desember 2021, KPPL Sumber Jaya menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem dengan Balai Besar TNKS, bersamaan dengan penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem antara KPPL Sejahtera dan Balai Besar TNKS.
Membangun Jalan Perubahan Rohima
154
Perjuangan terhadap hakhak perempuan terkait hutan, khususnya hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan tersebut membutuhkan kesabaran, melelahkan dan menyita waktu.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Rohima “
253
Membangun Jalan Perubahan
N
ama saya adalah Rohima. Saya adalah anak keempat dari lima saudara, yang terdiri dari tiga orang perempuan dan dua orang laki-laki. Saya lahir di Desa Mojorejo, Kabupaten Rejang Lebong, pada 21 Mei 1975.
254
Saya dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Ibu bernama Aisah, dan bapak bernama Ribut Sairi. Ibu berasal dari Jawa Barat, sedangkan bapak dari Jawa Tengah. Ibu dan bapak adalah petani. Kebun milik orangtua berada di dekat perbatasan rimbo atau hutan larangan. Orangtua menanam kopi dan beragam tanaman hortikultura seperti kentang, tomat, cabai dan lainnya di kebun. Orangtua juga beternak kambing.
255
Saya mulai masuk sekolah dasar pada tahun 1983. Saat duduk di bangku kelas 4 SD, saya mulai rajin membantu orangtua di kebun. Saya pergi ke kebun setelah pulang dari sekolah. Jarak kebun dari rumah cukup jauh. Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam untuk berjalan kaki.
256
Di kebun, saya membantu membersihkan rumput, memanen, mengakut hasil panen dan lainnya. Saya juga sering membantu orangtua mencari rumput untuk pakan kambing, dan kayu bakar untuk keperluan memasak di rumah.
257
Saya sempat melanjutkan pendidikan di pesantren di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Saya tamat pesantren pada tahun 1996. Pada tahun 1997, saya kembali ke Desa Mojorejo karena diajak oleh pengelola Madrasah Nurul Kamal di Desa Karang Jaya, yang merupakan tetangga Desa Mojorejo,
Rohima
156
157
untuk mengajar di madrasah tersebut. 258
Beberapa bulan setelah kelahiran anak pertama kami, Muhammad Pangestu Illahi pada tahun 1998, saya dan suami pindah ke Desa Sambirejo, Kabupaten Rejang Lebong dan mengelola kebun milik bibi saya. Setelah dua tahun mengelola kebun bibi, saya dan suami mulai mengelola kebun yang diwariskan oleh orangtua. Saya melahirkan anak kedua yang diberi nama Sintia Nurdamayanti pada tahun 2003, dan melahirkan anak ketiga yang diberi nama Muhammad Alfi Sukri Alfardona pada tahun 2016.
259
Sejak tahun 2010, saya dan keluarga pindah ke Desa Karang Jaya. Di Desa Karang Jaya, saya mulai aktif menjadi anggota Kelompok Majelis Taklim Al-Huda yang rutin berkegiatan setiap Senin dan Jumat malam setiap minggu. Sejak tahun 2012, saya mulai aktif menjadi anggota Koalisi Perempuan Indonesia Ranting Desa Karang Jaya.
260
Saya juga membentuk dan dipercaya menjadi Ketua Kelompok Arisan Material Rumah yang beranggotakan perempuan Desa Karang Jaya dan Desa Mojorejo sejak tahun 2011, dan kelompok arisan Gumite yang beranggotakan perempuan Desa Karang Jaya sejak tahun 2019. Arisan material rumah dilakukan dengan menyumbang 50 sak semen oleh setiap anggota kepada anggota yang akan membangun atau memperbaiki rumah,
261
Rohima
Saya menikah dengan Wagito, warga Desa Air Bang, Kabupaten Rejang Lebong pada tahun 1997. Setelah menikah, kami mengelola dan tinggal di kebun milik orangtua suami di Desa Air Duku, Kabupaten Rejang Lebong.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
158
sedangkan arisan Gumite dilakukan dengan menyumbang dua kilogram gula, dua kilogram minyak goreng dan satu karpet telur oleh setiap anggota kepada anggota yang akan menggelar hajatan seperti sunatan dan pernikahan anak.
Membangun Jalan Perubahan
Rohima
262
Bila ada keluarga atau warga desa yang hajatan atau musibah, saya juga ikut bergotong royong bersama perempuan lainnya untuk memasak menu makanan yang akan disajikan untuk tamu. ggg
263
264
S
ejak masih kecil hingga berumah tangga, saya tidak mengenal istilah TNKS. Saya hanya mengenal rimbo atau hutan larangan. Saya baru mengetahui bahwa rimbo larangan merupakan TNKS setelah menjadi anggota KPPL Sumber Jaya untuk bekerjasama dengan Balai Besar TNKS. Saya menjadi anggota KPPL Sumber Jaya karena saya dan suami berkebun di rimbo sejak tahun 2003.
Walau sebelumnya saya mengetahui bahwa berkebun di rimbo adalah dilarang, namun setelah anak kedua saya lahir, saya dan suami mulai terpikir untuk berkebun di rimbo. Apalagi, saat mengelola kebun yang diwariskan oleh orangtua yang berada di perbatasan rimbo, saya dan suami melihat cukup banyak orang yang berkebun di rimbo membawa hasil panen kopi, cabai
159
rawit, daun bawang, kol dan lainnya yang cukup berlimpah. Saya dan suami mulai berkebun di rimbo setelah menerima tawaran salah seorang penggarap kebun kopi di rimbo untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp 2.000.000 pada tahun 2003. 265
Sekitar tahun 2008, saya pernah ditangkap oleh petugas kehutanan. Saat itu, saya sedang menanam cabai rawit, sedangkan suami sedang berada di pondok. Saya didatangi oleh Ibu Meliani yang menginformasikan bahwa ada petugas kehutanan yang berpatroli, dan menyuruh saya dan saumi untuk bersembunyi. Namun, saya tidak langsung tergerak untuk bersembunyi karena di dalam pikiran saya, keberadaan petugas masih jauh dari kebun. Saya pun memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu.
266
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba saja enam orang petugas kehutanan yang membawa
267
Rohima
Cukup banyak cerita duka berkebun di rimbo. Bila sedang melakukan pekerjaan di kebun dan tiba-tiba mendapatkan informasi ada petugas kehutanan berpatroli, saya harus berlari meninggalkan kebun untuk bersembunyi di semaksemak. Bila saja sedang membawa anak ke kebun, maka berlarinya sambil menggendong anak. Tak jarang, ketika baru sampai di kebun, sudah harus berlari meninggalkan kebun untuk bersembunyi karena mendapat informasi ada petugas kehutanan berpatroli. Biasanya, suami akan berlari lebih dahulu, dan meninggalkan saya dan anak. Menurut suami, petugas kehutanan tidak mungkin akan menangkap perempuan, apalagi bila perempuan sedang bersama anak.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rohima
160
senjata api sudah berada di kebun saya. Melihat petugas kehutanan membawa senjata api berlaras panjang, suami langsung berlari meninggalkan kebun, sementara saya dan Ibu Meliani tidak berani untuk melarikan diri karena takut ditembak oleh petugas kehutanan. Saya sangat ketakutan, tubuh gemetaran dan ingin menangis. Apalagi, kami diajak untuk mengikuti mereka. Saya merasa sangat khawatir akan dibawa ke kantor kehutanan. Namun, saat melewati kebun Ibu Meliani, petugas kehutanan mengajak kami untuk berhenti. Saya dan Ibu Meliani mulai ditanya-tanya. 268
Setelah itu, petugas kehutanan menanyakan identitas penggarap kebun lainnya. Kami mengaku tidak mengetahui karena tidak pernah bertemu dengan mereka. Kami tidak mau menyebutkannya karena kami khawatir bila kami sebutkan, mereka akan ditangkap, dan kami yang akan disalahkan. Sembari bertanya-tanya, salah seorang petugas kehutanan menulis semacam surat di atas kertas dan memberikannya kepada kami untuk ditandatangani. Isinya adalah kami berjanji tidak akan lagi menggarap kebun. Setelah kami tandatangani, petugas kehutanan mengatakan bila saja nantinya mereka datang lagi dan melihat kami masih saja berkebun, mereka akan membawa kami ke kantor kehutanan untuk diproses hukum. Selanjutnya, petugas kehutanan memotret kami, dan kami disuruh meninggalkan kebun.
269
Peristiwa tersebut membuat saya menjadi takut untuk ke kebun. Sekitar satu minggu, saya tidak pergi ke kebun. Sedangkan suami, hanya sekitar tiga hari tidak pergi ke kebun. Walau suami tidak meminta saya untuk pergi ke kebun,
161
Tiba-tiba saja tendengar suara ramai orang
270
271
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Sekitar tahun 2009, saya kepergok lagi oleh petugas kehutanan. Saat itu, saya sedang menanam cabai dan suami sedang merapikan plastik mulsa. Tiba-tiba saja sekitar 10 orang petugas kehutanan yang membawa senjata api muncul di kebun. Mengetahui ada petugas kehutanan datang, seketika saya langsung memegang tangan suami untuk menahan agar suami tidak melarikan diri karena khawatir suami akan ditembak. Saya dan suami pun disuruh duduk di tanah, dan petugas mulai bertanya-tanya. Mereka menanyakan sejak kapan kami mulai menggarap kebun, dan saya mengaku bahwa kami baru menggarap kebun yang diganti rugi dengan menunjukkan bahwa kami baru mau menanam cabai. Namun, mereka tidak mempercayainya. Lalu, kami ditanya apakah mengetahui bahwa menggarap kebun di kawasan hutan dilarang, dan saya menjawab bahwa kami mengetahuinya. Namun, kami terpaksa melakukannya karena tidak ada lahan garapan di desa.
Rohima
namun saya mulai terpikir bahwa tidak mungkin saya tidak ke kebun karena sebagian pekerjaan di kebun seperti merumput, menanam, memanen dan lainnya, saya yang melakukannya. Sedangkan pekerjaan seperti mencangkul, mengangkut pupuk, mengangkut hasil panen dan lainnya dilakukan oleh suami. Lalu, saya memutuskan untuk kembali bekerja ke kebun. Namun, dengan perasaan waswas yang semakin meningkat. Bahkan, makan siang saja sudah tidak berani lagi di pondok karena berjaga-jaga agar bisa cepat melarikan diri bila saja ada petugas kehutanan yang tiba-tiba datang.
162
Rohima
di seberang kebun. Mendengarnya, petugas kehutanan bergegas untuk mendatangi tempat suara tersebut terdengar. Sebelum pergi, mereka menyuruh kami untuk meninggalkan kebun dan tidak lagi menggarap kebun, dan mengambil dan membawa peralatan yang kami gunakan untuk berkebun seperti seperti cangkul, parang dan lainnya. Merasa agak tenang karena disuruh meninggalkan kebun, bukan dibawa untuk diproses hukum, saya dan suami pun bergegas meninggalkan kebun pulang ke rumah. Setelah kejadian tersebut, hampir selama 10 hari, saya dan suami tidak berani pergi ke kebun. Setelah itu, merasa keadaan sudah aman, saya dan suami pun mulai memberanikan diri lagi untuk ke kebun. ggg
Membangun Jalan Perubahan
272
A
wal mula saya bergabung menjadi anggota KPPL Sejahtera karena diajak oleh Ibu Meliani pada awal November 2020. Saya diajak untuk berkumpul di rumah Ibu Donsri untuk membahas kelompok perempuan penggarap rimbo. Di rumah Ibu Donsri, saya bertemu perempuan lainnya yang juga penggarap rimbo, dan membahas tentang peleburan KPPL Sumber Jaya, dan pembentukan kelompok baru untuk menjalin kerjasama dengan pihak kehutanan.
273
Setelah saya mulai sering ikut berkegiatan, saya mulai menyadari bahwa perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan seperti hak mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan, dan peran perempuan dalam upaya pelestarian hutan adalah sangat penting. Perjuangan terhadap hak-hak perempuan terkait hutan, khususnya hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan tersebut membutuhkan kesabaran, melelahkan dan menyita waktu. Namun, berkat kerja keras dan keseriusan memperjuangkannya, akhirnya hak kami, perempuan penggarap rimbo, untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan diakui dengan penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi pada 7 Desember 2021.
274
163
Rohima
Sekembali dari pertemuan, saya mendiskusikan hasil pertemuan dengan suami, dan menyampaikan keinginan untuk bergabung menjadi anggota KPPL Sumber Jaya. Untuk menjadi anggota, saya membawa fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) istri dan suami, serta kartu keluarga (KK). Bersamaan dengan penerimaan anggota baru untuk KPPL Sumber Jaya, perempuan penggarap rimbo lainnya membentuk KPPL Sejahtera. Bila sebelumnya saya hanya menjadi anggota, namun setelah ada peleburan kelompok, saya dipercaya menjadi Anggota Pengawas KPPL Sumber Jaya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Roisa
164
Roisa “
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Kami sengaja memilih pepopohan tersebut karena dengan harapan buahnya bisa dimanfaatkan untuk ekonomi, selain untuk memulihkan hutan TNKS yang akan memberi manfaat untuk mencegah lahan kebun menjadi gersang atau kekeringan, menjaga air, menjaga suhu di kebun, menahan angin kencang yang bisa merusak tanaman di kebun, dan mencegah hewan liar seperti babi masuk ke pemukiman.
276
Saya sudah menikah. Suami bernama Budi Sutrisno, warga Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong. Kami mempunyai dua orang anak. Anak pertama lahir pada tahun 2012 berjenis kelamin laki-laki dan diberi nama Septian Ardi Pratama, dan anak kedua lahir pada tahun 2016, berjenis kelamin perempuan dan diberi nama Amel Oktavia.
277
Saya menamatkan pendidikan SD pada tahun 2008, dan SMP pada tahun 2011. Saya tidak melanjutkan ke jenjang SMA karena setelah menamatkan SMP, saya menikah. Saya mengenal suami saat di bangku kelas 2 SMP, dan saya menikah dengannya pada tahun 2012. Sebelum menikah, suami sempat merantau ke Jawa dan bekerja di peternakan ayam.
278
Setelah menikah, saya pindah ke Desa Sumber Bening dan tinggal di rumah mertua, dan saya dan suami mulai bertani. Selain mengelola kebun milik mertua di desa, saya dan suami mendapatkan pinjaman modal untuk mengelola kebun orang lain di Desa Mojorejo yang bersebelahan dengan Desa Karang Jaya. Tidak hanya bertani, suami juga
Membangun Jalan Perubahan
275
Roisa
S
166
aya adalah Roisa, yang lahir di Desa Pal Batu, Kabupaten Rejang Lebong pada 6 November 1994. Saya anak pertama dari dua bersaudara, satu orang perempuan dan satu orang laki-laki, dari pasangan Yutina dan Zainul Alupi. Ibu bersuku Jawa, sedangkan bapak bersuku Rejang. Ibu dan bapak adalah petani, buruh tani dan perajin gula aren.
167
mulai menjadi pengojek pupuk dan sayur dengan menggunakan sepeda motor, dan saya juga mulai sering bekerja sebagai upahan di kebun orang lain. 279
Tidak disangka, saat kami dalam kondisi kebingungan untuk mencari lahan untuk berkebun, datang seorang teman suami yang menawarkan kami untuk mengganti rugi kebun kopinya. Setelah berpikir panjang, akhirnya kami menerima tawaran tersebut. Hingga kini, kami masih mengelola kebun tersebut, disamping suami tetap mengojek dan saya juga tetap sering mencari kerja sebagai upahan.
280
Di desa, saya termasuk orang yang tidak mengikuti satu organisasi pun. Namun, secara sosial, saya aktif mengikuti rewenangan di rumah warga sekitar atau keluarga yang mengadakan hajatan pernikahan, sedekah dan musibah.
281
Roisa
Di kebun milik mertua, kami menanam sawi dan cabai rawit. Sedangkan di kebun di Desa Mojorejo, kami menanam kol bunga, cabe dan terung. Namun, kami mengelola kebun di Desa Mojorejo hanya selama dua tahun. Kami memutuskan tidak lagi mengelolanya karena merasa hasil yang diterima tidak seimbang dengan pengorbanan. Sedangkan di kebun mertua, kami bisa mengelolanya hanya sampai tahun 2016 karena kebun dibagi dan diwariskan untuk tujuh orang anaknya, termasuk suami. Dengan ada pembagian lahan kebun tersebut, kami tidak bisa lagi untuk berkebun karena lahan yang bisa dikelola mengecil.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
168
ggg
Roisa
282
Membangun Jalan Perubahan
283
S
ebelum membentuk KPPL Sejahtera pada 5 November 2020, saya sama sekali tidak mengetahui TNKS, yang saya ketahui adalah rimbo atau hutan larangan. Sebelum mengganti rugi kebun kopi yang digarap oleh teman suami di rimbo, rimbo merupakan lokasi saya sering bekerja sebagai upahan dan lokasi suami mengojek. Sejak bekerja sebagai upahan, saya mulai mengetahui bahwa rimbo tidak boleh digarap, tidak boleh bekerja sebagai upahan dan mengojek pupuk atau sayur di rimbo karena terkategori illegal dan bisa ditangkap.
Pernah suatu waktu, ketika saya sedang bekerja sebagai upahan memetik buah kopi di kebun di rimbo, dan saat itu saya sedang hamil anak pertama dengan usia hamil tujuh bulan, merasa sangat panik karena saya dan ibu-ibu yang juga bekerja sebagai upahan mendapat informasi bahwa petugas kehutanan berpatroli. Kami pun bergegas meninggalkan kebun kopi, dan bersembunyi di semak belukar yang berjarak lumayan jauh dari kebun kopi, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Setelah merasa agak aman, kami baru keluar dari tempat persembunyian dan pulang ke desa. Selama peristiwa tersebut, saya sempat memutuskan tidak akan mencari upahan di rimbo lagi. Namun, karena banyak kerja upahan berada di rimbo, akhirnya saya memberanikan diri untuk
169
kembali bekerja sebagai upahan di rimbo. 284
Lalu, suami diberi pilihan oleh petugas kehutanan, yakni kol bunga ditinggalkan dan sepeda motor dibawa oleh petugas, atau kol bunga ditinggalkan dan sepeda motor dan suami dibawa ke kantor kehutanan. Suami memilih untuk meninggalkan kol bunga, dan menolak untuk meninggalkan sepeda motor dengan alasan sepeda motor masih dalam status kredit, sehingga kalau motor dibawa oleh petugas kehutanan, maka suami akan mengalami masalah dengan perusahaan yang memberikan kredit. Akhirnya, suami dan sepeda motor dilepaskan, dan diberi peringatan agar tidak lagi mengojek di rimbo karena bisa diproses hukum. Setelah peristiwa tersebut, suami sempat memutuskan untuk tidak akan lagi mengojek sayur atau pupuk di rimbo. Namun, karena banyak tawaran mengojek pupuk dan sayur di rimbo, suami pun memberanikan diri untuk kembali mengojek di rimbo.
285
Roisa
Suami saya juga pernah mengalami peristiwa yang membuatnya sangat ketakutan. Saat itu, suami sedang membawa kol bunga dari kebun orang di rimbo yang sedang panen untuk dibawa ke desa. Masih di rimbo, tak disangka suami bertemu dengan petugas kehutanan yang sedang berpatroli. Suami disetop dan ditangkap oleh petugas. Saat diinterograsi, suami mengatakan bahwa dia hanya mengojek. Suami pun diminta untuk memberitahukan identitas pemilik kebun dan dimana lokasi kebun, suami mengatakan dia tidak mengetahuinya. Dia ditelepon oleh seseorang yang meminta untuk mengangkut kol yang diletakan di persimpangan untuk dibawa ke desa.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Roisa
170
286
Mengenai kebun kopi di rimbo yang saat ini kami kelola, awalnya saya dan suami sama sekali tidak pernah berpikir untuk berkebun di rimbo. Namun, dalam situasi kebingungan untuk mencari lahan berkebun, seorang teman suami datang ke rumah untuk meminjam uang karena terlilit hutang. Awalnya dia ingin meminjam uang sebesar Rp 10.000.000, namun kami hanya bisa meminjamkan sebesar Rp 5.000.000 yang diambil dari tabungan kami. Lalu, dia menawarkan untuk mengganti rugi kebun yang digarapnya di rimbo sebesar Rp 20.000.000.
287
Dia menawarkan sebesar Rp 20.000.000 dengan alasan kebun yang digarapnya sudah ditanami kopi, dan semua pohon kopi yang ditanam sudah disambung, sehingga hasil panen kopi yang akan diperoleh bisa lebih banyak dibandingkan dengan pohon kopi yang belum disambung. Bila kami menerima tawaran tersebut, maka uang sebesar Rp 5.000.000 yang awalnya untuk dipinjamkan akan dianggap sebagai duit pangkal ganti rugi, dan sisanya akan dibayar di kemudian hari.
288
Awalnya, kami menolak tawaran mengganti rugi kebun kopi tersebut. Selain merasa takut berkebun di rimbo, kami juga tidak memiliki uang lagi. Namun, selang beberapa hari, teman suami kembali datang ke rumah. Dia mengatakan bahwa dia sudah mencoba untuk mencari pinjaman uang dari saudara dan beberapa orang lainnya, namun tidak mendapatkan pinjaman. Oleh karena itu, dia sangat berharap kami bersedia mengganti rugi kebunnya di rimbo, dan membayar sisa uang ganti rugi dalam waktu satu bulan, dengan alasan
171
dia sangat membutuhkan uang untuk membayar hutang. Setelah berpikir panjang, akhirnya kami memutuskan untuk mengganti rugi kebun kopi tersebut, dan kami pun mencari pinjaman untuk melunasinya. ggg
O
289
Keesokan hari setelah pembentukan, saya ikut menyusun proposal untuk bekerjasama dengan Balai Besar TNKS. Dalam proposal, kami berencana memperbaiki kondisi hutan TNKS yang telah
290
Roisa
rang yang mengajak saya untuk membentuk KPPL Sejahtera adalah Ayuk Meliani pada awal November 2020. Sewaktu mengajak saya, Ayuk Meliani mengatakan bahwa kami yang menggarap kebun di rimbo perlu membentuk kelompok untuk bekerjasama dengan pihak kehutanan (Balai Besar TNKS) supaya tidak dianggap illegal. Untuk menjadi anggota kelompok, harus menyerahkan fotokopi KTP dan KK. Berminat untuk bergabung, saya menghadiri pertemuan di rumah Ayuk Meliani pada 5 November 2020 untuk membentuk kelompok yang kemudian diberi nama KPPL Sejahtera. Dalam pertemuan, saya dipercaya menjadi Ketua Pengawas KPPL Sejahtera.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Roisa
172
digarap menjadi kebun kopi dan sayuran dengan menanam pohon alpukat, nangka, jengkol, kabau, petai, pala dan lainnya. Kami sengaja memilih pepopohan tersebut karena dengan harapan buahnya bisa dimanfaatkan untuk ekonomi, selain untuk memulihkan hutan TNKS yang akan memberi manfaat untuk mencegah lahan kebun menjadi gersang atau kekeringan, menjaga air, menjaga suhu di kebun, menahan angin kencang yang bisa merusak tanaman di kebun, dan mencegah hewan liar seperti babi masuk ke pemukiman. 291
Beberapa hari setelah membuat proposal, atau tepatnya pada 11 November 2020, saya bersama pengurus KPPL Sejahtera menyerahkan proposal kerjasama tersebut kepada pak Zai di Kantor TNKS di Kota Curup, bersama dengan pengurus dan pengawas KPPL Sumber Jaya. Setelah menerima proposal, kami bersama Pak Zai langsung menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT.
292
Beberapa hari setelah menyerahkan proposal, KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya mendapatkan saran dari Balai Besar TNKS untuk melakukan pengelompokan ulang anggota berdasarkan lokasi kebun. Lalu, pada 26 November 2020, seluruh pengurus, pengawas dan anggota KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya berkumpul di Balai Desa Sumber Bening untuk membahas saran dari pihak Balai Besar TNKS dan melakukan pengelompokan ulang anggota. Dari hasil pengelompokan ulang anggota, saya dipercaya menjadi Ketua KPPL Sejahtera.
293
Beberapa bulan kemudian, saya bersama
173
294
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Setelah pemetaan, kami pun diminta untuk menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai untuk melengkapi persyaratan proposal. Dan setelah menunggu beberapa bulan, KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya berkegiatan dengan Pak Hadi dan Pak Tansri untuk memfinalkan rancangan PKS, RPP dan RKT. Beberapa waktu kemudian, KPPL Sejahtera dan Balai Besar TNKS menandatangani perjanjian kerjasama pemulihan ekosistem, yang ditandatangani oleh saya dan Pak Pratono. Setelah penandatanganan perjanjian kerjasama antara KPPL Sejahtera dan Balai Besar TNKS, KPPL Sumber Jaya dan Balai Besar TNKS juga menandatangani perjanjian kerjasama pemulihan ekosistem.
Roisa
pengurus KPPL Sejahtera lainnya dan pengurus KPPL Sumber Jaya diundang dalam pertemuan di Kantor TNKS di Kota Curup untuk membahas rencana pemetaan kebun garapan seluruh anggota KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya. Disepakati, pemetaaan akan dilakukan pada 2 – 3 Februari 2021, dan semua anggota dan suaminya harus berada di kebun saat tim melakukan pemetaan karena akan diwawancara oleh pihak Balai Besar TNKS. Awalnya, tidak sedikit dari anggota menyatakan enggan untuk mengikuti pemetaan karena khawatir akan ditangkap petugas. Namun, lambat laun hampir seluruh anggota bersedia untuk memetakan kebun garapannya dan diwawancara oleh pihak Balai Besar TNKS, dan pemetaan pun jadi dilakukan. Untuk lokasi kebun anggota KPPL Sejahtera, tim dari Balai Besar TNKS yang turun adalah Ibu Emi, Pak Zul, Pak Edi, Pak Kusnan, dan Pak Suka.
Membangun Jalan Perubahan Mulyani
174
Kami juga melakukan pembibitan pepohonan seperti alpukat, nangka, jengkol, kabau dan lainnya yang akan ditanam di kebun. Jenis pepohonan tersebut sengaja kami pilih karena bisa bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Mulyani “
295
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
176
N
ama saya Mulyani. Saya lahir di Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong pada 29 Desember 1982. Saya adalah petani. Saya sudah menikah, dan suami bernama Ihdan Jonison. Saya juga sudah memiliki dua orang anak, yakni satu orang perempuan yang bernama Wiwik Nur Hidayani yang lahir pada tahun 2006, dan satu orang laki-laki bermana Muhammad Rudai yang lahir pada tahun 2015. Saya dan keluarga tinggal di Desa Sumber Bening.
296
Saya merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dua orang perempuan dan dua orang laki-laki. Ibu bernama Suhartini, dan bapak bernama Sutomo. Ibu dan bapak bersuku Jawa, dan keduanya adalah petani.
297
Saat saya berumur satu tahun, orangtua membawa saya merantau ke Pagar Alam. Namun, tidak lama. Kami pulang ke Desa Sumber Bening, ketika saya berumur 5 tahun, karena saya akan bersekolah. Di Pagar Alam, jarak dari rumah ke rumah sekolah jauh, kami tinggal di kebun atau talang.
298
Pendidikan terakhir saya, SD. Saya tidak melanjutkan sekolah karena terkendala faktor ekonomi. Begitu tamat SD, saya langsung membantu orangtua berkebun sambil menjaga adik-adik.
299
Saat beranjak dewasa, saya sempat merantau ke Kota Palembang. Namun, hanya sekitar empat
177
bulan. Merasa kasihan dengan orangtua dan selalu ingat dengan adik-adik yang masih kecil yang tidak ada orang yang menjaga mereka, saya memilih pulang ke kampung untuk membantu orangtua berkebun dan menjaga adik. 300
Setelah anak mulai membesar, kami juga mulai membuat keranjang sayur dari bambu dan saya juga mulai sering bekerja sebagai upahan seperti merumput, menebas semak dan memanen kopi atau sayuran di kebun orang lain untuk menambah pendapatan rumah tangga.
301
Di desa, selalu mengikuti kegiatan rewangan atau bergotong royong bersama perempuan lainnya untuk memasak di rumah warga yang mengadakan hajatan seperti pernikahan atau sedekahan. Sedangkan di kebun, kegiatan bergotong royong melakukan pekerjaan di kebun secara bergiliran atau ganti hari, sering saya lakukan bersama keluarga dan tetangga. Bersama tetangga, saya juga mengikuti arisan mingguan, yang setiap hari menyetorkan uang sebesar Rp 10.000.
302
Mulyani
Saya menikah dengan seorang laki-laki bernama Ihdan Jonison pada tahun 2005. Saya mengenalnya karena dia berkebun tidak jauh dari lokasi kebun orangtua saya. Setelah menikah, saya dan suami tetap berkebun. Selain kopi, kami juga menanam sayuran seperti sawi, kol, daun bawang, wortel dan lainnya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
178
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
303
S
aya mulai mengenal TNKS setelah membentuk KPPL Sumber Jaya pada 18 Maret 2020. Sebelumnya, saya hanya mengenal dengan istilah hutan Bos Wesen atau rimbo atau hutan larangan. Membukanya untuk berkebun adalah perbuatan illegal dan bisa ditangkap. Kendati demikian, banyak warga desa, termasuk orangtua tetap membuka rimbo untuk berkebun. Tidak ada pilihan lain, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menyambung hidup.
304
Ibu dan bapak mulai membuka rimbo untuk berkebun sayuran dan kopi sekitar tahun 1994 1995. Sebelumnya, bapak bekerja sebagai tukang potong dan tukang angkut sayur di pasar. Bapak dan ibu membuka rimbo karena diajak tetangga. Untuk menggarapnya, bapak dan ibu dibantu oleh saya. Kami menggarapnya secara diam-diam karena khawatir ditangkap petugas kehutanan yang berpatroli. Kendati demikian, kami pernah didatangi petugas kehutanan. Saya merasa sangat ketakutan. Beruntung, kami tidak ditangkap, hanya ditanya-tanya dan dipotret. Peristiwa itu terjadi saat bapak membuat pondok di kebun.
305
Pada tahun 1999, saat petugas kehutanan melakukan patroli gabungan, tetangga kebun kami ditangkap. Saat itu, saya tidak sedang di kebun. Ibu dan bapak yang bekerja di kebun terpaksa pulang ke rumah pada malam hari. Begitu juga dengan
179
warga lain yang berkebun di rimbo. Peristiwa itu membuat kami dikecam ketakutan. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian, kami memberanikan diri untuk kembali berkebun. 306
Saat mereka pergi, ibu langsung menarik tangan saya untuk berlari. Namun, saya merasa tidak kuat untuk menggerakkan kaki. Saya merasa sangat ketakutan, dan terus menangis. Beberapa saat kemudian, kakak sepupu saya, Sudarsono mendatangi kami. Dia dan ibu menggeret tangan saya agar berlari. Sembari berlari, saya terus menangis ketakutan. Peristiwa itu menjadi pengalaman yang paling menakutkan bagi kami sekeluarga. Namun, kembali lagi, karena faktor keadaan dan ketidakmampuan, kami tetap berkebun di rimbo.
307
Semakin hari, semakin banyak orang yang membuka rimbo untuk berkebun. Sebagian besarnya merupakan perantau dari luar Kabupaten Rejang Lebong. Di kebun, mereka juga membuat pondok untuk menginap. Salah satu dari perantau
308
Mulyani
Selang beberapa waktu kemudian, petugas kehutanan kembali melakukan patroli. Saat itu, saya yang mulai beranjak dewasa, dan ibu sedang melakukan pekerjaan di kebun seperti biasanya. Ketika kami beristirahat, tiba-tiba saja ada petugas kehutanan mengepung kami. Mereka membawa senjata api. Mereka memarahi saya dan ibu. Saya menangis ketakutan. Namun, nasib baik masih berpihak kepada kami. Tiba-tiba petugas mendengar suara ramai dari arah kebun tetangga. Lalu, mereka meninggalkan kami untuk mencari sumber suara tersebut.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
180
tersebut adalah Ihdan Jonison, yang datang dari Kabupaten Kepahiang. Dia membuka rimbo yang berada tidak jauh dari kebun kami. Saat operasi besar-besaran sekitar tahun 1999 atau 2000, salah seorang penggarap rimbo ditangkap petugas kehutanan, diproses hukum dan akhirnya dipenjara sekitar empat bulan. Setelah operasi besar-besaran, semua penggarap rimbo meninggalkan kebun. Bahkan, tidak sedikit dari perantau yang kembali ke daerah asalnya, termasuk Ihdan Jonison. Akibat ditinggalkan, kebun yang dibuka para perantau kembali ditumbuhi pepohonan. Namun, beberapa tahun kemudian, Ihdan Jonison datang kembali untuk mengarap kebunnya. Dia datang bersama kedua orangtuanya. Sejak itu, saya dan dia sering bertemu. Setelah merasa cocok, kala itu saya berusia 23 tahun dan dia berusia 30 tahun, dia datang bersama orangtuanya untuk melamar saya. Dua bulan kemudian, saya dan dia menikah.
310
Setelah menikah, saya dan suami tetap berkebun di rimbo. Ceritanya masih sama, namanya rimbo, ya pastinya panas dingin. Lagi panas, kabur atau tidak ke kebun. Kalau sedang dingin, berkebun lagi. Pernah suatu hari, saat saya hamil anak pertama dengan usia kehamilan sekitar tujuh bulan dan tidak pergi ke kebun, saat saya sedang mengobrol santai dengan tetangga, tibatiba mendapatkan kabar bahwa petugas kehutanan akan berpatroli. Seketika itu juga, saya dan bude berlari mencari jalan pintas untuk menjemput suami dan orangtua. Sambil berlari, saya menangis. Dulu, masih susah, belum ada ponsel. Jadi, kalau dapat kabar ada petugas kehutanan berpatroli,
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
309
181
harus dijemput. 311
Hari berganti hari, bahkan berganti tahun, kami masih terus berkebun di rimbo. Ketika anak kami berusia dua tahun, kami memutuskan untuk menginap di kebun karena capek bolak-balik. Kami tidak sendirian. Ada paman dan bibi dari suami, yaitu Bik Nanik (Suryani) dan Mang Sail (Khairil) yang juga menginap di kebun. Tidak jauh dari kebun kami, juga ada Ibu Meliani dan suaminya yang menginap di kebun.
312
Beberapa waktu kemudian, pengalaman pahit pun kembali terjadi. Waktu itu, ibu mertua saya datang ke kebun. Saat ibu mertua dan Bik Nanik sedang membuat kolak dari perenggi, tibatiba mengetahui ada petugas kehutanan yang sedang berpatroli, kami pun lari kocar-kacir sambil membawa panci yang berisi kolak. Kami lari pulang ke desa. Keesokan harinya, suami saya dan Mang Sail pergi ke kebun melihat pondok.
313
Mulyani
Setelah beberapa bulan berlalu, saya pun melahirkan. Seperti perempuan petani umumnya, ketika anak sudah berusia dua bulan, kami mulai berkebun seperti biasa. Dan, pada suatu hari, saat anak saya sedang tidur di pondok, dan saya dan suami sedang berkerja, tiba-tiba petugas kehutanan yang berpatroli datang ke kebun kami. Saya dan suami langsung bersembunyi, namun orangtua saya tidak sempat bersembunyi. Untungnya, mereka tidak diapa-apakan. Petugas kehutanan merasa kasihan karena menyangka anak yang sedang tidur di pondok adalah anak orangtua saya, dan kemudian para petugas kehutanan meninggalkan kebun kami.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
182
Pondok kami tidak dirusak. Hanya saja, parang kami hilang, dan payung anak saya dibakar. Dengan adanya peristiwa tersebut, untuk sementara kami menginap di desa. Setelah seminggu menginap di desa, kami memutuskan untuk kembali menginap lagi di rimbo dan beraktivitas seperti biasanya. Setelah peristiwa itu, saya sering merasa waswas. Terutama ketika suami pergi mengantar keranjang ke dusun, saya sering merasa ketakutan dan khawatir tiba-tiba ada petugas kehutanan berpatroli. Apalagi suami pergi mengantar keranjang pada sore hari, sehingga sampai lagi pondok pada malam hari.
315
Dan lagi-lagi pengalaman yang menyedihkan terulang lagi. Saat kami merasa aman-aman saja di kebun, bapak dan adik yang sedang mencari bambu untuk membuat keranjang ditangkap oleh petugas kehutanan. Bapak dan adik dibawa mendatangi satu persatu kebun dan dipaksa untuk menyebutkan siapa yang membuka rimbo. Namun, bapak dan adik tidak mau memberitahu. Bagaimana pun juga, kami bersama penggarap lainnya adalah teman seperjuangan. Kami samasama orang tidak punya dan sama-sama mencari makan di rimbo. Jika kami mampu, tentunya kami tidak mau menggarap di rimbo.
316
Setelah diajak berkeliling, bapak dan adik dibawa meninggalkan rimbo. Untungnya, bapak dan adik masih bernasib baik. Mereka tidak dibawa ke kantor kehutanan, melainkan dibawa ke rumah kepala desa dan diberi peringatan agar tidak lagi mengambil bambu di rimbo.
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
314
317
Suatu hari, kami kembali mendengar informasi bahwa ada petugas kehutanan melakukan patroli. Saya, suami, Wiwik, Bik Nanik, Mang Sail dan anaknya yang bernama Puput dan Indah segera meninggalkan kebun dengan menyusuri semaksemak. Kami tidak berani melewati jalan yang biasa kami lalui karena khawatir bertemu petugas kehutanan. Dalam perjalanan, hati saya merasa sangat pilu karena Wiwik, Puput dan Indah menangis ketakukan karena hari sudah gelap. Di sepanjang perjalanan, mereka sering bertanya mengapa kami harus pulang ke desa pada malam hari, bukan pada pagi atau siang hari. Kami menjawab tidak ada apa-apa, dan kalau besok pagi baru pulang ke desa, akan terburu-buru. Kami tiba di desa sekitar pukul 21.00.
318
Beberapa bulan setelah kejadian itu, kami memutuskan untuk pulang ke desa atau tidak lagi menginap di kebun karena Wiwik selalu merasa takut. Selain tetap berkebun, saya juga mulai ikut ibu-ibu penggarap rimbo lainnya mencari
319
183
Mulyani
Saya dan suami tidak mengetahui bila bapak dan adik ditangkap oleh petugas dan dibawa ke desa. Saya dan suami baru mengetahui pada keesokan harinya. Saat masih pagi hari, kami dikejutkan oleh kedatangan warga dari desa yang memberitahukan bahwa bapak dan adik ditangkap, dan kami diminta untuk pulang ke desa. Setelah satu minggu menginap di desa, kami kembali menginap ke kebun. Namun, hanya beberapa bulan suasana terbilang aman. Amannya cuma sebentar. Kami yang berkebun di rimbo seperti buruan yang kapan saja petugas kehutanan mau menangkap kami, mereka akan berpatroli.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
184
pekerjaan sebagai upahan di kebun orang lain atau biasa kami sebut mengamen. Pernah suatu hari, saat saya mengamen bersama Ibu Donsri, Ibu Rusmini, Ibu Sri Haryani dan Ibu Mursilah di kebun Ibu Sabariah, tiba-tiba kami mendapatkan kabar ada petugas kehutanan berpatroli. Saat itu, kami yang sedang memanen cabai, langsung lari kocarkacir dan bersembunyi di hutan bambu. Cerita yang sama juga saya alami saat bersama Ibu Donsri, Rusmini, Ibu Sri Haryani dan Ibu Sabariah mengamen di kebun Ibu Mursilah untuk memanen cabai. Saat ingin minum kopi setelah makan siang, tiba-tiba ada yang datang membawa kabar bahwa petugas kehutanan berpatroli. Kami langsung lari kocar-kacir mencari tempat untuk bersembunyi. Hari itu, kami terpaksa pulang menjelang malam. Untungnya, ada bapak-bapak yang menemani kami. Ketika sampai di rumah, saya merasa sedih dan menangis karena mengetahui bahwa Wiwik telah berulang kali bertanya pada suami, mengapa saya belum kunjung pulang, padahal bulan dan bintang sudah keluar.
321
Setelah itu, kami memutuskan tidak lagi berkebun di rimbo dan memilih pulang dan berkebun di Kepahiang. Namun, tidak berlangsung lama. Saat Wiwik sudah mau masuk sekolah, kami kembali pulang ke Desa Sumber Bening dan berkebun lagi di rimbo. Lagi-lagi, karena keterbatasan dan ketidakmampuan, kami pun mengulang sejarah yang sama. Hingga sekarang, saya dan keluarga masih menggantungkan hidup dengan berkebun di rimbo.
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
320
185
ggg
A
322
Setelah kami mulai sering berkegiatan dengan pihak Balai Besar TNKS, semakin banyak perempuan penggarap rimbo berminat menjadi anggota, sehingga anggota berjumlah lebih dari 50 orang. Lalu, kami disarankan oleh pihak Balai Besar TNKS untuk membentuk kelompok baru karena anggota kelompok tidak boleh lebih dari 50 orang. Lalu, kami mengadakan pertemuan untuk meleburkan kelompok. Beberapa hari kemudian atau pada 5 November 2020, terbentuklah kelompok baru yang diberi nama KPPL Sejahtera.
323
Pada bulan November 2020, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mengajukan proposal
324
Mulyani
wal tahun 2020, saya diajak oleh Ibu Donsri untuk membentuk kelompok. Namun, tidak mudah untuk membentuk kelompok. Pernah hanya tiga orang yang berkumpul, dan sangat sering hanya lima orang. Untuk mengumpulkan 10 orang saja sangat sulit. Banyak perempuan yang juga menggarap rimbo menolak diajak membentuk kelompok karena merasa takut dijebak. Namun, seiring waktu, jumlah orang yang bersedia diajak membentuk kelompok menjadi 15 orang, lalu kami membentuk KPPL Sumber Jaya. Setelah KPPL Sumber Jaya terbentuk, anggota pun bertambah menjadi 20 orang.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
186
ke Balai Besar TNKS. Beberapa hari setelah mengajukan proposal, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera disarankan oleh Balai Besar TNKS untuk melakukan pengelompokan ulang anggota berdasarkan lokasi kebun. Saya yang sejak awal ikut membentuk KPPL Sumber Jaya harus keluar dari keanggotaan KPPL Sumber Jaya, dan bergabung ke KPPL Sejahtera dan dipercaya menjadi Ketua Pengawas KPPL Sejahtera. Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan Februari 2021, kami bersama tim dari Balai Besar TNKS melakukan pemetaan terhadap seluruh lahan garapan yang diusulkan menjadi lokasi kerjasama kemitraan konservasi. Seluruh anggota KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya beserta suaminya harus berada di kebun untuk diwawancarai oleh petugas dari Balai Besar TNKS, dan akan diminta untuk memetakan lahan garapannya. Namun, beberapa orang tidak bersedia hadir di kebun, sehingga nama mereka dicoret atau dikeluarkan dari keanggotaan kelompok.
326
Kami juga melakukan pembibitan pepohonan seperti alpukat, nangka, jengkol, kabau dan lainnya yang akan ditanam di kebun. Jenis pepohonan tersebut sengaja kami pilih karena bisa bermanfaat secara ekonomi dan lingkungan. Kami juga berencana untuk merintis usaha kelompok dengan membuat produk dari alpukat. Setelah beberapa kali mencoba, kami memilih untuk membuat dodol alpukat sebagai produk dari usaha kelompok yang akan dibangun.
327
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pada 7 Desember 2021, perjanjian kerjasama antara
Membangun Jalan Perubahan
Mulyani
325
KPPL Sejahtera dengan Balai Besar TNKS, dan antara KPPL Sumber Jaya dengan Balai Besar TNKS ditandatangani.
187
Mulyani Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Rusmawati
188
“
Saya juga mulai menyadari bahwa kami harus memperjuangkan legalitas hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan TNKS yang telah kami ubah menjadi kebun melalui kerjasama dengan Balai Besar TNKS.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Rusmawati
328
Membangun Jalan Perubahan
Rusmawati
190
N
ama saya, Rusmawati. Saya dilahirkan pada 31 Oktober 1982 di Desa Karang Jaya, Kabupaten Rejang Lebong. Saya anak ketiga dari lima bersaudara, yang terdiri dari tiga orang perempuan dan dua orang lakilaki. Ibu bernama Asmara Dewi, dan bapak bernama Samsul Bahri. Ibu dan bapak bersuku Rejang. Ibu dan bapak adalah petani kopi dan sayuran. Namun, karena bapak juga pedagang sayur yang membeli sayur dari petani untuk dijual ke pedagang pengumpul besar di desa, maka ibu yang berperan besar dalam mengelola kebun.
329
Saya menamatkan pendidikan tingkat SD di SD Negeri di Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong, tingkat SMP di SMP Negeri di Desa Talang Ulu, Kabupaten Rejang Lebong dan tingkat SMA di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri yang juga berlokasi di Desa Talang Ulu. Sebelum bersekolah, hampir setiap hari saya diajak oleh ibu ke kebun. Setelah bersekolah, hanya pada hari Minggu atau musim libur sekolah, saya ke kebun. Di kebun, saya membantu ibu merumput, menanam sayuran dan memanen sayuran dan kopi, serta mencari kayu bakar untuk memasak.
330
Pada tahun 2012, saya menikah dengan seorang laki-laki bernama Sukimin yang bekerja di perusahaan swasta. Setelah menikah, saya dan suami mulai membuka dan mengelola kebun
191
sendiri. Akan tetapi, sejak kandungan anak mulai membesar, apalagi setelah melahirkan dua orang anak perempuan secara kembar yang diberi nama Aqilla Izdihar dan Afifa Izdihar pada tahun 2013, saya jarang ke kebun. Pengelolaan kebun diserahkan kepada orang lain dengan sistem bagi hasil. 331
Di desa, saya termasuk orang yang tidak aktif berorganisasi. Namun, saya aktif ikut bergotong royong bersama perempuan atau disebut juga dengan istilah temulung kerjo di rumah warga yang mengadakan hajatan seperti pernikahan atau sedekahan, dan mengikuti kelompok arisan yang beranggotakan perempuan Desa Karang Jaya.
332
Rusmawati
Setelah kedua anak mulai besar, saya membuka usaha pesanan membuat kue, khususnya kue lebaran. Lalu, sejak kedua anak mulai bersekolah, tepatnya pada tahun 2019, saya mulai mengelola kebun lagi, dan mulai sering bekerja sebagai upahan di kebun orang lain seperti merumput, menebas, menanam sayuran, dan memanen sayuran dan kopi.
S
aya baru mengenal TNKS dan mengetahui bahwa rimbo atau hutan larangan yang menjadi lokasi orangtua dan saya berkebun merupakan hutan TNKS sejak membentuk KPPL Sumber Jaya. Ibu dan bapak membuka rimbo untuk berkebun sayuran dan kopi
333
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Rusmawati
192
pada tahun 1976. Bahkan, orangtua pernah tinggal di pondok di kebun hingga beberapa tahun sebelum menetap di desa. 334
Setelah tinggal di desa, ayah mulai berdagang sayuran, sehingga jarang ke kebun, dan ibu yang rutin ke kebun. Jarak dari rumah ke kebun cukup jauh, membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam dengan berjalan kaki melalui jalan setapak.
335
Berkebun di rimbo sangat menakutkan. Bila mendengar informasi bahwa petugas kehutanan sedang berpatroli, para penggarap akan berlari meninggalkan kebun untuk bersembunyi. Cerita tentang penggarap ditangkap, pondok kebun dibakar dan pohon kopi ditebang oleh petugas kehutanan adalah cerita yang pernah saya dengar. Ibu juga selalu mengingatkan agar saya dan saudara yang ikut ke kebun tidak mengeluarkan suara yang keras dan membuat keramaian. Dikhawatirkan, bila sedang ada petugas kehutanan yang berpatroli, mereka akan mendengar dan mencari sumber suara.
336
Setelah menikah pada tahun 2012, saya dan suami membuka rimbo untuk berkebun sayuran dan kopi. Namun, sejak mendekat masa persalinan, kebun diserahkan kepada orang lain untuk mengelolanya dengan sistem bagi hasil. Saya dan suami hanya sesekali mengecek kondisi kebun, terutama saat memasuk musim panen sayuran dan kopi. Setelah saya mulai mengelolanya lagi, saya mulai merasakan lagi kekhawatiran ditangkap oleh petugas kehutanan.
193
ggg
O
337
Setelah KPPL Sumber Jaya mulai sering berkegiatan, saya mulai mengetahui bahwa perempuan mempunyai hak-hak terkait hutan terutama hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan, dan perempuan mempunyai peran besar dalam pengelolaan hutan. Saya juga mulai menyadari bahwa kami harus memperjuangkan legalitas hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan TNKS yang telah kami ubah menjadi kebun melalui kerjasama dengan Balai Besar TNKS. Lalu, dengan memberanikan
338
Rusmawati
rang yang pertama kali mengajak saya untuk membentuk kelompok yang kemudian diberi nama KPPL Sumber Jaya adalah Ibu Donsri. Untuk membentuknya, tidaklah mudah. Banyak perempuan penggarap rimbo karena ragu, bahkan beranggapan akan merugikan diri sendiri. Apalagi, kelompok yang akan dibentuk akan menjalin kerjasama dengan Balai Besar TNKS terkait kebun garapan di rimbo, sehingga dianggap sama saja dengan menyerahkan diri kepada Balai Besar TNKS untuk ditangkap dan diproses hukum. Seiring berjalan waktu, sebanyak 15 orang bersepakat membentuk KPPL Sumber Jaya, dan saya dipercaya menjadi Bendahara KPPL Sumber Jaya.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
194
diri, kami menemui Pak Zai untuk menyampaikan keinginan bekerjasama, dan keinginan kami tersebut direspon positif oleh Pak Zai. Beberapa bulan kemudian, kami berkegiatan dengan Pak Zai. Selain mendapatkan penjelasan bahwa dengan bekerjasama berarti masyarakat akan mendapatkan perlindungan hukum, bukan akan diproses hukum, saya semakin bersemangat. Kami juga mendapatkan informasi bahwa jumlah anggota kelompok yang ingin bekerjasama maksimal 50 orang, sehingga kami kembali mengajak perempuan lainnya untuk menjadi anggota.
340
Tidak disangka, jumlah perempuan yang ingin bergabung menjadi kelompok sangat banyak. Sehingga, kami bersepakat untuk membentuk kelompok baru, dan kemudian terbentuklah KPPL Sejahtera. Setelah itu, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mengajukan proposal kerjasama kepada Balai Besar TNKS. Setelah mengajukan proposal, kami disarankan oleh Balai Besar TNKS untuk melakukan pengelompokan ulang anggota berdasarkan lokasi kebun. Saya yang ikut membentuk KPPL Sumber Jaya harus keluar dari keanggotaan KPPL Sumber Jaya, dan bergabung ke KPPL Sejahtera, dan saya dipercaya menjadi Bendahara KPPL Sejahtera.
341
Dalam proposal, KPPL Sejahtera berencana menanam beragam pohon yang memiliki manfaat secara ekonomi dan lingkungan seperti alpukat, nangka, jengkol, petai dan lainnya. Selain untuk memanfaatkan buahnya untuk pangan keluarga dan pendapatan, penanaman pepohonan juga
Membangun Jalan Perubahan
Rusmawati
339
195
untuk menjaga ketersediaan air agar lahan kebun tidak menjadi gersang, dan menjaga kebersihan air untuk kebutuhan rumah tangga. Setiap kali hari hujan deras, air yang mengalir ke rumahrumah warga menjadi keruh atau bercampur tanah akibat pepohonan tinggal sedikit. Terkait rencana penanaman beragam jenis pepohonan, kami juga membibitkan alpukat, nangka, jengkol dan kabau. 342
Setelah menunggu dengan sabar, akhirnya pada 7 Desember 2021, KPPL Sejahtera dan Balai Besar TNKS menandatangani perjanjian kerjasama, dan KPPL Sumber Jaya dan Balai Besar TNKS juga menandatangani perjanjian kerjasama.
343
Rusmawati
Tidak lama setelah proposal diajukan, kami bersama tim dari Balai Besar TNKS memetakan seluruh lahan garapan atau kebun anggota. Setelah itu, kami diminta untuk melengkapi syarat dengan membuat surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai. Sedangkan untuk anggota yang bukan warga desa setempat diminta untuk melengkapi persyaratan dengan menyerahkan surat keterangan domisili dari pihak kecamatan. Sembari kelompok melengkapi persyaratan anggota, saya mulai mencoba untuk membuat produk dari alpukat yang mungkin cocok untuk menjadi produk usaha. Awalnya, saya mencoba membuat stik dan semacam roti kering dari alpukat. Lalu, beberapa bulan kemudian, saya bersama Ibu Roisa, Ibu Sugini dan Ibu Mulyani kembali mencoba membuat produk olahan alpukat berupa dodol alpukat.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Sugini
196
Kami membibitkan alpukat dan nangka, yang buahnya bisa dimanfaatkan. Kami juga menanam pohon alpukat dan nangka supaya suhu di kebun bisa stabil, lahan tidak mengalami kekeringan, ketersediaan air terjaga dan mencegah longsor dan banjir.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Sugini “
Membangun Jalan Perubahan
Sugini
198
344
S
aya dilahirkan di Desa Karang Jaya, Kabupaten Rejang Lebong pada 5 Juni 1976, dan diberi nama Sugini. Saya merupakan anak terakhir (bungsu) dari 12 bersaudara, terdiri dari sembilan orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Hanya saja, banyak saudara saya yang sudah meninggal, dan kami tinggal enam bersaudara, terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki.
345
Ibu bernama Supina, dan bapak bernama Karta Dirkarma. Ibu dan bapak berasal dari Jawa Tengah yang ikut transmigrasi di Desa Sumber Bening (kini Desa Karang Jaya) sebagai petani yang menanam jagung dan ubi rambat (jalar), dan juga beternak kambing. Saat saya berumur tiga tahun, bapak meninggal dunia.
346
Sewaktu masih bersekolah SD, selain membantu pekerjaan di rumah seperti memasak, menyuci peralatan makan dan memasak, menyapu dan pekerjaan lainnya, saya juga sering membantu ibu di kebun seperti menyangkul tanah dan merumput, dan mencari rumput untuk pakan kambing. Tidak jarang pula saya bekerja sebagai upahan harian seperti seperti merumput, menyangkul dan memanen di kebun orang lain. Siapa saja mengajak saya untuk bekerja sebagai upahan di kebun orang lain, saya akan ikut.
347
Saya hanya menamatkan pendidikan tingkat SD pada tahun 1991. Saya tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP karena faktor ekonomi.
199
348
Sekitar akhir 1996, saya berkenalan dengan Kasro, warga Desa Talang Baru, Kabupaten Kepahiang. Dia berasal dari Jawa, dan bertani kopi dan lada di kebunnya sendiri di Desa Talang Baru. Tidak lama berkenalan, kami pun bertunangan selama enam bulan, dan kami menikah pada tahun 1997. Setelah menikah, saya ikut pindah ke Desa Talang Baru dan tinggal di kebun kopi dan lada milik suami. Tiga tahun setelah saya menetap di Desa Talang Baru, saya dan suami pindah ke Desa Karang Jaya karena mengikuti saran mertua agar saya dan suami bisa dekat dengan ibu saya. Sebelum pindah, kebun kopi dan lada dijual, dan uangnya digunakan untuk membeli rumah
349
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Pada tahun 1994, saya bekerja lagi sebagai asisten rumah tangga dengan keluarga yang tinggal di Desa Sambirejo, Kabupaten Rejang Lebong, selama hampir 1,5 tahun. Setelah tidak lagi bekerja sebagai asisten rumah tangga, saya kembali membantu ibu melakukan pekerjaan di kebun dan di rumah, dan tetap bekerja sebagai upahan di kebun orang lain.
Sugini
Lalu, saya bekerja sebagai asisten rumah tangga di Kota Bengkulu. Namun, hanya selama lima bulan, karena keluarga yang mempekerjakan saya pindah ke Bandung, Jawa Barat dan saya pun kembali lagi ke desa. Lalu, pada tahun 1992, saya kembali bekerja sebagai asisten rumah tangga di Kota Curup. Setelah lima bulan bekerja, keluarga yang mempekerjakan saya pindah ke Palembang, dan saya diajak ke Kota Palembang, Sumatera Selatan. Di Palembang, saya hanya bekerja selama enam bulan karena Ibu meminta saya agar pulang ke desa.
200
berukuran kecil di Desa Karang Jaya. Di Desa Karang Jaya, saya dan suami mengelola kebun orangtua dengan menanam cabai rawit dan buncis, menyewa lahan orang lain untuk berkebun yang juga menanam cabai rawit dan buncis, dan bekerja sebagai upahan di kebun orang lain. Saya dan suami menyewa lahan orang lain karena tidak semua lahan kebun orangtua yang bisa kami kelola karena sebagiannya dikelola oleh tiga orang saudara perempuan dan keluarganya. Pada tahun 2017, kebun orangtua dibagi menjadi empat bagian dan diwariskan kepada saya dan tiga orang saudara perempuan.
351
Buah pernikahan dengan suami, saya melahirkan dua orang anak laki-laki dan perempuan. Anak pertama lahir pada tahun 1998 dan diberi nama Sugeng Suroyo, dan anak kedua lahir pada tahun 2004 dan diberi nama Mirnawati.
352
Saya termasuk perempuan yang agak kurang aktif berorganisasi di desa. Saya hanya menjadi anggota Majelis Taklim Miftahul Jannah sejak tahun 2005 yang rutin melakukan kegiatan setiap Kamis siang (dulunya, setiap Senin malam), dan menjadi anggota Kelompok Wanita Tani Bunga sejak tahun 2019. Kalau di desa, ada tetangga, keluarga atau warga melakukan hajatan, saya ikut melakukan rewangan dengan perempuan yang lain, dan tidak jarang saya dipercaya menjadi panggung sayur atau orang yang mengkoordinir untuk menyiapkan dan memasak menu makanan yang akan disajikan untuk para tamu.
Membangun Jalan Perubahan
Sugini
350
201
ggg
S
353
Saya dan suami berkebun di rimbo secara kucing-kucingan. Bila mendapatkan informasi ada petugas kehutanan berpatroli, saya dan suami langsung pulang ke desa. Selama berkebun di rimbo, saya belum pernah kepergok petugas saat saya bekerja di kebun. Namun, saya pernah bertemu dengan petugas kehutanan sewaktu saya lagi dalam perjalan pulang ke rumah sekitar tahun 2018 atau 2019. Saat itu, suami sudah pulang duluan dengan menggunakan sepeda motor. Saat akab bertemu dengan petugas, saya merasa sangat ketakutan. Beruntung, saya tidak
354
Sugini
aya mulai mengenal TNKS setelah bergabung menjadi anggota KPPL Sejahtera pada awal November 2020. Sebelumnya, saya mengenalnya dengan sebutan rimbo atau hutan larangan. Di rimbo, saya dan suami berkebun beragam sayuran yang ditanam secara bergantian seperti cabai rawit, kol bunga, sawi pahit, sawi manis dan lainnya, dan kopi. Saya dan suami mulai berkebun di rimbo sekitar tahun 2014 dengan memberikan ganti rugi sebesar Rp 5.000.000 kepada teman suami yang telah membukanya. Hanya saja, teman suami belum sempat mengelolanya, sehingga perlahan lahan mulai menjadi belukar.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
202
diminta berhenti. Saya hanya disapa oleh mereka sembari mereka terus berjalan, begitu pula saya. ggg
Sugini
355
Membangun Jalan Perubahan
356
O
rang pertama yang mengajak saya untuk bergabung menjadi anggota KPPL Sejahtera adalah Ibu Meliani. Saat itu, saya diberitahu bahwa KPPL Sejahtera akan bekerjasama dengan kehutanan, sehingga para penggarap bisa tetap mengelola kebun tanpa disebut illegal. Namun, setelah ada pengelompokan ulang anggota KPPL Sejahtera dan KPPL Sumber Jaya, saya dipercaya menjadi Anggota Pengawas KPPL Sejahtera. Setelah menjadi anggota, saya mulai sering mengikuti kegiatan KPPL Sejahtera. Biasanya, kami berkegiatan bersama dengan KPPL Sumber Jaya. Kami pernah melakukan pembibitan, pemetaan lahan kebun dan lainnya. Kami membibitkan alpukat dan nangka, yang buahnya bisa dimanfaatkan. Kami juga menanam pohon alpukat dan nangka supaya suhu di kebun bisa stabil, lahan tidak mengalami kekeringan, ketersediaan air terjaga dan mencegah longsor dan banjir. Selain membibitkan alpukat dan nangka, selanjutnya kami juga membibitkan jengkol dan kabau. Saya juga bersama dengan Ibu Rusmawati, Ibu Roisa dan Ibu Mulyani belajar
membuat produk olahan alpukat. Kami membuat produk olahan alpukat untuk merintis usaha kelompok.
203
Sugini Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Wahyuni Saputri
204
Selain mempertimbangkan aspek ekonomi dan ekologi, jenis-jenis pohon tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kecocokan dengan kondisi alam, dan hak, kepentingan serta peran perempuan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Wahyuni Saputri “
Membangun Jalan Perubahan
Wahyuni Saputri
206
357
S
aya bernama Wahyuni Saputri yang akrab dipanggil Puput. Saya lahir pada 5 Maret 1999 di Desa Sumber Bening, Kabupaten Rejang Lebong. Saya anak kedua dari tiga bersaudara, dua orang perempuan dan satu orang lakilaki, dari pasangan Suryani yang bersuku Sunda dan Khairil Anwar yang bersuku Rejang. Kakak bernama Mardian Andi Wijaya, dan adik bernama Indah Indriyani.
358
Ibu memiliki banyak pekerjaan. Ibu pernah menjadi pedagang sayur, petani sekaligus buruh tani, dan perajin keranjang sayur. Bapak memiliki banyak pekerjaan, pernah menjadi sopir mobil yang mengakut sayuran, pupuk dan lainnya ke luar daerah, lalu menjadi petani dan perajin keranjang sayur.
359
Saya mulai mengenyam pendidikan pada umur 4,5 tahun di TK Nurul Kamal. Dua tahun belajar di TK, saya melanjutkan pendidikan di SD Negeri 58 Selupu Rejang. Tamat SD, saya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Selupu Rejang. Di SMP, saya mengikuti ekstrakurikuler Praja Muda Karana (Pramuka). Setelah menamatkan pendidikan di SMP, saya melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 2 Rejang Lebong, dan tamat pada tahun 2017. Saat di SMA, saya mengikuti ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR) dan Risma.
360
Tamat SMA, saya tidak langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, melainkan mengikuti kursus menjahit. Pada tahun 2019, saya
207
bekerja sebagai guru mengaji di salah satu masjid di Desa Sumber Bening, dan pada tahun 2020 bekerja sebagai honorer di salah satu SD. Menjadi honorer hanya bertahan selama tiga bulan. Selanjutnya, saya melanjutkan pendidikan di Universitas Terbuka dengan mengambil Jurusan Pendidikan Guru SD, hingga saat ini.
S
361
Bapak mulai membuka rimbo untuk berkebun kopi dan sayuran, saat saya berumur sekitar tujuh tahun. Bapak yang sebelumnya merupakan sopir, mulai membuka rimbo karena bapak dan ibu terlilit hutang dengan petani sayur akibat pembeli sayur tidak membayar sayur yang dijual oleh ibu, yang dibeli oleh ibu dari petani sayur dengan cara berhutang.
362
Awal bapak berkebun, ibu tidak ikut tinggal di kebun. Ibu hanya sesekali ke kebun untuk mengantarkan persediaan pangan untuk bapak. Dari rumah, ibu biasanya pergi ke kebun pada pukul 06.00, dan tiba di kebun sekitar pukul 07.00.
363
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
aya baru mengenal TNKS setelah terlibat dalam KPPL Sumber Jaya yang dibentuk pada 18 Maret 2020. Sebelumnya, saya sama sekali tidak mengetahui bahwa hutan yang selama ini disebut rimbo larangan di belakang Sekolah Polisi Negara (SPN) Bukit Kaba, yang menjadi tempat orangtua berkebun adalah TNKS.
Wahyuni Saputri
ggg
Membangun Jalan Perubahan
Wahyuni Saputri
208
Lalu, sekitar pukul 13.00, ibu sudah harus pulang dari kebun untuk memberikan air susu ibu (ASI) kepada Indah, yang diasuh oleh nenek ketika ibu pergi ke kebun. Apabila bertepatan dengan hari libur sekolah, saya sering mengikuti ibu ke kebun. 364
Ketika Indah berusia satu tahun, ibu mulai tinggal di kebun. Saya dan Kak Dian tinggal bersama nenek di Desa Sumber Bening. Sejak ibu dan Indah tinggal di kebun bersama bapak, hampir setiap malam hari saya menangis, walau tanpa suara, karena merindukan mereka.
365
Seminggu sekali, setiap hari Rabu sore, ibu turun dari kebun. Selain melepas rindu dengan saya dan Kak Dian, ibu juga membawa sayuran untuk dijual di Pasar Kamis di Desa Karang Jaya. Sambil menggendong Indah, ibu membawa sayuran menggunakan beronang dan karung plastik ukuran 25 kilogram. Beronang digendong di belakang, dan karung plastik diletakan di atas beronang. Sayuran yang dibawa ibu antara lain sawi manis, sawi pahit, daun labu siam, lumai, ceriwis, kol bunga dan lainnya. Ibu berjualan sayuran di Pasar Kamis sejak subuh. Biasanya, saya ikut ibu berjualan di pasar.
366
Sejak ibu tinggal di kebun, bapak mulai membuat keranjang sayur dari bambu yang tumbuh liar di rimbo. Biasanya, bapak mulai mencari bambu setelah memupuk tanaman. Dari kebun, lokasi mencari bambu lumayan jauh. Menjelang sore hari, bapak sudah tiba di pondok dengan membawa empat batang bambu dengan panjang lebih dari 2,5 meter. Bambu-bambu tersebut baru akan diolah oleh bapak dan ibu untuk membuat keranjang pada malam hari.
Setiap libur sekolah, saya menginap di kebun. Selain bermain dengan Indah, saya membantu Ibu menanam sayur, memetik dan mengikat sayur untuk dijual, memasak, mengangkut air dari mata air yang berada di sekitar kebun. Kalau mengangkut air, biasanya saya membawa jerigen kecil ukuran tiga liter, sedangkan ibu membawa satu jerigen ukuran lima liter, satu ember air dan beronang berisi baju untuk dicuci.
368
Saat duduk di bangku kelas 3 SD, saya mulai mengikut orangtua tinggal di kebun. Ke sekolah, saya berangkat bersama Yolin yang merupakan keponakan saya, anak dari Ayuk Meliani. Kami diantar oleh Kak Yandra, suami Ayuk Meliani, dengan sepeda motor. Pulang ke rumah, biasanya kami berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar satu jam.
369
Suatu hari, menjelang sore hari, saat saya bermain di kebun Ayuk Meliani, yang berjarak sekitar 30 meter dari kebun, tiba-tiba membuat panik semua orang yang sedang berada di kebunnya. Ayuk Meliani yang mendapat kabar bahwa ada petugas kehutanan berpatroli, bergegas mengajak untuk mencari tempat bersembunyi.
370
209
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
367
Wahyuni Saputri
Setiap sore, bapak membawa keranjang ke perbatasan SPN untuk dijemput oleh Kak Dian, dan dijual oleh nenek. Uang hasil penjualannya digunakan untuk jajan saya dan Kak Dian di sekolah, ongkos Kak Dian ke sekolah, dan membeli kebutuhan makanan untuk kami di rumah nenek. Tak jarang, saya dan Kak Dian tidak membawa uang jajan ke sekolah, dan Kak Dian harus berjalan kaki ke sekolah, karena keranjang tidak laku.
210
Panik, saya menangis sambil berlari pulang ke kebun orangtua. Tiba di kebun, bapak langsung menggendong saya dan membawa ke tempat persembunyian. Di tempat persembunyian, saya melihat para petugas kehutanan yang berseragam hijau dan membawa senjata api menyusuri kebun.
Wahyuni Saputri
371
Tak lama setelah petugas kehutanan berlalu, bapak mengajak ibu, saya dan Indah untuk meninggalkan tempat persembunyian untuk pulang ke desa. Sambil membawa parang, bapak mengajak kami melewati semak belukar yang curam. Tangan saya digandeng oleh ibu yang menggendong Indah. Di perjalanan, saya dan Indah menangis. Setelah beberapa waktu melewati semak belukar, kami menemukan jalan setapak yang menuju ke desa. Kami sampai di rumah nenek di desa sekitar pukul 21.00. Keesokan harinya, saya terpaksa tidak bisa pergi ke sekolah karena semua pelengkapan dan peralatan sekolah tinggal di kebun. Saya merasa sangat sedih. Setelah itu, saya tidak lagi tinggal di kebun, dan kembali tinggal bersama nenek di desa.
Membangun Jalan Perubahan
ggg
372
A
wal mula saya berkegiatan dengan para perempuan Desa Karang Jaya dan Desa Sumber Bening yang berkebun di TNKS karena diajak oleh Bibi Donsri, istri dari paman saya (Yusuf). Saat KPPL Sumber Jaya dibentuk, saya kebetulan tidak bisa menghadiri,
211
373
Pada 14 Oktober 2020, pengurus dan anggoa KPPL Sumber Jaya berkegiatan dengan Pak Zai. Selain mendapatkan informasi mengenai tahapan untuk bekerjasama, kami juga mendapatkan informasi bahwa maksimal anggota kelompok berjumlah 50 orang. Sehingga, kami pun mulai mengajak perempuan lainnya untuk menjadi anggota, sehingga anggota menjadi 54 orang.
374
Pada 22 Oktober 2020, kami dilatih oleh Pak Tansri dan Pak Zul dari Balai Besar TNKS tentang pemetaan partisipatif. Lalu, keesokan harinya, kami belajar memetakan kebun anggota KPPL Sumber Jaya bersama Ibu Emi, Ibu Yasih, Pak Tansri, Pak Kusnan dan Pak Edi. Setelah mengetahui rencana KPPL Sumber Jaya bekerjasama dengan Balai Besar
375
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Setelah mengetahui bahwa perempuan memilik hak-hak terkait hutan, kami pun berinisiatif menemui Pak Zai untuk menyampaikan keinginan untuk bekerjasama, dan direspon positif oleh Pak Zai. Kabar baik tersebut pun tersebar dan membuat lima orang perempuan lagi bergabung menjadi anggota KPPL Sumber Jaya, sehingga anggota menjadi 20 orang.
Wahyuni Saputri
namun saya dipercaya menjadi sekretaris. Awalnya, anggota KPPL Sumber Jaya berjumlah 15 orang. Setelah terbentuk, perlahan kami mulai berkegiatan. Kami mulai mempelajari tentang hak-hak perempuan terkait hutan, termasuk hak untuk mengelola dan memanfaatkan hutan dan hasil hutan, dan kerjasama kemitraan konservasi.
Membangun Jalan Perubahan
Wahyuni Saputri
212
TNKS, puluhan orang perempuan Desa Karang Jaya dan Sumber Bening lainnya yang juga menggarap kebun di hutan TNKS berkeinginan menjadi anggota. Merespon keinginan tersebut, kami pun menggagas untuk meleburkan KPPL Sumber Jaya menjadi dua kelompok. Pada 3 November 2020, kami mengadakan pertemuan untuk membahas gagasan tersebut. Alhasil, kami menyepakati untuk meleburkan KPPL Sumber Jaya menjadi dua kelompok, dan mengutus 10 orang anggota KPPL Sumber Jaya yang pernah mengikuti penguatan kapasitas untuk membentuk kelompok baru. 376
Lalu, pada 5 November 2020, terbentuklah KPPL Sejahtera Desa Sumber Bening. Sehingga, masing-masing kelompok beranggotakan 50 orang, sedangkan anggota KPPL Sumber Jaya Desa Karang Jaya menjadi 50 orang. Keesokan harinya, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera menyusun proposal kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem dengan Balai Besar TNKS. Dalam proposal, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera berencana memperbaiki kondisi hutan TNKS yang telah digarap menjadi kebun kopi dan sayuran dengan menanam pohon alpukat dan nangka sebagai prioritas, dan pohon jengkol, kabau, petai, pala dan pohon kehutanan lainnya. Selain mempertimbangkan aspek ekonomi dan ekologi, jenis-jenis pohon tersebut dipilih dengan mempertimbangkan kecocokan dengan kondisi alam, dan hak, kepentingan serta peran perempuan.
377
Pada 11 November 2020, pengurus KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera menyampaikan proposal kerjasama kemitraan konservasi
213
pemulihan ekositem dengan Balai Besar TNKS kepada Pak Zai. Setelah penyerahan proposal, pengurus KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera bersama Pak Zai dan jajarannya menyusun rancangan PKS, RPP dan RKT. Lalu, pada 18 – 19 November 2020, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera membuat pembibitan nangka dan alpukat.
Pada 27 Januari 2021, pengurus KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera diundang oleh pihak Balai Besar TNKS untuk membahas tindak lanjut terhadap proposal yang diajukan. Dalam pertemuan, disepakati tim Balai Besar TNKS bersama KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera akan melakukan pemetaan terhadap lahan garapan yang diusulkan menjadi lokasi kerjasama kemitraan konservasi pada 2 dan 3 Februari 2021. Selain diminta membuat sketsa kebun, kami juga diminta untuk memberitahukan kepada anggota bersama suaminya agar berada di kebun saat kegiatan identifikasi dan inventarisasi dilakukan.
379
Tim dari Balai Besar TNKS yang turun cukup
380
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
378
Wahyuni Saputri
Beberapa hari kemudian, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mendapatkan saran dari Balai Besar TNKS untuk melakukan pengelompokan ulang anggota berdasarkan lokasi kebun. Menindaklanjuti saran tersebut, semua anggota KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera bertemu di Balai Desa Sumber Bening pada 26 November 2021 untuk melakukan pengelompokan ulang anggota. Setelah pengelompokan ulang anggota, kami merevisi proposal yang diajukan ke Balai Besar TNKS.
Membangun Jalan Perubahan
Wahyuni Saputri
214
banyak, antara lain Ibu Emi, Ibu Yasih, Pak Tansri, Pak Zul, Pak Kusnan, Pak Syaiful, Pak Insan, Pak Edi, Pak Intsia dan lainnya. Setelah pemetaan, jumlah anggota KPPL Sumber Jaya berkurang menjadi 40 orang, dan jumlah anggota KPPL Sejahtera menjadi 42 orang. Sedangkan luas lahan yang akan diajukan untuk bekerjasama adalah 37,66 hektar untuk KPPL Sumber Jaya dan 40,52 hektar untuk KPPL Sejahtera. 381
Pada akhir Oktober 2021, saya mendapatkan kabar bahwa Pak Wiratno (Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) memberikan persetujuan terhadap proposal kerjasama yang diajukan oleh KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera. Lalu, kami bersiap untuk menandatangani perjanjian kerjasama. Setelah menyesuaikan agenda dari berbagai pihak, kegiatan penandatanganan perjanjian kerjasama kemitraan konservasi antara KPPL Sumber Jaya dengan Balai Besar dilakukan pada 7 Desember 2021 yang ditandatangani oleh Ibu Donsri dan Pak Pratono. Pada waktu yang sama, KPPL Sejahtera dan Balai Besar TNKS juga menandatangani perjanjian kerjasama kemitraan konservasi. ggg
382
S
elain melalui KPPL Sumber Jaya, saya juga mulai mengenal lebih jauh mengenai TNKS melalui Komunitas Perempuan Penyelamat Situs Warisan Dunia (KPPSWD). Saya mulai
215
383
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Selain KPPL Maju Bersama, saya juga mulai mengenal dan belajar dengan KPPL Karya Mandiri Desa Tebat Tenong Luar yang sedang berproses menjalin kerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk membudidayakan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa bambu dan pepulut di hutan TNKS. Dengan memanfaatkan bambu dan pulutan, KPPL Tebat Tenong Luar juga merintis usaha yang memproduksi beragam makanan. Dari mengenal dan belajar dengan dua kelompok tersebut, saya semakin bertekad untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bersama KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera.
Wahyuni Saputri
bergabung menjadi anggota KPPSWD pada 30 Juni 2022, dan langsung dipercaya menjadi Ketua KPPSWD. Di KPPSWD, saya juga belajar tentang hak-hak perempuan terkait hutan, dan mulai mengenal dan belajar dengan KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII yang telah bekerjasama dengan Balai Besar TNKS untuk membudidayakan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa kecombrang dan pakis di hutan TNKS seluas 10 hektar. Dengan memanfaatkan kecombrang dan pakis, KPPL Maju Bersama merintis usaha yang memproduksi beragam makanan dan minuman.
Membangun Jalan Perubahan Rika Nofrianti
216
Rika Nofrianti “
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Bersama KPPSWD, saya semakin sering berkegiatan dengan kelompok perempuan. Bukan hanya KPPL Maju Bersama di Desa Pal VIII, saya juga mulai berkegiatan dengan KPPL Karya Mandiri di Desa Tebat Tenong Luar, KPPL Sumber Jaya di Desa Karang Jaya dan KPPL Sejahtera di Desa Sumber Bening. Semakin sering berkegiatan, saya semakin menyadari arti penting memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
385
Saya bersekolah di SD Negeri 03 Hulu Palik. Sejak di SD, saya sering membantu orangtua di sawah. Bahkan pulang sekolah sering langsung ke sawah melewati hutan. Banyak aktivitas yang saya lakukan di sawah seperti membantu menanam dan memanen padi, dan menanam dan memanen sayur. Selain itu, saya juga sering memanjat pepohonan seperti kopi, kakao, jengkol, kelapa, jambu dan lainnya, walau ada mitos bahwa perempuan tidak boleh memanjat pohon karena akan mengakibatkan pohon yang dipanjat mati.
386
Tamat SD, saya melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 di Kecamatan Hulu Palik. Sama halnya seperti SD, tidak jarang saya juga berjalan kaki menuju sekolah yang jaraknya hampir empat kilometer. Saya juga aktif mengikuti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan ekstrakurikuler Pramuka dan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Tamat SMP, saya melanjutkan ke SMK Negeri 7 Bengkulu Utara.
387
Setelah menanamkan SMK, saya mengikuti ujian Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Universitas Bengkulu, namun
Membangun Jalan Perubahan
384
Rika Nofrianti
S
218
aya adalah Rika Nofrianti, yang lahir pada 27 November 2000 di Desa Batu Roto, Kabupaten Bengkulu Utara. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara, yang terdiri dari dua orang perempuan dan satu orang laki-laki. Ibu bernama Kasiah, dan bapak bernama Suyoko. Ibu dan bapak bersuku Jawa, dan keduanya adalah petani.
219
tidak lulus. Tidak putus asa, saya mendaftar di Universitas Pat Petulai di Kota Curup, Kabupaten Rejang Lebong dengan memilih jurusan Argoteknologi Fakultas Pertanian melalui jalur beasiswa Bantun Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Misekin Berprestasi (Bidikmisi). Alhasil, saya diterima di Universitas Pat Petulai dan mendapatkan beasiswa Bidikmisi. 388
Rika Nofrianti
Pada awal masa perkuliahan, saya bersama teman-teman dari berbagai jurusan mendirikan organisasi mahasiswa pencinta alam yang bernama Mahasiswa Universitas Pat Petulai Pecinta Alam (Mahutapala) pada tahun 2019 dan dipercaya menjadi Kepala Bidang Konservasi periode 2019 2020. Selain aktif di Mahutapala, saya juga aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Pat Petulai dan menjadi Wakil Ketua BEM periode 2020 - 2021. ggg
389
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
S
aya mendengar istilah TNKS pertama kali saat bersekolah di SMP. Akan tetapi, TNKS yang saya ketahui adalah hutan yang dilindungi, hutan yang tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, untuk melestarikan berbagai satwa liar yang dilindungi seperti harimau, gajah dan lainnya. Saat di bangku SMK, saya mulai sering mendengar istilah TNKS dari cerita kakak perempuan saya (Intan Yones Astika) yang bersama
220
teman-temannya yang tergabung dalam KPPSWD aktif berkegiatan terkait hutan TNKS. Setelah saya kuliah, saya sering diajak oleh Mbak Intan untuk berkegiatan dengan KPPL Maju Bersama terkait hutan TNKS. Awalnya, saya bingung, apa yang dilakukan ibu-ibu terkait hutan TNKS, hutan yang dilindungi dan berbahaya. Secara perlahan, saya mulai memahami bahwa KPPL Maju Bersama memiliki hak untuk mengelola hutan TNKS dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu berupa kecombrang dan pakis di hutan TNKS seluas 10 hektar.
391
Selanjutnya, saya juga mulai memahami bahwa KPPL Maju Bersama merupakan kelompok perempuan yang memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup. Saya juga mulai memahami relasi perempuan dan hutan. Hutan sangat erat kaitannya dengan perempuan karena hutan merupakan sumber kehidupan, penghidupan dan pengetahuan pengetahun. Saya semakin bersemangat dan ingin berpartisipasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
392
Awal pertemuan saya dengan teman-teman yang belum bergabung di KPPSWD adalah pada 20 Juni 2020. Saya dan teman-teman belajar tentang hak-hak perempuan atas hutan dan belajar fotografi telepon seluler (ponsel). Awalnya saya belum mengetahui apa hubungan fotografi dan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup. Setelah belajar, saya baru mengetahui bahwa foto bisa dimanfaatkan untuk memperjuangkan
Membangun Jalan Perubahan
Rika Nofrianti
390
221
hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan. Lalu, pada 30 Juni 2020, saya dan teman-teman memutuskan untuk bergabung menjadi anggota KPPSWD, dan saya dipercaya menjadi sekretaris KPPSWD. 393
Saya dan teman-teman di KPPSWD juga mulai belajar menulis dan membuat tulisan yang berisikan suara perempuan. Saya dan temanteman juga membuat blog Jendela Perempuan Desa, dan memanfaatkan media sosial seperti facebook dan instagram untuk mempublikasikan foto dan tulisan yang menyuarakan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
394
Berkegiatan dengan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera, saya juga mempelajari kreativitas perempuan mengolah hasil hutan bukan kayu untuk merintis usaha kelompok. KPPL Maju Bersama mengolah kecombrang dan pakis menjadi sirup kecombrang, wajik kecombrang, dodol kecombrang, peyek kecombrang, selai kecombrang, kue tat selai kecombrang, stik pakis dan peyek pakis, KPPL Karya Mandiri mengolah rebung dan
395
Rika Nofrianti
Bersama KPPSWD, saya semakin sering berkegiatan dengan kelompok perempuan. Bukan hanya KPPL Maju Bersama di Desa Pal VIII, saya juga mulai berkegiatan dengan KPPL Karya Mandiri di Desa Tebat Tenong Luar, KPPL Sumber Jaya di Desa Karang Jaya dan KPPL Sejahtera di Desa Sumber Bening. Semakin sering berkegiatan, saya semakin menyadari arti penting memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rika Nofrianti
222
pepulut menjadi stik rebung dan cucur pepulut, KPPL Sumber Jaya mengolah nangka menjadi dodol nangka, stik nangka, abon nangka, sirup nangka dan selai nangka, dan KPPL Sejahtera mengolah alpukat menjadi dodol alpukat, selai alpukat dan kue tat selai alpukat. Dari mereka, saya juga mulai belajar mereka membangun usaha yang tidak hanya untuk bertujuan ekonomi, tetapi juga bertujuan untuk melestarikan lingkungan hidup dan memberdayakan perempuan.
Membangun Jalan Perubahan Rike Vevri Dwiyani
224
Satu hal sangat penting yang saya pelajari dari KPPL-KPPL adalah mereka membangun usaha bukan sekadar untuk mendapatkan keuntungan, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan hutan TNKS dan memberdayakan perempuan penyangga TNKS.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Rike Vevri Dwiyani “
397
Sejak berusia tiga tahun, saya sering dibawa oleh orangtua ke kebun. Sedangkan kakak dititip di rumah nenek karena ia sedang bersekolah di taman kanak-kanak di dekat rumah nenek. Kebun orangtua berjarak sekitar 25 kilometer dari rumah. Pergi ke kebun, bapak mengendarai sepeda motor sambil membawa ibu dan saya yang digendong oleh ibu dengan kain. Jalannya sempit dan berlikuliku. Beruntung sudah beraspal, sehingga tidak licin dan aman untuk dilalui oleh sepeda motor.
398
Kebun orangtua berada di pinggir jalan dan dikelilingi rumah warga, sehingga orangtua sangat akrab dengan warga sekitar kebun. Warga sering membantu mengasuh atau menggendong saya. Mereka juga cukup sering memberikan sayuran hasil panen secara gratis kepada ibu ketika mereka sedang panen besar. Sesekali mereka juga memberikan uang kepada saya untuk ditabung.
399
Di kebun terdapat pondok kecil yang berdinding anyaman bambu dan beratap ijuk. Di
Membangun Jalan Perubahan
396
Rike Vevri Dwiyani
S
226
aya adalah seorang perempuan berusia 23 tahun yang lahir dan besar di Desa Sumber Bening, sebuah desa yang berada di kaki Gunung Bukit Kaba di Kabupaten Rejang Lebong. Nama saya adalah Rike Vevri Dwiyani. Saya memiliki seorang kakak laki-laki. Dia berusia lima tahun lebih tua dari saya. Ibu bernama Suwarti, dan bapak bernama Sungkono. Ibu dan bapak bersuku Jawa, dan keduanya adalah petani.
227
dalam pondok terdapat dapur kayu, tempat ibu memasak. Tak jarang ibu memasak sayur yang dipanen di sekitar pondok untuk menu makan siang. 400
Saat saya berusia empat tahun, ibu memutuskan tidak lagi berkebun. Bermodalkan dari hasil berjualan sayur yang ditanamnya, ibu membuka sebuah warung yang menyediakan kebutuhan rumah tangga. Ibu juga menyediakan alat-alat rumah tangga seperti piring, gelas dan lainnya yang dikreditkan untuk warga di sekitar kebun. Biasanya mereka datang sendiri ke rumah untuk memesan atau membayar cicilan. Usaha yang dijalani ibu adalah cita-citanya sejak lama. Berkat kerja keras, ibu bisa mewujudkan mimpinya. Ibu juga mengajari saya untuk menjadi perempuan yang mandiri.
401
Ketika duduk di bangku kelas 4 SD, saya mulai tertarik untuk berjualan. Saya mulai terpikir
402
Rike Vevri Dwiyani
Jenis tanaman yang biasa ditanam oleh bapak di kebun adalah cabai, daun bawang, sawi, kol, kacang buncis, tomat dan lainnya. Bapak menyediakan beberapa bedengan di sebelah pondok untuk ibu menanam labu siam, arcis, singkong, cabai rawit, serai, serta beberapa tanaman obat keluarga seperti kunyit, kemangi, sirih, seledri dan lainnya. Awalnya ibu menanam beragam sayuran untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sehari-hari. Namun, karena hasil panen melimpah, ibu menjualnya ke pasar untuk menambah pendapatan keluarga. Biasanya, ibu memanen sayur pada Rabu sore dan menjualnya di Pasar Kamis pada Kamis pagi.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan
Rike Vevri Dwiyani
228
untuk menjual perhiasan rambut dan alat-alat tulis kepada teman-teman di sekolah. Namun, ibu tidak mengiyakan ide tersebut dan menyarankan agar saya fokus bersekolah. Di bangku SMP, ketertarikan saya untuk berjualan membesar. Tanpa sepengetahuan ibu, saya mulai berjualan. Sebagian uang jajan yang saya kumpulkan, saya gunakan untuk membeli saldo pulsa telepon dan menjualnya dengan teman-teman di sekolah. 403
Hasil dari berjualan pulsa, saya mulai mengembangkan usaha menjual kartu perdana, alat tulis, produk perawatan kecantikan, bahkan ponsel. Usaha saya semakin membuahkan hasil. Berkat berjualan, saya bisa membeli ponsel yang harganya lumayan mahal. Saya merasakan kebahagiaan tersendiri ketika mampu membeli sesuatu yang diinginkan tanpa meminta uang dari ibu.
404
Ibu pun mengetahui saya berjualan di sekolah. Ibu tidak memarahi, dan menasehati dengan lembut. Setelah obrolan panjang, ibu memperbolehkan saya untuk tetap berjualan, dengan catatan saya harus tetap fokus untuk belajar. Tidak hanya itu, ternyata ibu juga membelikan etalase yang diletakan di warungnya untuk meletakan barang-barang dagangan saya.
405
Saat di SMA, saya mulai mengenal dan mempelajari cara belanja secara online. Saya memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk berjualan. Barang yang dijual berupa sweater, baju dan tas perempuan. Saya hanya berani berjualan secara diam-diam karena takut dimarah oleh guru. Saya menjualnya melalui Blackberry Mesengger (BBM) dan Facebook. Selain memesan melalui chat,
229
teman-teman juga sering menemui saya di kelas saat jam istirahat. 406
ggg
S
407
KPPSWD adalah kelompok perempuan yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak perempuan atas lingkungan hidup/ TNKS/Hutan Warisan Dunia, khususnya hak untuk terlibat mengelola hutan TNKS karena hutan TNKS sangat penting bagi kehidupan dan kesejahteraan perempuan, dengan berkontribusi mengomunikasikan pengetahuan dan aspirasi perempuan desa penyangga TNKS untuk
408
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
aya mulai mengenal TNKS setelah menjadi anggota sekaligus Bendahara KPPSWD sejak 30 Juni 2020. Sebelumnya, saya sama sekali tidak pernah mendengar TNKS. Perlahan, saya mengetahui bahwa TNKS adalah kawasan hutan yang dilindungi, dan TNKS merupakan bagian dari situs warisan dunia di Indonesia.
Rike Vevri Dwiyani
Setelah lulus SMA, saya sempat mengalami kebingungan untuk memilih jurusan kuliah yang ingin diambil. Saya pun mulai mencari informasi di media sosial ataupun di internet, dan akhirnya saya meyakinkan diri untuk mengambil jurusan yang berhubungan dengan teknologi dan bisnis di Universitas Bina Usaha.
230
mendapatkan dukungan publik dan mempengaruhi kebijakan. KPPSWD dibentuk pada 20 Oktober 2016. Setelah menjadi anggota KPPSWD, saya mulai berkegiatan dan belajar dengan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mengenai hak-hak perempuan terkait lingkungan hidup dan hutan seperti hak untuk mengelola hutan, hak untuk memanfaatkan hasil hutan, hak atas informasi, hak untuk berkomunikasi dan hak untuk terlibat dalam pembuatan keputusan, hak untuk mempengaruhi kebijakan dan hak-hak lainya. Di KPPSWD, saya juga belajar memanfaatkan tulisan dan foto dan membangun media untuk memperjuangkan hakhak perempuan desa penyangga TNKS. KPPSWD membangun blog Jendela Perempuan Desa dan akun media sosial (facebook dan instragram).
410
Selain itu, saya juga belajar dengan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera yang merintis usaha pangan berbasis hasil hutan bukan kayu dari hutan TNKS. Saat ini, mereka telah memproduksi 18 macam makanan dan minuman, yakni sirup kecombrang, dodol kecombrang, wajik kecombrang, selai kecombrang, peyek kecombrang, kue tat selai kecombrang, stik pakis dan peyek pakis (Produk olahan KPPL Maju Bersama), cucur pepulut dan stik rebung (Produk olahan KPPL Karya Mandiri). stik nangka, sirup nangka, selai nangka, abon nangka dan dodol nangka (Produk olahan KPPL Sumber Jaya), dan dodol alpukat, selai alpukat dan kue tat selai alpukat (Produk olahan KPPL Sejahtera).
Membangun Jalan Perubahan
Rike Vevri Dwiyani
409
Saya merasa bahwa apa yang dirintis oleh KPPL-KPPL sejalan dengan minat saya untuk belajar tentang usaha atau bisnis. Satu hal sangat penting yang saya pelajari dari KPPL-KPPL adalah mereka membangun usaha bukan sekadar untuk mendapatkan keuntungan, tetapi juga sebagai sarana untuk melestarikan hutan TNKS dan memberdayakan perempuan penyangga TNKS.
411
231
Rike Vevri Dwiyani Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Membangun Jalan Perubahan Ella Deskomariatno
232
Ella Deskomariatno bersama KPPL-KPPL, saya juga “ Belajar mulai menyadari bahwa membangun Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
sebuah usaha seharusnya tidak sematamata untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi, tetapi juga bisa sekalian memberikan manfaat secara lingkungan dan sosial seperti yang dilakukan oleh KPPL-KPPL bahwa mereka membangun usaha juga untuk melestarikan hutan TNKS dan memberdayakan perempuan desa penyangga TNKS.
Membangun Jalan Perubahan
Ella Deskomariatno
234
412
S
aya gadis kelahiran Bengkulu berdarah minang Jawa pada 23 Desember 1997 di Kota Begkulu. Biasa dipanggil Ellak, dengan nama lengkap Ella Deskomariatno. Saya anak sulung dari tiga bersaudara yang terdiri dari satu orang perempuan dan dua orang laki-laki.
413
Ibu bernama Elly Yati, dan bapak bernama Suratno. Ibu menamatkan pendidikan hingga SMA, sedangkan bapak hanya mampu menamatkan SD. Menjadi anak perempuan pertama dan satusatunya dalam keluarga yang masih berpandangan tradisional menjadi suatu tantangan yang cukup berat bagi saya.
414
Ibu dan bapak memiliki pandangan yang berbeda terkait pendidikan. Menurut bapak, pendidikan bukan merupakan tolok ukur untuk menjadi orang sukses. Bapak juga berpendapat bahwa seorang perempuan tidak harus mengenyam pendidikan tinggi. Baginya, menempuh pendidikan hanya membuang-buang waktu.
415
Saat akan melanjutkan pendidikan ke SMA setelah menamatkan SMP, bapak tidak setuju. Menurut bapak, menghabiskan waktu di rumah dan membantu pekerjaan Ibu adalah lebih bermanfaat daripada bersekolah. Namun, berkat dukungan ibu, saya melanjutkan pendidikan ke SMA dan berhasil masuk ke SMA Negeri 5 Kota Bengkulu.
416
Bapak kembali tidak setuju dengan langkah
235
417
Selain pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Bahasa Inggris, Unviersitas Bengkulu, saya juga aktif di organisasi yang mewadahi alumni peserta program pertukaran antar negara, Purna Caraka Muda Indonesia (PCMI) Provinsi Bengkulu, dan dipercaya menjadi sekretaris untuk periode 2020 – 2025.
418
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Pada tahun 2017 saya terpilih menjadi delegasi Provinsi Bengkulu untuk mengikuti Pertukaran Pemuda Indonesia – Korea, pada tahun 2019 saya terpilih menjadi delegasi Universitas Bengkulu untuk mengikuti Asean Teacher SEAMEO Philipphina, dan delegasi Universitas Bengkulu untuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) Bersama BKS – Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Barat di Sumatra Utara
Ella Deskomariatno
saya ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada saat saya menamatkan SMA. Menurut bapak, bila manfaat dari pendidikan adalah untuk mencari pekerjaan, maka tidak mesti hingga ke jenjang perguruan tinggi. Ijazah SMA bisa digunakan untuk mencari pekerjaan. Daripada melanjutkan pendidikan, menurut bapak, lebih baik menikah saja. Alasannya, pada akhirnya seorang perempuan akan menikah dan mengurus rumah tangga. Namun, saya tetap mengikuti tes dan diterima di Universitas Bengkulu. Saya kuliah di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
236
ggg
Ella Deskomariatno
419
Membangun Jalan Perubahan
420
S
aya mengenal TNKS dari pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada saat saya duduk di bangku SMP. Kendati disebutkan bahwa TNKS juga berada di Provinsi Bengkulu, namun saya tidak mengetahui secara pasti keberadaannya. Saya baru mulai mengenal lebih jauh mengenai TNKS setelah saya menjadi anggota KPPSWD sejak September 2021, setelah mengikuti kegiatan Aksi Perempuan Pejuang Iklim yang dilakukan oleh KPPSWD pada Maret – Agustus 2021. KPPSWD merupakan komunitas perempuan muda yang didirikan pada 20 Oktober 2016 untuk berkontribusi menyelamatkan hutan warisan dunia (TNKS) dan memperjuangkan hak-hak perempuan terkait lingkungan hidup dan hutan seperti hak atas akses informasi, hak untuk komunikasi, hak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan hutan, hak untuk menikmati kualitas lingkungan hidup yang dihasilkan hutan, hak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan, hak untuk mendapatkan peningkatkan kapasitas, hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, hak untuk mempengaruhi kebijakan dan hak-hak lainnya. Dalam melakukan kegiatan, KPPSWD membuat newsletter dinding, blog Jendela
237
Perempuan Desa dan akun media sosial (facebook dan instagram) untuk menyuarakan pengetahuan dan aspirasi perempuan desa penyangga TNKS melalui tulisan dan foto. 421
Fakta-fakta lainnya adalah perempuan sangat sering dianggap tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan, bahkan saat ingin memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan, mereka dicemooh dan diragukan perjuangan mereka, bahkan ada yang mengganggap perjuangan mereka akan merugikan atau menjebak suami. Saya merasa bahwa perjuangan mereka selaras dengan perjuangan saya dalam melawan patriarki yang saya alami sedari kecil dalam keluarga.
422
Saya juga mulai memahami bahwa hubungan perempuan dan hutan sangat dekat dan erat, baik dari ranah ketubuhan, domestik, produktif hingga komunitas. Saya belajar bahwa hutan
423
Ella Deskomariatno
Melalui KPPSWD, saya mulai sering berkegiatan bersama dengan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera. Saya mulai belajar dan memahami perjuangan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera dalam pengelolaan TNKS dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di TNKS. Saya mulai menyadari bahwa begitu kuat diskriminasi yang dialami perempuan baik dari keluarga, komunitas dan negara. Saya juga mulai mengetahui fakta-fakta bahwa ada perempuan yang harus mengaku janda ketika kepergok petugas kehutanan yang berpatroli, harus bersembunyi dan berlarian dalam keadaan hamil dan sambil membawa anak.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
238
TNKS merupakan sumber air, pangan dan pendapatan bagi perempuan, sehingga KPPL-KPPL memperjuangkan hak untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu di hutan TNKS untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan merintis usaha yang memproduksi beragam pangan olahan.
Membangun Jalan Perubahan
Ella Deskomariatno
424
Belajar bersama KPPL-KPPL, saya juga mulai menyadari bahwa membangun sebuah usaha seharusnya tidak semata-mata untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi, tetapi juga bisa sekalian memberikan manfaat secara lingkungan dan sosial seperti yang dilakukan oleh KPPL-KPPL bahwa mereka membangun usaha juga untuk melestarikan hutan TNKS dan memberdayakan perempuan desa penyangga TNKS.
Membangun Jalan Perubahan
240
Jalan Perubahan Bersama yang Dibangun Walau kami menyadari bahwa tidak “ mudah untuk membangunnya, namun
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
kami merasa optimis bahwa Koperasi Perempuan Pelestari Hutan bisa mempelopori gerakan ekonomi hijau rakyat, bisa menjadi wadah perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup, bisa mengubah pandangan bahwa usaha atau kegiatan ekonomi bisa dilakukan selaras dengan upaya memperbaiki dan menjaga kelestarian hutan, dan bisa berkontribusi melawan ancaman krisis iklim dan krisis pangan.
242
425
Membangun Jalan Perubahan
426
L
angkah kami membangun jalan perubahan secara bersama-sama dengan mendirikan koperasi diawali dengan pertemuan secara terpisah untuk masing-masing kelompok pada Agustus – September 2021. Selain untuk memutuskan apakah bersepakat atau tidak bersepakat untuk mendirikan koperasi bersama kelompok lain, pertemuan juga untuk memilih empat orang perwakilan untuk terlibat dalam berbagai kegiatan yang akan difasilitasi oleh Perkumpulan Walestra dan Perkumpulan LivE dengan dukungan Rights and Resources Initiative, bila kelompok bersepakat untuk membangun usaha bersama kelompok lain. Alhasil, setiap kelompok bersepakat untuk mendirikan koperasi bersama kelompok lain dan memilih empat orang perwakilan. Rita Wati, Feni Oktaviana, Enti Kurlena Sari (selanjutnya diganti oleh Purwani) dan Sumarni (selanjutnya diganti oleh Kayum) mewakili KPPL Maju Bersama, Eva Susanti, Julian Novianti, Nurlela Wati dan Marta Ningsih mewakili KPPL Karya Mandiri, Donsri, Rohimah, Meliani dan Sujirah mewakili KPPL Sumber Jaya, Roisa, Rusmawati, Mulyani dan Sugini mewakili KPPL Sejahtera, dan Wahyuni Saputri, Rika Nofrianti, Rike Vevri Dwiyani dan Ella Deskomariatno mewakili KPPSWD.
243
Deforestasi, Krisis Iklim, Krisis Pangan dan Usaha HHBK Sebelum membentuk koperasi, kami terlebih dahulu difasilitasi Pelatihan Kepemimpinan Perempuan dalam Pengelolaan Usaha Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk Membangun Ketangguhan Iklim dan Ketahanan Pangan pada 6 – 7 Oktober 2021. Hari pertama kegiatan, kami dilatih oleh Climate Leader di Climate Reality yang juga Anggota Tim Penggerak Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial, Swary Utami Dewi. Bersama Ibu Tami, kami belajar memahami deforestasi yang memicu krisis iklim dan krisis pangan yang berdampak buruk terhadap perempuan, dan keagenan perempuan dalam menjaga kelestarian hutan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Deforestasi adalah kerusakan hutan seperti penebangan hutan dan pembakaran hutan. Deforestasi mengakibatkan hutan melepas karbon, sehingga terjadi pemanasan global, yang mengakibatkan perubahan iklim. Dampak dari perubahan iklim, tidak lagi bisa menentukan kapan musim hujan dan musim panas, yang akan sangat berdampak bagi petani, terutama perempuan petani karena sulit untuk menentukan kapan musim tanam dan musim panen. Kesulitan menentukan musim tanam dan musim panen bisa mengakibatkan hasil panen berkurang, bahkan bisa gagal panen, yang akan mengakibatkan terjadi krisis pangan, krisis ekonomi, krisis pendidikan dan krisis kesehatan. Perubahan iklim juga bisa menimbulkan
427
244
bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan yang berdampak buruk terhadap perempuan. Bila terjadi kekeringan, perempuan akan menjadi korban terburuk. Sebab, mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, perempuan memerlukan air untuk berbagai keperluan seperti mandi, memasak, mencuci dan lainnya. Kekeringan juga mengakibatkan gagal panen dan krisis pangan yang berdampak sangat buruk bagi perempuan. Oleh karena itu, perempuan harus menjadi pelopor untuk menjaga kelestarian hutan.” (Nurlela Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
Membangun Jalan Perubahan
“Perempuan mempunyai hak dan harus mengambil peran untuk mengelola hutan dan memanfaatkan hasil hutan secara lestari untuk mengatasi krisis iklim dan krisis pangan. Perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang bisa dipertukarkan, perbedaan antara perempuan dan laki-laki hanya pada aspek biologis.” (Feni Oktaviana, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). “Perempuan harus mengambil peran yang besar untuk menjaga dan melestarikan hutan untuk melawan ancaman krisis iklim dan krisis pangan. Perempuan harus menjadi agen perubahan terkait upaya pelestarian hutan.” (Ella Deskomarianto, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Dengan mengelola hutan dan memanfaatkan
245
hasil hutan bukan kayu untuk membangun usaha pangan secara berkelanjutan berarti perempuan telah berperan dalam membangun ketangguhan iklim dan ketahanan pangan.” (Rika Nofrianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). Hari kedua, kami dilatih oleh Plt. Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat, Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Catur Endah Prasetiani, dan Anggota Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender Ditjen PSKL, KLHK, Ida Saidah. Bersama Ibu Catur dan Ibu Ida, kami belajar memahami peran perempuan dalam kelestarian hutan, usaha HHBK secara berkelanjutan sebagai solusi untuk menghadapi krisis iklim dan krisis pangan, strategi pengelolaan usaha HHBK secara berkelanjutan, dan praktik mendesain merek dan kemasan produk.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Keterbatasan akses perempuan terhadap berbagai informasi tentang lingkungan hidup membuat perempuan berpotensi turut andil merusak hutan. Apabila terjadi kerusakan hutan, perempuan lah yang akan menjadi korban terburuk dibandingkan laki-laki karena perempuan bekerja di dua sektor, yaitu rumah tangga dan pertanian, yang dekat dengan hutan atau alam. Selain itu, perempuan juga berperan besar dalam kegiatan sosial kemasyarakatan yang dekat
428
246
dengan hutan.” (Rita Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
“Kerusakan hutan akan menurunkan status sosial ekonomi perempuan, menurunkan angka harapan hidup perempuan dan memicu kekerasan terhadap perempuan. Perempuan adalah korban terburuk dari kerusakan hutan. Oleh karena itu, perempuan harus mengambil peran untuk menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu untuk membangun usaha. Supaya bisa berkelanjutan, usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu harus mempunyai merek, kemasan dan strategi pemasaran. Produk harus memiliki merek atau nama yang yang ditulis dengan jelas, singkat, menarik, mudah diingat dan membuat konsumen penasaran. Produk juga harus memiliki kemasan yang menarik, warna kemasan harus cerah, dan di kemasan harus ada komposisi, berat bersih, tanggal, bulan dan tahun kedaluarsa, nomor ijin dan alamat.” (Nurlela Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Cara untuk memasarkan produk hasil hutan bukan kayu bermacam-macam. Bisa dengan cara langsung atau tatap muka, dititipkan di super market, mini market atau warungwarung terdekat, atau secara online melalui media sosial seperti facebook, whatsapp, instagram, twitter, tiktok dan lainnya, dan melalui marketplace seperti shoppie, blibli, bukalapak, tokopedia dan lazzada.” (Eva
247
Susanti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Pemasaran digital tidak semata menyebarluaskan informasi tentang produk melalui media sosial dan marketplace, tetapi juga harus peka membaca audience atau konsumen pada beragam platform sosial media sebagai online shop seperti facebook, instagram, whatsapp dan lainnya, dan marketplace seperti shopee, tokopedia dan lainnya.” (Ella Deskomariatno, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Tips memasarkan produk di online shop: Konsisten upload di media sosial, merespon dengan cepat, berkomunikasi dengan ramah, dan memgemas produk dengan rapi. Tips memasarkan produk di marketplace: Menggunakan gambar yang berkualitas, medeskripsikan produk secara menarik, memberikan harga spesial, dan mengadakan promosi produk.” (Rusmawati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). 429
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Dalam diskusi di sela-sela kegiatan belajar bersama, Ibu Catur mengapresiasi rencana kami membangun usaha bersama dengan berbadan hukum koperasi. Bahkan, Ibu Catur menilai usaha bersama yang akan dbangun bisa menjadi role model karena terjadi kolaborasi antara generasi muda dan perempuan petani, dan bisa ada pembagian peran antara ibu-ibu KPPL-KPPL dan generasi muda (KPPSWD). Ibu-ibu bisa fokus untuk mengelola hutan dan mengolah hasil hutan bukan
248
kayu, dan generasi muda bisa fokus mengambil peran memasarkan produk hasil hutan bukan kayu.
Membangun Jalan Perubahan
Koperasi Perempuan Pelestari Hutan 430
Selanjutnya, kami difasilitasi Workshop Pendirian Koperasi pada 18 – 19 November 2021. Hari pertama, kegiatan diawali dengan penyampaian sambutan dari Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Balai Besar TNKS, Hadinata Karyadi dan Kepala Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong, Lusfita Martharina. Dalam sambutannya, Pak Hadi sangat mengapresiasi rencana pendirian koperasi, dan menyampaikan peluang kerjasama yang bisa dibangun antara koperasi dengan Balai Besar TNKS. Begitu pula dengan Ibu Lusfita, sangat mengapreasiasi rencana pendirian koperasi. Apalagi, koperasi yang akan didirikan merupakan koperasi perempuan di sektor kehutanan pertama di Indonesia. Sehingga, Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong bersedia untuk membantu proses pendirian koperasi, dan membantu pengurus koperasi bila menemukan permasalahan dan tantangan dalam mengelola koperasi.
431
Setelah sesi sambutan, kami belajar bersama Kepala Seksi Bina Usaha Koperasi dan UKM, Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong, Syahrullah dan Fungsional Umum Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong
Josmir Hutapea tentang konsep dan prinsip dasar koperasi, syarat dan tahapan mendirikan koperasi.
249
“Koperasi adalah gerakan ekonomi rakyat dengan asas kekeluargaan dan demokratis. Koperasi memiliki prinsip-prinsip dasar, yakni keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaannya dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha anggota, pemberian balas jasa terbatas terhadap modal, dan mandiri.” (Rita Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
“Berdasarkan jenis, koperasi terbagi menjadi koperasi produsen, koperasi konsumen, koperasi jasa dan koperasi simpan pinjam. Koperasi produsen adalah koperasi yang bergerak di usaha produksi yang berasal dari anggota untuk dijual kepada anggota dan bukan anggota, koperasi konsumen adalah koperasi yang menyediakan barang kebutuhan anggota dan bukan anggota, koperasi simpan
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Berdasarkan bentuk, koperasi terbagi menjadi koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang yang didirikan oleh minimal 20 orang, sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang dibentuk oleh beberapa koperasi yang sudah berbadan hukum, dan didirikan oleh minimal tiga koperasi.” (Rika Nofrianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
250
pinjam adalah koperasi yang bergerak di usaha simpan pinjam untuk anggota dan bukan anggota, dan koperasi jasa adalah koperasi yang mengadakan jasa untuk anggota dan bukan anggota.” (Marta Ningsih, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
“Koperasi harus harus memiliki pengurus dan pengawas. Koperasi harus memiliki jenis usaha, harus mempunyai simpanan pokok dan simpanan wajib, harus memiliki peraturan, dan harus memiliki akta notaris dan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk disahkan. Nama koperasi tidak boleh sama dengan nama koperasi yang lain, apabila sama, tidak bisa didaftarkan ke Kemenkumham.” (Meliani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) 432
Lalu, kami bermusyawarah untuk memutuskan apakah bersepakat atau tidak bersepakat untuk melanjutkan rencana mendirikan koperasi. Hasil musyawarah, kami bersepakat melanjutkan rencana pendirian koperasi, dan menyepakati nama Koperasi Perempuan Pelestari Hutan dan jenis koperasi yang dipilih adalah koperasi produsen. Koperasi produsen dipilih karena KPPL-KPPL sedang merintis usaha produk pangan (makanan dan minuman) berbasis hasil hutan bukan kayu, dan koperasi juga bisa menyelenggarakan usaha di bidang pengadaan sarana dan pemasaran produk.
433
Selanjutnya, kami memilih pengurus yang terdiri dari Ketua: Rika Nofrianti, Wakil Ketua:
251
Wahyuni Saputri, Sekretaris I: Ella Deskomariatno, Sekretaris 2: Rike Vevri Dwiyani dan Bendahara: Feni Oktaviana, dan pengawas yang terdiri dari Koordinator: Rita Wati, dan Anggota: Eva Susanti dan Donsri. Kami juga menyepakati simpanan pokok sebesar Rp. 1.000.000 per orang, dan simpanan wajib sebesar Rp. 5.000 per orang per bulan.
“Kegiatan usaha yang dipilih yakni, Pengusahaan Hutan Bukan Kayu Lainnya dengan nomor kode 02139 di KLBI, Perdagangan Besar Berbagai Macam Barang dengan nomor kode 46900, dan Perdagangan Besar Bahan Makanan dan Minuman Hasil Pertanian Lainnya dengan nomor kode 46319 sebagai usaha utama, dan Warung
434
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Hari kedua, kami berdiskusi dengan staf dari Kantor Notaris & Pejabat Pembuat Akta Tanah Safado Nugroho Widiatmo, SH, Mashita yang diundang oleh Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong. Dalam diskusi, kami memastikan bahwa pendirian koperasi akan dilanjutkan dengan membuat akta pendirian koperasi dan mendaftarkan ke Kemenkumham. Lalu, Ibu Mashita membantu memesan nama Koperasi Produsen Perempuan Pelestari Hutan ke Kemenkumham secara online. Selanjutnya, kami mendiskusikan jenis usaha utama dan usaha pendukung yang akan dijalankan koperasi dengan mencocokannya dengan Klasifikasi Buku Lapangan Usaha Indonesia (KLBI) yang diakses secara online.
Membangun Jalan Perubahan
252
Makan dengan nomor kode 56102 dan Jasa Penyelenggara Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi dan Pameran dengan nomor kode 82301 sebagai usaha pendukung, dan Simpan Pinjam dengan nomor kode 64141 sebagai usaha tambahan.” (Wahyuni Saputri, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) 435
Untuk proses pembuatan akta pendirian koperasi ke akta notaris, kami bersepakat untuk mempercayakan kepada pengurus untuk mengurusnya, termasuk mengumpulkan dan menyiapkan syarat yang dibutuhkan seperti daftar hadir, berita acara pendirian koperasi, fotokopi KTP pengurus dan pengawas koperasi, dan lainnya. Selanjutnya, kami membahas rancangan anggaran dasar yang telah disediakan oleh Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong. Namun, pembahasannya belum selesai, sehingga pengurus diberi kepercayaan untuk memfinalkan rancangan anggaran dasar dan mengkonsultasikannya ke Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kabupaten Rejang Lebong dan Notaris.
436
Setelah berproses selama dua bulan, akhirnya Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Nomor: AHU-0015101.AH.01.26. Tahun 2022 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Koperasi Produsen Perempuan Pelestari Hutan terbit pada 26 Januari 2022.
253
Budidaya HHBK 437
Khusus untuk KPPL Maju Bersama, pelatihan dan pembibitan yang difasilitasi terkait dengan kecombrang. Setelah mendapatkan penguatan kapasitas dari dua orang narasumber dari Dinas Pertanian Rejang Lebong, yakni Suharti dan Missaurina Hutabarat, KPPL Maju Bersama membersihkan areal, membuat lubang tanam, mengambil anakan kecombrang dari rumpun pohon kecombrang di sekitar areal, dan menanam anakan kecombrang. Hingga 28 Desember 2021, sebanyak 1.500 batang anakan kecombrang ditanam di areal seluas satu hektar.
438
“Bibit kecombrang bisa diperoleh dengan cara atau metode menyemai biji dan mengambil rimpang atau anakan. Budidaya kecombrang dengan metode anakan diperlukan agar pohon lebih cepat tumbuh. Anakan ditanam dengan jarak sekitar satu meter dan di lubang
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Kegiatan selanjutnya adalah Pelatihan Budidaya dan Pembibitan Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada 21 – 24 Desember 2021. Pelatihan untuk KPPL Maju Bersama dan KPPL Karya Mandiri dilakukan pada 21 – 22 Desember 2021, dan KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahera dilakukan pada 23 – 24 Desember 2021. Melalui kegiatan tersebut, para perwakilan KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera mengajak anggota kelompoknya untuk mengikuti pelatihan dan pembibitan. Kendati difasilitasi untuk KPPL-KPPL, namun perwakilan KPPSWD ikut berpartisipasi.
254
dengan kedalaman sekitar 20 sentimeter.” (Kayum, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). “Pilihan KPPL Maju Bersama membudidayakan kecombrang dinilai sangat tepat karena belum ada petani di Rejang Lebong yang membudidayakan kecombrang. Umumnya, kecombrang tumbuh secara liar di hutan, dan kalaupun ada petani yang menanam kecombrang di sekitar kebun, hanya untuk keperluan rumah tangga.” (Rita Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
Membangun Jalan Perubahan
439
Sedangkan pelatihan dan pembibitan yang difasilitasi untuk KPPL Karya Mandiri terkait dengan bambu menghadirkan dua orang narasumber dari Dinas Pertanian Rejang Lebong, yakni Fitria Efendi dan Iming Junianto Ginting. “Pohon bambu berukuran sedang, dan umurnya tidak terlalu tua atau muda, atau kira-kira berumur dua tahun. Pohon bambu dipotong-potong menjadi beberapa bagian atau potong dengan setiap potongan memiliki dua ruas yang ada bakal tunasnya. Potongan pohon bambu direndam dengan pupuk organik cair sebagai perangsang akar selama 1 – 1,5 jam agar akar cepat keluar. Saat belajar, kami menggunakan pupuk organik cair yang terbuat dari urine kambing. Setelah direndam, potongan pohon bambu disusun dengan cara berlawanan antara bakal akar dan bakal tunas di tanah yang
255
dibuat seperti bedengan, dan ditimbun dengan tanah sekitar 10 -15 sentimeter. Untuk menjaga kelembaban tanah, potongan pohon bambu ditutup dengan dedaunan. Diperkirakan, setelah lima bulan, akar dan tunas bambu sudah keluar atau siap untuk ditanam atau dipindahkan ke polibek. Sebelum ditanam atau dipindahkan, bibit pohon bambu yang sudah berakar dan bertunas dipotong dengan pelan-pelan dengan ukuran panjang sekitar lima sentimeter dari akar dan tunas.” (Nurlela Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) Setelah mendapatkan penguatan kapasitas dari Pak Fitria dan Pak Iming, kami mulai mencari pohon bambu untuk calon bibit, memotongmotong pohon bambu, merendam potongan pohon bambu ke dalam pupuk organik cair, membuat bedengan, dan menyusun potongan pohon bambu di bedengan, dan menimbun potongan pohon bambu.
440
Sementara itu, pelatihan dan pembibitan yang difasilitasi untuk KPPL Sumber Jaya terkait dengan nangka menghadirkan dua orang
441
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Kami membibitkan 1.702 bambu terdiri dari 500 bibit bambu betung, 160 bibit bambu serik, 530 bibit bambu kapal dan 512 bibit bambu manyan.” (Eva Susanti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
256
narasumber dari Dinas Pertanian Rejang Lebong, yakni Suharti dan Leni Maryati. “Biji yang akan disemai menjadi bibit harus dipilih yang bagus, dan biji yang sudah dipilih dijemur sekitar 30 – 60 menit pada pagi hari atau tidak boleh lebih dari pukul 10.00 agar mata benih bisa tumbuh dengan sempurna… Sebelum bibit ditanam, yang harus dipersiapkan adalah media tanam, yakni tanah yang digemburkan dan dicampur dengan pupuk kandang, diaduk-aduk sampai rata, lalu dimasukan ke dalam polibek…
Membangun Jalan Perubahan
Sebelum ditanam, areal harus dibuat lubang terlebih dahulu dengan jarak 10 – 15 meter, lubang diberikan pupuk kandang dan didiamkan selama satu minggu agar pupuk kandang sudah tidak panas lagi, baru bibit ditanam…. Teknik sambung sambung pucuk, harus mencari bibit batang bawah dan pucuk yang akan menjadi entres dari pohon yang sudah berbuah. Batang bawah pohon bibit dipotong, dan bagian atas pohon bibit yang sudah dipotong agar dibelah untuk menyisipkan entres. Teknik sambung mata tunas atau tempel, harus memilih calon mata tunas yang bagus, dan batang pohon utama juga harus bagus. Buka kulitnya, jangan sampai kena kayunya, untuk ditempel mata tunas, dan diikat dengan tali atau plastik. Untuk perawatan, harus sering mengamati
257
pohon. Bila menemukan daun keriting, mati pucuk atau mati dahan, berarti ada hama wereng atau penggerek batang. Hama wereng atau penggerek batang harus dibersihkan atau dibuang.” (Rohima, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) Setelah mendapatkan penguatan kapasitas, kami mulai mencampur media tanam dan pupuk kandang, mengisi media tanam ke polibek dan menyemai biji ke polibek, dan menyusun polibek di rumah pembibitan.
442
“Kami menyemai 1.928 biji nangka. Selain nangka, kami juga menyemai 452 biji jengkol dan 700 biji kabau. Semua bibit disemai di polibek.” (Donsri, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
“Teknik sambung ada dua, yakni sambung pucuk atau entres dan sambung mata tunas atau menempel. Supaya bibit yang dihasilkan bagus, perlu dicari entres dari pohon yang bagus dan sudah berbuah. Jika entresnya dari pohon yang sudah berbuah, maka waktu
443
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Dan, pelatihan dan pembibitan yang difasilitasi untuk KPPL Sejahtera terkait dengan alpukat menghadirkan dua orang narasumber dari Dinas Pertanian Rejang Lebong, yakni Syahrial dan Marwansyah.
258
untuk menunggu pohon mulai berbuah tidaklah terlalu lama.” (Sugini, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Sebelum menanam bibit pohon alpukat, harus dibuat lubang terlebih dahulu, lubang diberi pupuk kandang, dan didiamkan selama satu minggu, baru bisa pohon alpukat ditanam karena tanah sudah tidak panas lagi. Jarak untuk menanam pohon alpukat biasanya 5 – 10 meter.
Membangun Jalan Perubahan
Untuk mengatasi hama dan penyakit pada batang dan buah bisa dibuat insektisida dan pestisida alami. Apabila batang alpukat berlubang, biasanya karena ada ulat di dalam batang. Mengatasinya bisa dengan pengasapan di bawah pohon. Jika terdapat ulat pada daun dan buah, bisa diatasi dengan insektisida alami yang dibuat dari bawang putih dan daun sirsak yang dihaluskan, lalu disemprotkan pada daun dan buah alpukat.” (Roisa, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) 444
Setelah mendapatkan penguatan kapasitas, kami mulai mencampur media tanam dan pupuk kandang, mengisi media tanam ke polibek dan menyemai biji ke polibek, dan menyusun polibek di rumah pembibitan. “Kami menyemai 2.091biji alpukat. Selain itu, kami juga menyemai 1.200 biji jengkol,
259
dan 1.500 biji kabau.” (Mulyani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) Dalam diskusi di sela-sela kegiatan belajar bersama, para petugas dari Dinas Pertanian Rejang Lebong menyatakan kesediaan untuk ditemui atau diundang untuk mendiskusikan permasalahan yang mungkin ditemui.
445
Keamanan dan Kualitas Produk Pada 27 – 28 Januari 2021, kami difasilitasi Pelatihan Keamanan dan Kualitas Pangan Olahan Hasil Hutan Bukan Kayu. Hari pertama, kami dilatih oleh Imam Ganda S dan Sudirto dari Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong. Bersama Pak Imam dan Pak Sudirto, kami belajar memahami banyak hal terkait standar keamanan pangan dan perijinan.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Pangan adalah sumber hayati yang dihasilkan dari pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan yang diperuntukan sebagai makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh manusia, termasuk bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan dan pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman. Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan, dan setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengadung racun dan bahan berbahaya, seperti pangan yang mengandung cemaran,
446
260
bahan yang kotor dan busuk, dan dilarang menjual pangan yang sudah kedaluarsa.” (Julian Novianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Pengawet, pemanis dan perwarna buatan boleh ditambahkan dengan dosis yang wajar atau sesuai dengan ketentuan. Boraks, formalin dan perwarna pakaian tidak boleh ditambahkan. Menambahkannya kepada pangan termasuk pelanggaran aturan yang bisa didenda atau dipidana penjara.
Membangun Jalan Perubahan
Tempat produksi harus bersih, lantai tidak boleh tanah, air harus mengalir, ada jendela dan ventilasi, pencahayan cukup, berjarak lebih 10 meter dari kandang ternak, tidak boleh ada sarang laba-laba, tidak boleh ada hewan peliharaan seperti kucing, anjing, ayam atau burung, harus ada kotak sampah, dan atap harus berplafon. Tempat produksi harus ditata dengan memperhatikan tempat bahan baku, pemilihan bahan baku, pembersihan bahan baku, pengolahan, pengemasan, dan penyusunan produk. (Sujirah, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Sebelum bekerja, harus mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan, sepatu boot, celemek, masker dan penutup kepala. Jika menggunakan kerudung atau jilbab, maka kerudung atau jilbab dimasukan ke dalam baju. Dilarang menggunakan cincin dan gelang, dan
261
kuku jari tangan tidak boleh panjang. Pengemasan tidak boleh menggunakan necis, dan pada kemasan tidak boleh mencantumkan produk untuk pengobatan atau bisa menyembuhkan suatu penyakit. Kemasan harus mencantumkan nama produk, komposisi, berat bersih, tanggal kedaluarsa, PIRT, kandungan gizi, alamat produksi dan akses komunikasi. Untuk kandungan gizi, harus ada ahli gizi yang terlebih dahulu mengeceknya.” (Purwani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). “Air yang digunakan harus bersih, tidak berbau dan tidak berwarna. Air harus diletakkan jauh dari barang yang bisa mencemarinya. Bila ada kandang ternak, air harus diletakan di tempat yang berjarak minimal 10 meter dari kandang ternak.” (Rita Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Setelah belajar bersama Pak Iman dan Pak
447
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“SPP-IRT (sertifikat produksi pangan industri rumah tangga) merupakan perijinan untuk industri pangan olahan yang dipoduksi oleh rumah tangga dengan alat manual dan semi otomatis. SPP-IRT diperlukan untuk pangan yang bisa bertahan lebih dari satu minggu, sedangkan angan siap saji atau pangan yang tidak bertahan hingga satu minggu tidak memerlukan SPP-IRT.” (Rusmawati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
262
Sudirto, kami diberikan tes akhir (post tes) dengan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan pada tes awal (pre-test). Bila hasil tes akhir mendapatkan nilai di atas 60, maka akan mendapatkan sertikat terkait keamanan pangan dari Dinas Kesehatan Rejang Lebong, yang akan diperlukan untuk pengurusan SPP-IRT. Alhasil, kami semua dinyatakan akan mendapatkan sertifikat. Selain itu, Pak Iman dan Pak Sudirto menyatakan kesediaan untuk diajak untuk berdiskusi bila nantinya ditemukan permasalahan atau ada hal yang perlu dibantu.
Membangun Jalan Perubahan
448
Hari kedua, narasumber yang hadir adalah akademisi Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, yaitu Damres Uker, Hasanuddin, Ulfa Anis, Marniza, Ika Gustriani, Budianto, Syafnil dan Prof. Yuwana. Bersama pada narasumber tersebut, kami belajar memahami upaya untuk meningkatkan kualitas produk seperti memperhatikan komponen kualitas buah dan sayur segar, penanganan pasca panen sayur dan buah, pengendalian mutu melalui proses pengolahan, pengemasan dan pelabelan produk pangan. “Komponen kualitas buah dan sayur segar terdiri dari penampakan visual seperti ukuran, bentuk, warna, kilap dan kondisi fisik buah dan sayur, tekstur seperti kekerasan, rasa seperti manis, asam atau pahit, nutrisi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, dan keamanan yang menyangkut bahan kimiawi, bakteri atau jamur.” (Julian Novianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
263 “Penanganan pascapanen sayuran terdiri dari pendinginan atau penyimpanan dengan suhu 2 – 10 derajat celcius di dalam ruang penyimpanan untuk menghambat proses respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim, pelapisan lilin untuk menghambat proses pelayuan sehingga sayur tidak menjadi layu, keriput, berubah warna menjadi kuning dan busuk, dan pengendalian udara untuk menghambat respirasi, pemasakan serta memperpanjang umur simpan.
Untuk mencegah reaksi browning (pencoklatan) atau perubahan warna pada potongan sayur atau buah menjadi coklat setelah dipotong, maka bisa dilakukan dengan
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Penanganan pascapanen buah-buahan terdiri dari sortasi atau pemilahan, sizing (ukuran) atau pengelompokan berdasarkan ukuran, grading (mutu) atau pengelompokan berdasarkan mutu, dan packing (pengepakan). Selain itu, juga ada penanganan pascapanen seperti pre-cooling untuk memperlambat respirasi dan mengurangi jumlah air yang hilang, pencucian untuk menghilangkan kotoran tanah yang menempel atau sisa fungisida, degreening untuk menjaga warna hijau buah, dan pelilinan untuk meningkatkan kilap kulit buah dan menutupi kulit buah yang terdapat goresan atau sayatan. (Ella Deskomariatno, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
264
merendam sayur atau buah dalam garam atau larutan sulfit, dan merendam sayur dan buah ke dalam air panas atau air mendidih selama tiga hingga lima menit.” (Meliani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
“Fungsi kemasan, yakni sebagai wadah atau tempat menyimpan, melindungi produk dari pencemaran, melindungi produk dari perubahan kadar air dan penyinaran, mencegah atau mengurangi kerusakan karena gesekan, benturan, dan getaran, memudahkan untuk menyimpan, mengangkut dan mendistribusi, dan memberikan daya tarik kepada pembeli. Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait kemasan. Kemasan mempunyai fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis, mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma standar yang ada, mudah dibentuk atau dicetak, mudah dibuka dan ditutup, mudah dibuang, menampakan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas, dan tidak bereaksi dengan produk. Jenis pengemas antara lain kaca, plastik, kaleng, alumunium foil dan kardus. Lebelling adalah informasi atau keterangan terkait identitas produk. Labelling mencakup nama produk, komposisi, jumlah isi, identifikasi asal produk, waktu kedaluarsa, cara penyajian, penggunaan dan penyimpanan, keterangan tentang gizi, dan perijinan seperti SPP-IRT, sertifikasi halal dan lainnya.” (RIke Vevri Dwiyani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Kami juga mendiskusikan permasalahanpermasalahan produk dengan para narasumber.
449
265
“Kami mendiskusikan masalah sirup kecombrang seperti tidak tahan lama, rasa sering berubah-ubah, rasa dan aroma lebih cenderung ke manis dan aroma gula. Untuk masalah produk yang tidak tahan lama, diperkirakan karena belum baik dalam pengemasan. Botol yang akan digunakan untuk kemasan, harus direndam terlebih dahulu dengan air panas dengan suhu 65 derajat celcius. Botol harus diletakan di atas air panas suam, saat sirup dimasukan ke botol, dan setelah botol ditutup dengan rapat, botol direndam ke air dingin yang mengalir. Untuk rasa sering berubah-ubah, pembuatan sirup harus memiliki standarisasi bahan dan proses.” (Feni Oktaviana, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
“Untuk mengatasi abon nangka yang masih banyak mengandung minyak, kami disarankan untuk mengeringkan dengan mesin cuci untuk sementara waktu sebelum mempunyai
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
“Dari diskusi, kami mengetahui bahwa cara untuk mengatasi masalah yang dialami produk yang kami buat, yakni keripik rebung, yang belum bisa renyah. Caranya, rebung direndam dengan air kapur selama 30 menit, kemudian ditiriskan, direbus selama 20 menit, diolah dan diberi bumbu, lalu digoreng.” (Nurlela Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022).
266
alat pengering khusus.” (Sujirah, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). “Kami mendiskusikan dodol alpukat kami yang buat, yang semakin pekat, semakin pahit rasanya. Kami disarankan agar mencoba pengolahan dengan beberapa cara dengan mencatat takaran dan proses pengolahan, agar bila mendapatkan formula dan cara yang tepat, sehingga bisa menjadi acuan untuk kedepannya,” (Rusmawati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
450
Setelah berdiskusi tentang permasalahan produk, kami juga menyampaikan keinginan Koperasi Perempuan Pelestari Hutan untuk bekerjasama dengan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu terkait peningkatan kapasitas dalam pengelolaan pangan HHBK. Pak Syafnil yang juga merupakan Ketua Jurusan Teknologi Pertanian merespon positif keinginan kami tersebut, dan mengajak untuk membahasnya lebih lanjut. Usaha dan Pemasaran Sosial (Hijau)
451
Pada 26 – 27 Februari 2022, kami difasilitasi Pelatihan Usaha dan Pemasaran Sosial (Hijau). Pada hari pertama, kami dilatih oleh Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu, Seprianti Eka Putri. Bersama Ibu Eka, kami belajar memahami konsep, hambatan dan peluang usaha hijau.
“Bisnis hijau adalah bisnis yang tidak hanya fokus untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga memperhatikan lingkungan hidup. Faktor-faktor penghambat untuk menjadi pengusaha hijau, yakni tidak memiliki informasi yang cukup mengenai bisnis hijau atau untuk mengadopsi praktik bisnis hijau, tidak memiliki pengetahuan yang benar dan tepat terkait isu lingkungan di dalam bisnis atau tidak pernah mendiskusikan pengetahuan terkait isu lingkungan dengan konsumen ataupun relasi bisnis lainnya, tidak melihat ada potensi atau peluang besar untuk pasar produk hijau atau tidak berminat mengikuti jejak atau contoh sukses perusahaan yang bergerak di bisnis hijau, dan tidak memiliki dukungan dari pihak luar seperti pemerintah terkait pendanaan dan promosi.
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Faktor-faktor pendukung menjadi pengusaha hijau, yakni pemahaman bahwa bisnis hijau merupakan cara yang lebih baik dalam berbisnis, tidak mengorbankan nilai-nilai lingkungan untuk mengeksploitasi pasar untuk produk atau jasa dan selalu memberikan edukasi tentang nilai-nilai lingkungan kepada konsumen, melihat kesempatan atau peluang di pasar produk hijau dan melihat potensi perkembangan di pasar bisnis hijau, motivasi untuk menjalankan bisnis tidak sematamata untuk mendapatkan keuntungan, dan berkeinginan memiliki bisnis sendiri yang berkonsep ramah lingkungan.” (Ella
267
268
Deskomariatno, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Pemasaran hijau merupakan pemasaran yang menggunakan isu tentang lingkungan sebagai strategi untuk memasarkan produk. Penerapan pemasaran hijau mencakup dari proses produksi, penentuan harga, promosi dan distribusi.” (Rika Nofrianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022) “Usaha hijau adalah usaha yang membuat produk yang berbahan baku, diolah, dikemas dan dipasarkan dengn tidak merusak lingkungan hidup atau sejalan dengan upaya pelestarian lingkungan hidup. Untuk memasarkan produknya, bisa dengan memanfaatkan komunitas dan media online dengan mengaitkan dengan isu-isu lingkungan hidup…
Membangun Jalan Perubahan
Usaha pangan olahan hasil hutan bukan kayu yang dilakukan oleh kelompok saya dan kelompok lainnya termasuk usaha hijau.” (Nurlela Wati, Draft Tulisan Otobiografi, 2022). 452
Selain belajar, kami juga menyampaikan keinginan Koperasi Perempuan Pelestari Hutan untuk bekerjasama dengan Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu untuk memperkuat kapasitas terkait usaha dan pemasaran sosial (hijau). Ibu Eka yang juga merupakan Ketua Jurusan Manajemen merespon positif keinginan kami tersebut, dan mengajak
269
untuk membahasnya lebih lanjut. Hari kedua, narasumber yang hadir adalah akademisi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu, Ilsya Hayadi. Bersama pak Ilsya, kami belajar memahami pemasaran hijau dan pemasaran berbasis e-commerce.
453
“Pemasaran hijau adalah salah satu proses marketing yang mengacu pada lingkungan hidup, yang harus memiliki keuntungan untuk lingkungan hidup atau tidak merusak lingkungan hidup.
“Komponen-komponen pemasaran hijau antara lain pelanggan hijau, proses produksi
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Tiga tahapan tujuan pemasaran hijau. Green, yaitu bertujuan untuk mengkomunikaskan bahwa merek atau binsis adalah peduli lingkungan hidup. Tahapan ini merupakan tahapan awal penerapan konsep pemasaran hijau. Greener, yaitu bertujuan untuk memberi dampak positif kepada lingkungan hidup dengan upaya mengubah gaya konsumen mengonsumsi produk. Greenest, yaitu bertujuan untuk mengubah budaya konsumen ke arah yang lebih peduli lingkungan hidup, yang diharapkan adalah kepedulian terhadap lingkungan dalam semua aktivitas tanpa terpengaruh oleh produk yang ditawarkan.” (Ella Deskomariatno, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
270
hijau, urusan keuangan hijau dan alasan menjadi hijau. Pelanggan hijau adalah orangorang yang mengkonsumsi produk-produk yang aman bagi tubuh dan lingkungan, untuk tetap menjaga lingkungan. Proses produksi hijau adalah cara memproduksi dengan teknologi yang membatasi polusi atau memiliki manfaat terhadap lingkungan. Urusan keuangan hijau merupakan jenis-jenis pendekatan akuntansi yang mempertimbangkan nilai-nilai keuangan dan moneter untuk investasi lingkungan hidup. Alasan menjadi hijau adalah alasan seseorang atau pengusaha untuk mengubah perilaku untuk peduli terhadap lingkungan.” (Rike Vevri Dwiyani, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
“Marketplace adalah sebuah website atau aplikasi online yang memfasilitasi proses jual beli dari berbagai toko. E-Commerce adalah aktivitas penggunaan teknologi informasi dan komunikasi pengolahan digital dalam melakukan transaksi bisnis untuk menciptakan, mengubah, dan mendefenisikan kembali hubungan antara penjual dan pembeli. Manfaat e-commerce: mengurangi gap opportunity (kesenjangan peluang), mempermudah komunikasi antara produsen dan konsumen, mempermudah pemasaran dan promosi barang atau jasa, memperluas jangkauan calon konsumen dengan pasar yang luas, mempermudah proses penjualan dan pembelian, mempermudah pembayaran dan mempermudah penyebaran informasi.”
(Wahyuni Saputri, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
271
“Manfaat e-commerce bagi pengusaha: memungkinkan untuk menjual produk kepada pasar yang lebih luas, mengurangi infrastruktur perusahaan seperti tidak memerlukan banyak cabang penjualan ataupun distribusi, menurunkan biaya dan meningkatkan keuntungan karena tidak perlu menyediakan banyak toko, gedung dan pegawai, menurunkan harga produk karena akumulasi dari beberapa manfaat yang diperoleh dapat menekan harga barang, dan dapat menjalin hubungan dengan pelanggan.
“Jenis internet maketplace: iklan baris, toko online di media sosial, online marketplace dan toko online. Iklan baris, dengan cara mempromosikan produk secara gratis, misalnya di tokobagus.com, berniaga.com dan alibaba.com. Toko online di media sosial, dengan cara menggunakan situs
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Manfaat e-commerce bagi konsumen antara lain: konsumen dapat melakukan pengecekan, perencanaan ataupun pembelian langsung kapan saja, konsumen tidak perlu ke toko, cukup buka website, cek barang dan pesan, konsumen mampu membandingkan banyak produk sekaligus baik harga maupun kepuasan, dan bisa membeli barang atau jasa dari luar negeri tanpa harus ke luar negeri.” (Rika Nofrianti, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
272
media sosial seperti facebook, twitter dan instagram untuk mempromosikan produk. Online marketplace, dengan cara meminta bantuan untuk mempromosikan produk dan juga memfasilitasi transaksi uang secara online melalui tokopedia, bukalapak, shopee, lazada atau lainnya. Toko online, dengan cara membangun website sendiri, yang mana penjual memiliki stok produk dan menjualnya secara online kepada pembeli.” (Feni Oktaviana, Draft Tulisan Otobiografi, 2022)
Membangun Jalan Perubahan
Peresmian Koperasi Perempuan Pelestari Hutan 454
Pada 10 Maret 2022, bertempat di Sekretariat Koperasi Perempuan Pelestari Hutan, kami mengadakan pertemuan untuk membahas persiapan peresmian koperasi. Selain menyepakati rancangan kegiatan peresmian, pertemuan juga menyepakati jenis dan jumlah produk pangan yang akan dipamerkan, kemasan produk yang akan dicetak, bibit pohon yang akan dipamerkan, daftar para pihak yang akan diundang, dan rencana menemui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Dwi Wahyuni Ganefianti dan Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu, Seprianti Eka Putri untuk membahas rencana penandatanganan perjanjian kerjasama, dan pembagian tugas.
455
Peresmian Koperasi Perempuan Pelestari Hutan dilaksanakan pada 13 April 2022, dan dihadiri oleh Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, Bupati Rejang Lebong, Syamsul Effendi, Ketua DPRD Rejang Lebong, Mahdi Husen, Kepala Polres Rejang
273
Lebong, AKBP. Tonny Kurniawan, Kepala Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, Rahmat Yadi Sunaryadi dan Komandan Distrik Militer 0409 Rejang Lebong, Letnan Kolonel Trisnu Novawan, pejabat di lingkup pemerintah Provinsi dan Kabupaten Rejang Lebong, dan pejabat di lingkup Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, dan pengusaha. 456
Usai memberikan tanggapan, Gubernur Bengkulu meresmikan Koperasi Perempuan Pelestari Hutan. Selanjutnya, dilaksanakan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Koperasi Perempuan Pelestari Hutan dengan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu. Sejatinya, kami juga merencanakan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Koperasi Perempuan Pelestari Hutan dengan Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu pada kegiatan persemian. Sayangnya, tidak bisa direalisasikan. Penandatanganan dilakukan lebih cepat, yakni pada 6 April 2021.
457
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Kegiatan peresmian diawali dengan sesi menonton video tentang Koperasi Perempuan Pelestari Hutan dan pengenalan terhadap website dan akun media sosial Koperasi Perempuan Pelestari Hutan. Setelah itu, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah diminta untuk memberikan tanggapan. Tidak hanya mengapresiasi kehadiran Koperasi Perempuan Pelestari Hutan, Gebernur Bengkulu juga menilai Koperasi Perempuan Pelestari Hutan akan menjadi role model bagi pelaku ekonomi karena berkonsep ekonomi hijau, ekonomi kreatif, ekonomi hilirisasi dan ekonomi berbasis digitalisasi.
Membangun Jalan Perubahan
274
458
Setelah penandatanganan perjanjian kerjasama, Gubernur Bengkulu secara simbolis menyerahkan bantuan dana dari Rights and Resources Initiative sebesar Rp 37.000.000 untuk pembelian peralatan untuk Koperasi Perempuan Pelestari Hutan yang akan dipinjamkan kepada KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan dialog dengan narasumber: Pengurus Koperasi Perempuan Pelestari Hutan (Rika Nofrianti dan Rike Vevri Dwiyani), Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Balai Besar TNKS (Hadinata Karyadi), Wakil Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu (Yansen), Kepala Bidang Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu (Dedi Erlando), dan Dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bengkulu (Ilsya Hayadi).
459
Dalam pemaparan berjudul “Peluang Usaha Pangan Berbasis Hasil Hutan Bukan Kayu yang Dikelola oleh Kelompok Perempuan”, kami menyampaikan bahwa peluang usaha pangan berbasis hasil hutan bukan kayu yang dikelola oleh kelompok perempuan di Provinsi Bengkulu cukup besar. Potensi kawasan hutan, tidak termasuk kawasan Hutan Konservasi, untuk program Perhutanan Sosial di Provinsi Bengkulu adalah 94.662 hektar. Di lain sisi, total luas areal yang dikelola KPPL Maju Bersama (10 Ha), KPPL Karya Mandiri (10 Ha), KPPL Sumber Jaya (37,66 Ha) dan KPPL Sejahtera (40,52 Ha) di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat adalah 100 hektar, atau hanya 0,1 % dari luas potensi kawasan hutan untuk
275
perhutanan sosial. 460
Kami merasa sangat bangga karena upaya kami untuk membangun jalan perubahan bersama sudah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak antara lain Gubernur Bengkulu, Bupati Rejang Lebong, Direktorat Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat Ditjen PSKL KLHK, Balai Besar TNKS, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, Dinas Perindustrian, Perdagangan,
461
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan
Namun, hanya dengan memanfaatkan sebagian potensi hasil hutan bukan kayu di areal yang dikelola, yaitu kecombrang, pakis, bambu, pulutan, nangka dan alpukat, KPPL Maju Bersama, KPPL Karya Mandiri, KPPL Sumber Jaya dan KPPL Sejahtera sudah merintis usaha pangan dengan membuat 18 varian produk pangan. Oleh karena itu, kami menilai pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberdayakan dan mendukung perempuan desa penyangga hutan untuk membangun usaha pangan berbasis hasil hutan bukan kayu. Selain bisa meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga, kehadiran usaha pangan hasil hutan bukan kayu juga bisa mendorong perempuan berpartisipasi memperbaiki dan menjaga hutan untuk membangun ketangguhan iklim dan ketahanan pangan. Dalam sesi diskusi, kami mendengarkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rejang Lebong, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bengkulu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu dan Cv. Bangau Mas akan mendukung Koperasi Perempuan Pelestari Hutan.
Membangun Jalan Perubahan
276
Koperasi, UKM Kabupaten Rejang Lebong, Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rejang Lebong, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu, dan pihak swasta. Walau kami menyadari bahwa tidak mudah untuk membangunnya, namun kami merasa optimis bahwa Koperasi Perempuan Pelestari Hutan bisa mempelopori gerakan ekonomi hijau rakyat, bisa menjadi wadah perempuan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan terkait hutan dan lingkungan hidup, bisa mengubah pandangan bahwa usaha atau kegiatan ekonomi bisa dilakukan selaras dengan upaya memperbaiki dan menjaga kelestarian hutan, dan bisa berkontribusi melawan ancaman krisis iklim dan krisis pangan.
277
Kumpulan Otobiografi Perempuan Pelestari Hutan Larangan